Jokowi Klaim Hilirisasi Nikel Bikin RI ‘Cuan’ Banyak, Eropa Makin Meradang

Jokowi Klaim Hilirisasi Nikel Bikin RI ‘Cuan’ Banyak, Eropa Makin Meradang

Ilustrasi aktivitas tambang nikel di RI-Foto: Dok Harita Nickel-

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Presiden Jokowi klaim RI telah cuan banyak akibat kebijakan hilirisasi nikel.

Sejak tahun 2020, RI resmi stop ekspor bahan mentah nikel dan turunannya lalu memutuskan mengolah sendiri di dalam negeri kemudian baru diekspor.

Dampak baiknya, nilai ekspor nikel RI yang dulu hanya Rp30 triliun per tahun atau US$2,1 miliar, kini terbang tinggi menjadi Rp510 triliun atau setara US$33,8 miliar per tahun.

Kondisi ini kata Jokowi telah membuat negara-negara Uni Eropa meradang. Uni Eropa ngamuk hingga akhirnya membawa RI ke Organisasi Perdagangan Dunia WTO.

“Ya karena itu, karena dulu kan nilai tambah di sana (Uni Eropa) bukan di sini, dia enggak mau, jadinya kita yang digugat. Tapi kita lawan," tegas Jokowi dalam pidatonya saat acara Rakernas Seknas Jokowi di Bogor, Sabtu (16/9/2023).

Jokowi memaparkan dampak baik bagi RI dari kenaikan nilai ekspor Rp510 triliun adalah negara mendapat pendapatan pajak dan juga mendapat royalty.

Negara katanya mengantongi penerimaan negara dari PPN, PPh badan, PPh karyawan, royalty. “"Kalau untuk perusahaan itu ya urusan perusahaan,” lanjutnya.

Perusahaan kata Jokowi memang dapat untung, namun perlu pula diingat, negara juga mendapat keuntungan akibat kebijakan ini.

Lantas untuk apa saja keuntungan yang diperoleh negara dari kebijakan hilirisasi nikel?

Salah satunya adalah untuk Dana Desa untuk infrastruktur dan Bansos Pangan.

Seperti diberitakan www.jambiekspres.co.id sebelumnya, Jokowi memang tengah diserang sana sini oleh berbagai negara internasional terkait kebijakannya stop hilirisasi industri nikel.

Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa pemerintah tidak akan menghentikan program hilirisasi industri terhadap bahan-bahan mineral.

Setelah pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah, pemerintah akan melanjutkan hal serupa untuk bahan mineral lainnya seperti tembaga dan bauksit.

“Hilirisasi tidak akan berhenti. Hilirisasi setelah nikel stop kemudian masuk ke tembaga, ke copper, nanti masuk lagi ke bauksit, dan seterusnya,” ujar Presiden Jokowi dalam keterangannya di hadapan awak media di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, (10/8/2023).

Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa tidak ada negara maupun organisasi internasional mana pun yang bisa menghentikan keinginan Indonesia untuk melakukan hilirisasi. Presiden meyakini bahwa hilirisasi tersebut akan mendongkrak nilai tambah di dalam negeri.

“Memang siapa pun, negara mana pun, organisasi internasional apa pun, saya kira enggak hisa menghentikan keinginan kita untuk industrialisasi, untuk hilirisasi dari ekspor barang mentah ke barang setengah jadi atau barang jadi karena kita ingin nilai tambah ada di dalam negeri,” tegasnya.

Kepala Negara mencontohkan, saat nikel diekspor dalam bentuk bijih atau bahan mentah, nilai yang diperoleh negara hanya sekitar Rp17 triliun.

Namun, setelah dilakukan hilirisasi dan industrialisasi terhadap produk nikel tersebut, nilainya melonjak menjadi Rp510 triliun sehingga secara otomatis juga meningkatkan pendapatan negara melalui pajak.

“Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp17 triliun, sama mengambil pajak dari Rp510 triliun gede mana? Karena dari situ—dari hilirasi—kita bisa mendapatkan PPn, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja dari Rp17 triliun sama yang Rp510 triliun gede mana,” jelasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: