RESMI! Ini Daftar Motor Dilarang Pakai Pertalite, Ada Yamaha XMAX, Honda X-ADV, Hingga Kawasaki Ninja H2
Pengendara sepeda motor saat mengantri untuk mengisi BBM di SPBU--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Siap-siap sepeda motor berbagai merek yang cubicle centimeter (CC) diatas 250 dilarang menggunakan BBM Pertalite untuk bahan bakar.
Pelarangan pembelian BBM Pertalite dilakukan seiring bakal direvisinya Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
Perpres Nomor 191 tahun 2024 ini isinya tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sebentar lagi bakal segera disahkan.
Dalam Perpres ini isinya antara lain mengatur pembatasan penerima Bahan Bakar Minyak bersubsidi dan penugasan agar jenis Solar subsidi dan Pertalite lebih tepat sasaran.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, di dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang saat ini tengah menunggu reviisi tersebut, semua akan diatur lebih mendetail penggunaan BBM bersubsidi jenis Pertalite.
"Dalam Perpres Nomor 191 Tahun 2014 isinya memang ada terkait kriteria baik itu besaran CC kendaraan dan jenis kendaraannya," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif, Kamis ( 11/05).
Revisi Perpres No. 191 Tahun 2014 juga mengenai jenis-jenis kendaraan yang boleh menggunakan BBM subsidi, sejumlah kendaraan mobil dan sepeda motor yang tidak sesuai kriteria dilarang membeli BBM jenis Pertalite.
Pasalnya, dilapangan masih banyak roda dua atau empat yang semestinya dilarang menggunakan BBM Pertalite, namun kenyataanya masih menggunakannya. Padahal jelas-jelas BBM bersubsidi dalam hal ini Pertalite dan Solar diperuntukkan untuk orang-orang benar-benar membutuhkan.
Terkait rencana kebijakan pembatasan pembelian Pertalite untuk kendaraan tertentu, akan menerapkan pelarangan untuk jenis atau tipe mobil mewah di atas 1.400 cc.
Sementara untuk kendaraan roda dua, sepeda motor di atas 250 cc akan dilarang membeli BBM jenis Pertalite.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, saat ini masih menunggu penetapan Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Menurutnya, subsidi disebut tepat jika mengarah kepada orang dibandingkan barang, karena subsidi barang beresiko lebih mudah disalahgunakan.
“Semoga (Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014) bisa segera terbit tahun ini,” ujar Saleh saat menjadi pembicara di salah satu televisi swasta nasional, Senin (08/05).
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sugeng Suparwoto menanggapi bahwa esensi dari kebijakan mengenai subsidi adalah bagaimana dapat tepat sasaran dan menjangkau masyarakat yang berhak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: