dan Pilgub Jambi.
29.278 suara di 88 TPS
Dalam pemungutan suara ulang (PSU) di 88 TPS yang tersebar di 5 Kabupaten/Kota suara yang diperebutkan adalah sejumlah 29.278 suara. Jumlah tersebut berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilgub Jambi 2020 yng ditetapkan dalam rapat pleno KPU Provinsi Jambi. Dari hasil pemungutan suara yang digelar pada tanggal 9 Desember 2020 selisih antara pasangan calon Cek Endra-Ratu Munawaroh dan Al Haris-Abdullah Sani adalah sebanyak 10.283 suara. Ini setelah dilakukan pengurangan terhadap 88 TPS yang akan dilakukan PSU.
Pada pilgub Jambi bulan Desember 2020 yang lalu di 88TPS tersebut pasangan CE-Ratu mendapat 6.175 suara, Fachrori-Syafril 4. 054 suara serta Haris-Sani memperoleh 7.310 suara. Sehingga perolehan suara total pasangan CE-Ratu 585.203 dikurangi 6.175 suara menjadi 579.028, Fachrori Umar-Syafril dari 385.388 dkurangi 4.054 menjadi 381.334 suara serta Haris-Sani dari 596.621 dikurangi 7.310 menjadi 589.311 suara. Sedangkan untuk total suara di 88 TPS yang bakal dilakukan PSU
sebanyak 29.278 suara, sedangkan jumlah pemilih yang hadir keTPS pada pilkada tanggal 9 Desember 2020 yang lalu adalah 18.686 pemilih dengan total suara sah 17.539 suara dan suara tidak sah 1.142 suara.
Sebagai tindak lanjut di PSU, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia pada tanggal 26 Maret 2021 telah berkirim surat kepada KPU Provinsi Jambi dengan Nomor : 277/PY.02.1-SD/06/KPU/III/2021 tentang Penjelasan PSU pelaksanaan putusan MK di Provinsi Jambi.. Antara lain sebagai berikut :
- Menetapkan jadwal PSU pada 88 TPS b.Menyosialisasikan kepada peserta pemilihan,seluruh pemangku kepentingan dan pemilih di TPS yang PSU
- Tidak melaksanakan kampanye dan tidak memfasilitasi kegiatan kampanye
- Menyiapkan daftar pemilih
- Berkoordinasi dengan Bawaslu terhadap hasil pencermatan daftar pemilih
- Memastikan pemenuhan dan ketersediaan logistik
- Pemenuhan anggaran PSU serta
- Menetapkan Rekapitulasi Hasil perhitungan suara ulang. Melihat kepada petunjuk KPU RI ini hendaknya KPU Provinsi Jambi harus bertindak lebih profesional lagi sehingga PSU dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Kembali kepada judul tulisan ini, Haris-Sani mengalami ketidakadilan di Mahkamah Konstitusi, dimana KPU Provinsi Jambi sebagai Termohon telah lalai dan tidak cermat sehingga yang jadi korban adalah PihakTerkait pasangan terpilih Haris-Sani. Dengan mudahnya Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi yang berjumlah Sembilan orang itu dengan mengabaikan hampir dua juta pemilih di Provinsi Jambi. Menurut catatan penulis pilkada serentak di Provinsi Jambi telah berlangsung aman dan angka partisipasi pemilih sekitar 80 % .
Sengketa pilkada adalah sengketa politik yang diproses dan diputus harus dengan kehati-hatian. Ini bukan perkara perdata dengan mudahnya memberikan pertimbangan hukum tidak memikirkan akibat dari keputusan MK tersebut.Yang Mulia Hakim MK tidak mempertimbangkan dengan cermat seluruh bukti dan kesaksian dari Termohon KPU Provnsi Jambi serta Bawaslu. Pihak Terkait Haris-Sani dipersidangan telah mengajukan bukti tertulis yang diberi tanda PT-1 sampai dengan PT-189 serta Lima orang Saksi masing-masing Adel Taianda dari Kota Sungai Penuh, Candra Wijaya dari Tanjung Jabung Timur, Puspa Sari dari Sungai Gelam Muaro Jambi, Rizki Ramadhan dari Muaro Jambi serta Rita Mairi Yanto tim sukses Haris-Sani. Agaknya Yang Mulia Hakim MK tidak mempertimbangkan dampak putusannya terhadap kepentingan publik serta kepentingan Negara, dimana perekonomian negara kita sedang sulit dimasa pandemi covid-19 ini dimana KPU Provinsi Jambi harus menyiapkan anggaran untuk PSU tersebut..
Nampaknya konsep negara hukum tidak asing lagi dalam ilmu pengetahuan ketatanegaraan sejak dari zaman purba hingga sekarang ini. Hanya dalam praktik ketatanegaraan orang masih pesimis, bahwa apakah negara hukum tersebut sudah dilaksanakan sepenuhnya apa belum.Hal ini tentu dapat dipahami karena dalam praktik,pengertian yang bersih menurut teori , masih perlu diperhitungkan dengan faktor-faktor yang nyata yang hidup dalam masyarakat menurut waktu dan tempat. Karena itu tidaklah mengherankan,sebab cita-cita universal mengenai negara hukum (rechsstaat) yang diletakkan dalam konstitusi sering dilanggar dalam praktik.Jika keadaan ini terus menerus terjadi, maka negara hukum hanya bersifat formal, sedang dalam praktek kenyataannya sudah jauh menyimpang .dari apa yang dicantumkan dalam konstitusi,dan seolah-olah negara hukum itu hanyalah suatu mitos saja yang belum pernah terbukti dalam sejarah ketatanegaraan. Sedangkan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa: negara Indonesia adalah negara hukum.
*) Penulis adalah Guru Besar FH Unbari,serta anggota majelis pengajian Kumpeh Daaru Tauhid (KDT) Muaro Jambi.