Penyempurnaan tidak hanya di kantong plastik. Juga di prosedur tes. Alat itu ternyata baru bisa bekerja kalau ditempatkan di lingkungan yang tepat. Yakni, yang udara sekitarnya bersih. \"Di teras atau di bawah tenda adalah yang terbaik,\" ujar Prof Kuwat. \"Jangan di ruangan yang berdekatan dengan bahan-bahan kimia,\" tambahnya.
Maka, belakangan Prof Kuwat menambahkan sensor di alat itu. Begitu sensornya hijau, berarti udara sekitarnya ideal untuk GeNose.
Ada lagi: GeNose baru bisa berfungsi setelah 30 menit di-\"on\"-kan. Untuk menunggu suhu di dalam alat itu mencapai 300 derajat Celsius. Kalau dinyalakan langsung dipakai, hasilnya tidak akurat.
\"Tiga hal itu sudah kami koreksi,\" ujar Prof Kuwat. Sudah ideal, katanya.
Inilah tes Covid cara baru: pakai udara dari mulut. Dalam tiga menit ketahuan hasilnya.
\"Pertamina sudah memesan 500 unit,\" ujar Prof Kuwat.
Pertamina memang sudah menggunakan GeNose. Lima buah. Di Pertamina Logistik di Sunter, Jakarta.
Di situ tiap hari Pertamina harus mengetes 400 orang. Yakni, mereka yang datang dan pergi ke anjungan sumur minyak di lepas pantai. Dengan GeNose itu tidak masalah lagi. Apalagi, biayanya begitu murah: sekitar Rp 35.000 per orang.
Ternyata UGM sendiri yang akan memproduksi GeNose. UGM memang punya perusahaan komersial. Untuk memproduksi temuan-temuan universitas itu.
Khusus GeNose tersebut, yang memproduksi adalah PT Swayasa Prakarsa, 100 persen sahamnya milik UGM. Masih ada PT-PT lain di UGM. Untuk mengomersialkan penemuan yang lain lagi.
Direktur Swayasa Prakarsa adalah alumnus fakultas farmasi 1991: Bondan Ardiningtyas. Putri Wonosobo. Saya pernah rapat dengan Bu Bondan enam tahun lalu. Di Jakarta. Juga di Jogja.
Selain GeNose, Bu Bondan juga akan memproduksi ventilator ICU. Juga temuan UGM sendiri. \"Sekarang masih tahap uji coba klinis,\" ujar Bu Bondan kemarin.
Saya lega mendapat penjelasan itu. GeNose harus berhasil. Ia akan jadi game changer penanganan Covid-19 di Indonesia.
Saya jadi ingat Tiongkok. Di sana penemu mendapat saham di perusahaan yang memproduksi penemuan seperti itu. Setidaknya 5 persen.
Prof Kuwat hanya tertawa lebar ketika saya tanya soal itu. Saya memang hanya bertanya. Saya juga sudah tahu jawabnya.(Dahlan Iskan)