Ical Bela Novanto Soal Rekaman

Sabtu 21-11-2015,00:00 WIB

   Munculnya kasus pencatutan nama presiden dan wapres oleh sosok diduga Setya Novanto telah pula memunculkan perbedaan penyikapan antara Jokowi dan JK. Presiden cenderung menyerahkan sepenuhnya pada proses di MKD. Sedangkan, wapres ingin agar kasus tersebut diteruskan pula untuk diproses di jalur hukum dengan lapor pula ke polisi.   

 

  Sementara itu, setelah pertemuan dengan MKD kemarin malam, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengisyaratkan bahwa pencatutan nama presiden dan wakil presiden bisa jadi merupakan pidana. Kategorinya bisa masuk pada pasal 310 KUHP soal pencemaran nama baik. Namun begitu, pidana tersebut merupakan delik aduan. ‘’Yang mewajibkan adanya laporan dari pihak terkait, misalnya yang merasa dicemarkan nama baiknya,’’ujarnya.

  Namun begitu, Polri juga memiliki pertimbangan lainnya, karena saat ini posisinya masalah pencatutan nama presiden dan wapres itu ditangani MKD. Yang dikhawatirkan, bila Polri bergerak maju, maka akan terjadi kerancuan karena sedang ditangani MKD. ‘’Dengan itu, kami justru berharap nati ada fakta-fakta yang ditemukan di MKD,’’paparnya.

 Misalnya, bila dalam pengadilan MKD itu rekaman tersebut tidak diakui, baru bisa dilakukan cek di laboratorium forensik. Sehingga, hasil labfor ini kemudian tidak bisa dibantah lagi. ‘’Saya sudah sampaikan ke MKD, tidak perlu ke labfor sekarang. Nanti waktu sidang sudah dimulai dan temui kendala juga bisa,’’tuturnya.

  Dia menyarankan MKD menyelesaikan proses yang telah dimulainya, mungkin saja nanti MKD atau pihak manapun yang merasa dirugikan akan melaporkan kasus tersebut ke Polri. ‘’Kalau begitu, kami akan bertindak sesuai laporan yang ada,’’ paparnya.

   Lalu, ada beberapa hal yang sebenarnya cukup menyulitkan, misalnya soal membuktikan bahwa pencatutan nama ini apakah untuk melakukan sesuatu kejahatan. ‘’Tapi, kesulitan itu tentu tetap ada jalan keluarnya, misalnya kalau menggunakan alata komunikasi, ya disadap,’’ujar jenderal bintang empat tersebut.

   Soal tudingan bahwa rekaman itu melanggar hukum, Polisi masih belum bisa bersikap. Sebab, hingga saat ini belum mendapatkan materi rekaman tersebut. Namun, biasanya rekaman itu bisa diartikan untuk menyimpan hasil pembicaraan biar tidak lupa’’Kalau penyadapan itu sederhananya tidak diketahui oleh orang yang berbicara,’’jelasnya.

   Kementerian Energi dan Sumber Data Mineral beberapa hari ini menjadi perbincangan. Mulai dari persoalan audit Petral sampai kasak-kusuk perpanjangan kontrak Freeport. Kemarin (19/11), Staf Khusus Menteri ESDM Said Dudu juga mendatangi KPK. Kabarnya dia konsultasi terkait audit Petral.

 Said datang ke KPK diam-diam, Jumat pagi. Wartawan baru mengetahui kedatangan Said saat dia hendak meninggalkan Gedung KPK. Saat ditanya wartawan, Said mengunci rapat maksud kedatangannya. Mulai dari alasan bertemu teman sampai guyonan sekedar menumpang merokok. \'Tidak ada, saya tidak menyerahkan dokumen apapun. Saya bertemu teman dan mampir merokok saja,\' ujarnya menjawab apakah kedatangannya terkait pencatutan nama Presiden dalam perpanjangan kontrak Freeport.

 

 Senada dengan Said, KPK juga tak mau membuka kedatangan Said. Plh Kabiro Humas Yuyuk Andrianti mengatakan Said datang untuk konsultasi di Bagian Pengaduan Masyarakat. Mengenai apa yang dikonsultasikan, Yuyuk mengaku tidak tahu. \'Saya tidak diinfo oleh Dumas,\' ucapnya.

 Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan salah satu yang dikonsultasikan Said ialah terkait masalah audit Petral. Saat ditanya hal tersebut, Yuyuk tak membenarkan maupun mengelak.

 Said selama ini memang banyak mewakili Menteri ESDM Sudirman Said terkait persoalan-persoalan hukum di instansinya. Sebelumnya Said Didu menyerahkan data rekaman Ketua DPR Setya Novanto dengan bos Freeport Indonesia kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

 Sementara itu, pakar hukum pidana dan tindak pidana pencucian uang Yenti Ganarsih mengatakan KPK mestinya merespon kasus-kasus yang berkaitan dengan Kementerian ESDM. Termasuk audit Petral dan adanya dugaan pemberian janji dalam pembahasan kontrak Freeport yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto.

 \'Sesuai pasal 106 KUHAP, penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan,\' jelasnya.

Tags :
Kategori :

Terkait