Nikel adalah salah satu bahan baku penting baterai lithium. Itulah yang ditawarkan Indonesia ke Tesla. Juga ke raksasa baterai Tiongkok dan Korea. Indonesia bisa diandalkan sebagai sumber bahan baku.
Tapi nikel –yang di Sulawesi Timur itu tadi– tidak ada hubungannya dengan baterai. Yang serba raksasa di Morowali itu hanya untuk bahan baku stainless steel –besi tahan karat.
Proses smelter yang di Morowali itu tidak bisa dimanfaatkan untuk industri baterai. Dibelokkan pun tidak bisa. Proses untuk membuat bahan baku baterai berbeda sama sekali dengan untuk membuat bahan baku besi antikarat.
Maka untuk memproduksi bahan baku baterai diperlukan investasi baru. Mulai dari nol. Konsepnya 100 persen berbeda.
Maka kelihatannya pemerintah tidak akan menawarkan Sulawesi Timur. Saya memperkirakan pemerintah akan mendorong industri baterai itu di pulau Halmahera. Apalagi sudah ada pelabuhan besar di Halmahera Timur. Pelabuhan baru. Umurnya sudah 6 tahun tapi belum pernah dipakai. Lumayan. Bisa menghemat investasi.
Apakah Tesla mau masuk ke investasi sejak dari nol seperti itu?
Apakah akhirnya Tiongkok juga yang akan lebih berani menghadapi tantangan berat seperti itu?
Satu-satunya harapan pada Tesla adalah kalau proyek \'dinding power bank\' Tesla benar-benar dikembangkan. Yang uji cobanya sudah dilakukan di Australia: bagaimana dinding itu terbuat dari power bank saja. Yang bisa berfungsi sebagai dinding tapi juga sebagai penyimpan listrik. Listrik dari sinar matahari disimpan di dinding power bank itu. Untuk digunakan malam hari.
Masa depan power bank –kalau berhasil bisa hemat– akan mengubah sistem kelistrikan dunia.
Dan itu berarti memerlukan banyak bahan baku nikel.(Dahlan Iskan)