JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengomentari kebijakan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim membolehkan maksimum 50 persen dana BOS digunakan untuk membayar gaji guru honorer.
Menurut Ubaid, gaji guru honorer seharusnya bukan berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), melainkan dari pos anggaran lainnya.
\"Kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim ini serba kontradiktif. Sebelumnya pemerintah mengatakan akan mengangkat guru honorer menjadi PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tapi sekarang malah digaji dari dana BOS,\" ujar Ubaid di Jakarta, Senin (11/2).
Menurut dia, seharusnya guru honorer digaji dari dana yang berasal dari pos lainnya.
\"Gaji guru honorer harus dari pos yang lebih strategis, karena yang dialami guru honorer adalah statusnya yang tidak jelas,\" kata dia lagi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim memperbolehkan separuh atau 50 persen dari dana BOS digunakan untuk membayar gaji guru honorer.
\"Mulai tahun ini, ada kewenangan khusus yang diberikan kepada kepala sekolah dalam pengelolaan dana BOS,\" kata Nadiem dalam peluncuran kebijakan Merdeka Belajar episode III tentang perubahan mekanisme dana BOS, Senin.
Tahun sebelumnya, dana BOS hanya boleh digunakan maksimum 15 persen (untuk sekolah negeri) dan maksimum 30 persen (untuk sekolah swasta) untuk gaji guru honorer.
\"Apabila guru honorer di suatu sekolah yang sangat dibutuhkan di sekolah itu sedangkan kesejahteraannya kurang, biaya transportasinya kurang, kepala sekolah boleh mengambil dana BOS hingga 50 persen untuk menunjang kesejahteraan para guru honorernya ,karena hanya kepala sekolah yang tahu tentang kebutuhan guru di sekolahnya,\" terang Nadiem. (antara/jpnn)
sumber: www.jpnn.com