Model Sudita Hantarkan Yenni Raih Doktor di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unand
Model Sudita Hantarkan Yenni Sudita Raih Doktor di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unand--
Oleh : Yenni Sudita (*)
DALAM tradisi masyarakat kita yang memiliki hubungan sosial yang dekat, orang sangat mudah mengkomunikasikan hal-hal yang dialami dalam hidup mereka. Baik berupa kondisi yang membahagiakan begitu juga dengan hal-hal yang kurang menyenangkan, termasuk kondisi penyakit yang dideritanya.
Menderita suatu penyakit tertentu, orang mungkin mudah memberitakannya pada orang terdekat dan keluarganya. Lain halnya dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit ini tidak mudah untuk dikomunikasikan. Bahkan seseorang yang terinfeksi HIV, akan berusaha menutupi informasi ini sebisa mungkin. Ia bisa menjadi orang yang tertutup, menarik diri dari lingkungan sosial, mengalami stress, bahkan depresi berat.
Orang yang baru terdiagnosis HIV positif, maupun ODHA yang sudah lama terdiagnosa HIV harus melakukan pengungkapan status HIV positif pada pasangan untuk mengajak pasangan seksual segera melakukan tes HIV, yang bertujuan untuk memotong mata rantai penularan HIV serta menekan infeksi baru. Pengungkapan status HIV positif pada pasangan merupakan pintu masuk untuk perawatan, dukungan dan pengobatan serta mitigasi dampak yang lebih dini (Kemenkes RI, 2019).
Kebanyakan infeksi baru ditularkan oleh orang yang tidak tahu status HIVnya, 25% orang yang tidak menyadari infeksi HIV berkontribusi menyebabkan infeksi baru sebanyak 54%, sedangkan 42% yang menyadari terinfeksi HIV berkontribusi menyebabkan HIV sebanyak 46% (Mark.et-al 2006).
Orang terinfeksi HIV yang biasa dikenal dengan istilah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Ketika menyampaikan status penyakitnya kepada pasangan akan menghadapi berbagai risiko, seperti risiko penolakan, disisihkan, direndahkan, mengalami kekerasan baik fisik maupun mental bahkan sampai dengan risiko perceraian. Pengungkapan status HIV positif pada pasangan masih menjadi beban psikologis bagi ODHA Tidak semua ODHA punya keberanian untuk melakukan pengungkapan status HIV, sehingga terjadi penundaan notifikasi yang mempunyai risiko penularan akan terus berlangsung.
Perlu strategi yang efektif dalam mempromosikan pengungkapan status HIV kepada pasangan seksual, agar penemuan kasus HIV dapat terdeteksi pada stadium dini dan belum masuk dalam stadium AIDS. Dalam konteks yang demikian, maka melakukan promosi tes HIV dengan metode pengungkapan status HIV positif pada pasangan dengan Model Sudita menjadi satu langkah yang sangat strategis untuk mendorong penemuan kasus sejak dini.
Model Sudita menitikberatkan pada beberapa aspek. Pertama, pemberdayaan yaitu pemberian informasi dan pendampingan dalam upaya penanggulangan masalah yang terkait dengan pengungkapan status HIV positif pada pasangan. Kedua, komunikasi persuasif untuk mempengaruhi pasangan dengan memodifikasi sikap, pendapat dan perilaku.
Ketiga, berbasis komunitas (penjangkau dan pendamping) yang akan melakukan pendekatan dan intervensi terdapat ODHA dan pasangannya.
Model Sudita yaitu model yang berfokus bagaimana membangun kepercayaan diri (self confident development) sebelum proses pengungkapan status dilakukan, dan mengembalikan kebermaknaan hidup ODHA setelah pengungkapan status HIV dilakukan. Melalui model ini ODHA dapat menyelesaikan masalah yang timbul setelah pengungkapan status HIV melalui mekanisme yang konstruktif, agar dampak buruk dari pengungkapan bisa diminimalisir dan pada akhirnya dapat meningkatkan tes HIV pada pasangan dalam rangka memutus mata rantai penularan HIV/AIDS.
Terbentuknya model ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) Dick et al (1996). Pada tahapan analisa (Analysis) untuk mencari akar permasalahan kenapa pengungkapan status HIV positif sulit dilakukan dan faktor apa yang paling dominan mempengaruhi pengungkapan status HIV positif pada pasangan dan ditemukan orang takut mengungkapkan status HIV, karena takut dicap atau dilabeli rendah dan tidak bermoral, takut direspon secara negatif oleh pasangan seksualnya serta takut tidak lagi mendapatkan dukungan sosial seperti fiansial, kasih sayang dan perhatian dari pasangannya.
Model Sudita dikembangkan (Design, Development) dengan modifikasi dari Teori PRECEDE-PROCEED (Green, et al, 2005), Teori The Hovland/Yale Model of Persuation (Hovland, et, al, dalam Perloff, 2003) dan Disclosure Processes Management (Chaudoir, et al, 2010).
Aplikasi model ini tertuang dalam sebuh buku yang disusun berjudul Modul Pengungkapan Status HIV Positif Pada Pasangan(Model Sudita), 2023. Output dari Model Sudita telah dipublikasi pada Jurnal International Journal of Design. Penelitian ini dipromotori oleh Prof. Dr. dr. Masrul, M.Sc, SpGK bersama Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, S.Psi, M.Sc dan Dr. dr. Netti Suharti, M.Kes.
Model Sudita yang saat ini dalam proses pendaftaran hak kekayaan intelektual (HAKI) tertuang dalam disertasi yang disampaikan pada Sidang Promosi Doktor pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang pada hari Senin, 17 Juli 2023. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: