JAKARTA-Hari ini (22/4) kapal selam KRI Nanggala-402 sedianya terlibat dalam latihan penembakan rudal C-802 dan torpedo SUT di Laut Bali.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono dijadwalkan menyaksikan secara langsung.
Namun, agenda itu berubah. Rabu dini hari (21/4) KRI Nanggala-402 dilaporkan hilang kontak di perairan Bali. Berjarak sekitar 95 kilometer arah utara Pelabuhan Celukan Bawang.
Sebanyak 53 personel matra laut berada di dalam kapal tersebut. Hingga berita ini ditulis pukul 23.00 tadi malam, belum ada kabar berkaitan dengan kapal buatan Jerman itu. Padahal, TNI-AL sudah berusaha sekuat tenaga mencarinya. Termasuk dengan mengirimkan distres ISMERLO (International Submarine Escape and Rescue Liaison Officer).
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menyatakan bahwa beberapa negara sudah merespons distres ISMERLO tersebut. Di antaranya Angkatan Laut Singapura, Australia, dan India. Saat dihubungi Jawa Pos, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan bahwa KRI Nanggala-402 masih dalam pencarian. ”Pencarian di perairan Bali, 60 mil dari Bali,” ungkap dia.
Pencarian dilakukan seluruh kapal TNI-AL yang memiliki kemampuan deteksi bawah air. Beberapa KRI ikut andil dalam pencarian itu. Di antaranya KRI Raden Eddy Martadinata-331, KRI I Gusti Ngurah Rai-332, dan KRI Diponegoro-365. Tiga kapal perang tersebut melaksanakan pencarian memakai sonar aktif di lokasi yang menjadi titik penyelaman KRI Nanggala-402. KRI Rigel-933 yang punya kemampuan deteksi bawah air juga dikirim dari Jakarta. Mereka berangkat kemarin sore.
Data yang diterima dari TNI-AL, kapal selam tersebut meminta izin menyelam kepada komandan gugus tugas penembakan dalam latihan penembakan senjata strategis TNI-AL pukul 03.00 WIB. Tidak lama setelah itu, kapal yang dikomandani Letkol Laut (P) Heri Oktavian tersebut hilang kontak. Tidak bisa dihubungi pusat komando.
Panglima TNI ingin memastikan pencarian kapal dilakukan secara total dan maksimal dengan langsung bertolak ke Bali. ”Besok pagi (hari ini, Red) saya ke sasaran (area pencarian),” imbuhnya.
Radar Banyuwangi melaporkan, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono tadi malam sempat bertahan di bertahan di Markas Lanal Banyuwangi. Padahal, seharusnya, pada pukul 16.30, Yudo dan rombongan dari Mabesal sudah naik KRI DR Soeharso 990 dari Pelabuhan Tanjung Wangi.
Palaksa Lanal Banyuwangi Mayor Laut (P) Hari Handoko mengaku belum memperoleh informasi terkait insiden kapal selam tersebut. ”Yang jelas agendanya (KSAL) menyaksikan latihan dan ada penyematan (brevet),” kata Hari.
Kepala KSOP Tanjung Wangi Letkol (Mar) Benyamin Ginting ketika dikonfirmasi mengatakan, wewenang terkait hilangnya kapal selam milik Angkatan Laut bukan wewenangnya. Apalagi jika ditilik lokasinya berada di wilayah perairan Bali. ”Saya dapat info jam empat pagi. Tapi, tidak tahu bagaimana detailnya. Bukan wewenang kami untuk menjelaskan,” kata Ginting.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono menjelaskan, KRI Nanggala-402 memang punya peran penting dalam latihan yang dilaksanakan di perairan Bali. ’’Bawa torpedo latihan,’’ ungkap Julius.
Keterangan itu selaras dengan yang disampaikan Panglima Komando Armada (Koarmada) III Laksamana Muda TNI ING Sudihartawan saat melaksanakan gelar kesiapan latihan penembakan senjata strategis TNI-AL di Dermaga Ujung Markas Komando Koarmada II, Surabaya, Selasa (20/4). ’’Dalam pelaksanaan inti latihan penembakan kali ini, ada tiga KRI yang memainkan peran utama, yakni KRI Nanggala-402 yang akan melaksanakan penembakan torpedo SUT (surface and underwater target),’’ imbuhnya. Selain itu, ada KRI Hiu-634 dan KRI Layang-635 yang akan melaksanakan penembakan rudal C-802 di Laut Bali.
Berdasar informasi yang diterima Julius, sangat mungkin KRI Nanggala-402 saat ini terjebak di Lubuk Bali. ’’Kemungkinan di (kedalaman) 600 sampai 700 meter,’’ katanya.
Dugaannya, kapal mengalami blackout saat melakukan selam statis. Itu mengakibatkan kapal tidak terkendali dan tidak dapat melaksanakan prosedur kedaruratan untuk kembali naik ke permukaan laut. ’’Dugaannya gangguan kelistrikan,’’ ulas pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.