Tak Mau Minum Obat, Tak Mau Makan, Lukas Enembe Juga Tak Tak Mau Masuk RS

Tak Mau Minum Obat, Tak Mau Makan, Lukas Enembe Juga Tak Tak Mau Masuk RS

Mendiang Gubernur Papua Lukas Enembe bersama istri dan putranya saat masih menjabat.-Foto: Istimewa-

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe kini sedang tak mau minum obat, tak mau makan bahkan juga tak mau masuk RS (Rumah sakit).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, kondisi Lukas Enembe sekarang sedang menurun karena tak mau melakukan tiga hal tadi.

KPK sendiri sejak Sabtu (15/7) kata Ali telah merekomendasikan Lukas Enembe masuk RS namun hal ini ditolak oleh Lukas.

Karena Kesehatan adalah hak tahanan, KPK sampai meminta bantuan jaksa agar menghubungi kuasa hukum Lukas untuk membujuk kliennya dirujuk ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

Sementara itu, Petrus Bala Pattyona selaku penasihat hukum Lukas mengatakan, sebenarnya kliennya Lukas telah bersedia dibawa ke RS pada Minggu karena memang sedang pusing dan mual akibat dua hari tak makan dan kakinya bengkak.

Hanya saja pukul 19:00 WIB Lukas tak juga dibawa ke RS, malah hendak dibawa pukul 21:00 saat kliennya itu telah tidur.  
Karena kesal, Lukas kemudian menolak dirawat di RS.

Petrus juga mengaku melihat muka Lukas di tahanan sudah sangat pucat. Bahkan untuk buang air kecil dan BAB, Lukas juga tak bisa ke toilet sendiri terpaksa di tempat tidur dan dibantu tahanan lain di selnya.

Lukas Enembe memang sedang menjalani hari-hari beratnya pasca didakwa menerima uang suap senilai Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar.

Tindakan pidana ini menurut Jaksa dilakukan Lukas tak sendiri, namun bersama Kadis PUPR Papua, Mikael Kambuaya dan Gerius One Yoman.

Melewati proses berliku, Lukas kemudian berhasil ditahan hingga sekarang.

Istri dan Anak Lukas Pernah Tolak Jadi saksi

Sebelumnya, orang-orang terdekat Lukas seperti istri dan anak-anaknya pernah menolak dijadikan saksi Lukas.

Kuasa hukum keluarga Gubernur Papua Lukas Enembe Mengungkapkan alasan istri dan anak Lukas Enembe tolak jadi saksi KPK.

Seperti kita ketahui istri Lukas, Yulice Wenda dan anaknya Astract Bona Timoramo telah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Oktober 2022 di Gedung KPK, dengan status sebagai saksi dugaan kasus korupsi yang dilakukan Enembe.

Roy Rening selaku tim kuasa hukum keluarga Lukas Enembe mengatakan timnya sudah bertanya langsung kepada Yulice Wenda terkait adanya dugaan pemberian gratifikasi tersebut.

Yulice mengaku bahwa ia tidak mengetahui sama sekali perihal gratifikasi tersebut.

Saat kejadian dimana 11 Mei 2020 yang diduga menjadi hari ada transfer uang untuk Lukas, saksi Yulice Wenda mengaku sedang berada di Jakarta.

“Keberadaan Yulice untuk menemani suaminya yang sedang sakit. Bagaimana bisa menjadi saksi kalau tidak melihat atau mengetahui langsung proses pemberian gratifikasi tersebut," kata Roy kepada awak media, Senin 10 Oktober 2022.

Sedangkan anak Lukas yang kini berstatus saksi, Astract Bona Timoramo Enembe, juga mengaku tidak mengetahui sama sekali tentang dugaan pemberian gratifikasi yang dimaksud KPK.

Hal tersebut dikarenakan pada saat dugaan terjadinya transfer dana satu milyar rupiah itu, Astract sedang berada di Australia, untuk menyelesaikan kuliahnya.

"Jadi memang mereka (Yulince dan Astract)  tidak mengetahui sama sekali, adanya dugaan gratifikasi tersebut. Karena saat kejadian, saksi Astract Bona Timoramo Enembe tidak berada di kediamannya, di Papua tetapi di Australia." tandasnya.

Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menegaskan,  jika tidak tahu perkara dugaan korupsi Enembe, para saksi ini baik Yulince maupun Astract diminta menjelaskan ke pihaknya secara langsung bukan melalui pihak lain.

"Jika merasa tidak tahu menahu terkait perkara tersebut, maka seluruh keterangannya silakan sampaikan langsung di hadapan penyidik oleh saksi bukan oleh pihak lain," katanya kepada media, Senin (10/10/2022).

KPK juga telah menegaskan berkali-kali agar istri dan anak Enembe kooperatif supaya penegakkan kasus tersebut lebih cepat diselesaikan.

"Maka kami berharap yang bersangkutan kooperatif dan bisa hadir sesuai dengan jadwalnya, waktu dan tempat dalam surat panggilan yang telah kami sampaikan secara patut dimaksud," lanjutnya.

"Dengan sikap kooperatif ini maka proses penegakkan hukum menjadi lebih cepat, efektif, dan efisien,” tambahnya lagi. Terlebih lagi KPK menegaskan bahwa dalam penanganan perkara ini, KPK akan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. (dpc)




Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: