Motor Penggerak Ekonomi Negeri

Selasa 08-04-2014,00:00 WIB

Industri hulu migas telah lama jadi sumber utama devisa negara. Bahkan pada Pelita III (1978-1984), kontribusi sektor ini pada penerimaan negara hampir 70 persen. Uang dari migas inilah yang digunakan membiayai pembangunan nasional.

 

Saat ini beberapa sektor telah tumbuh pesat mengisi pundi-pundi penerimaan negara. Peran sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) pun mulai bergeser dari sumber utama devisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor hulu migas menjalankan peran ini dengan memaksimalkan keikutsertaan perusahaan nasional dalam bisnis hulu migas.

 

Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) adalah lembaga negara yang mengemban amanah mengawasi sektor hulu migas. SKK Migas menerapkan kebijakan yang mewajibkan kontraktor migas untuk mengutamakan perusahaan nasional sebagai pemasok barang dan jasa dalam kegiatan mereka. Kebijakan ini tertuang dalam Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai yang dikeluarkan oleh SKK Migas.

 

Aturan itu antara lain mewajibkan kontraktor migas atau dikenal dengan nama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) untuk menggunakan, memaksimalkan, atau memberdayakan barang produksi dalam negeri yang memenuhi jumlah, kualitas, waktu penyerahan, dan harga, dengan mengacu pada buku Apresiasi Produk Dalam Negeri (APDN) yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Untuk kategori produk-produk yang wajib diambil dari dalam negeri sesuai APDN, Kontraktor KKS tidak diperbolehkan impor.

 

Aturan itu juga mensyaratkan sebagian besar pengerjaan pada kontrak jasa dilakukan di dalam wilayah Indonesia. Apakah kebijakan ini cukup berhasil? Data menunjukkan bahwa dari total komitmen pengadaan barang dan jasa dalam periode Januari - Desember 2012 sebesar US$16,61 miliar, persentase TKDN mencapai 60,04 persen. Selain itu, sejak 2010 sampai 2012, keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kegiatan usaha hulu migas sudah mencapai angka US$2,5 miliar dengan TKDN sebesar rata-rata 74,16 persen.

 

Tidak hanya itu, terdapat juga aturan yang mengatur pelaksanaan pembayaran kepada penyedia barang dan jasa melalui bank yang berada di Indonesia dengan mengutamakan penggunaan Bank Umum Nasional. Khusus bagi Kontraktor KKS status berproduksi, semua transaksi pembayaran wajib menggunakan Bank Umum berstatus Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Total transaksi pembayaran pengadaan melalui bank-bank itu pada April 2009 sampai Desember 2012 mencapai US$24.28 miliar. Partisipasi BUMN dan BUMD ini diharapkan akan meningkat di masa mendatang sehingga multiplier effect industri hulu migas bagi bisnis negara lainnya dapat berjalan maksimal.

 

Contoh lain dapat dilihat dalam penggunaan kapal penunjang operasi hulu migas. Saat ini, jumlah kapal penunjang operasi di sektor hulu migas sebanyak 672 unit. Dari angka tersebut, hanya 20 kapal atau tiga persen masih berbendera asing. Artinya, 97 persen kapal telah berbendera Indonesia.

 

Kebijakan yang berpihak pada nasional ini kerap diprotes pihak luar yang menuduh diskriminatif. Perlu diingat bahwa bisnis hulu migas adalah bisnis negara yang semua pengeluaran akan digantikan bila kegiatan itu menghasilkan migas yang komersial. Dengan demikian, sangatlah logis bila kebijakan yang dibuat juga memihak pada kepentingan nasional.

Tags :
Kategori :

Terkait