Angkutan Batu Bara Lewat Jalur Khusus, Pengawasan dari Pemerintah Harus Ditingkatkan
--
PALEMBANG, JAMBIEKSPRES.CO.ID-Sebagai sesama penghasil batubara dan komoditas lain seperti sawit, Provinsi Sumatera Selatan lebih beruntung ketimbang dua provinsi tetangganya, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Jambi.
Kedua provinsi tersebut hingga kini masih berkutat dengan masalah angkutan komoditas yang masih lalu lalang di jalanan umum.
Sebenarnya, masyarakat di Sumatera Selatan “terbebas” dari kemacetan lalu lintas akibat batubara sejak 8 November 2018 ketika Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mencabut Peraturan Gubernur Nomor 23/2013 tentang Tata Cara Pengangkutan Batu Bara di Jalanan Umum.
Dengan demikian, terhitung pada pencabutan Pergub tersebut, pemprov telah memberlakukan regulasi baru yaitu truk batu bara hanya boleh melintas di jalan khusus yang telah dibangun sepanjang 116 kilometer dari Desa Tanjung Jambu, Kabupaten Lahat sampai ke Pelabuhan Muara Lematang di Kabupaten Muara Enim. Jalan tersebut saat ini di kelola oleh PT Titan Infra Energy.
Boni Bangun dari Perkumpulan Bersih Sumsel mengatakan jika Pergub 2018 diterapkan secara optimal maka akan mengurangi dampak lingkungan karena debu batu bara. "Pergub 2018 ketika diberlakukan tidak ditemukan truk batu bara melintas jalan umum, “ kata Boni.
Namun sayangnya, karena melemahnya pengawasan di lapangan, kini mulai muncul truk-truk batubara yang melintas kembali di jalan umum. tetapi kondisi terkini truk kembali ramai," kata dia,
Ia mengungkapkan dari riset yang dilakukan Perkumpulan Bersih Sumsel, batu bara yang diangkut tersebut terbagi menjadi dua status tambang, yaitu tambang rakyat dan tambang milik perusahaan.
Sejauh ini, bukan hanya tambang rakyat tetapi tambang milik perusahaan pun melintasi jalan publik, meskipun saat ini truk-truk pengangkut batu bara sudah menggunakan penutup tetapi debu-debunya masih berterbangan karena memang tidak rapat penutupnya.
Boni mendesak pemerintah melakukan pengawasan yang tegas dan penerapan sanksi atas pelanggaran Pergub 2018 yang mewajibkan angkutan batu bara melalui jalan khusus tersebut.
"Seandainya semua aturan dan mekanisme diterapkan, optimistis dampak lingkungan dari aktivitas angkutan batu bara dapat diminimalisir," kata dia.
Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pendampingan Masyarakat Transportasi Indonesia, Sumatera Selatan Syaidina Ali mengatakan, jalan publik baik yang dibangun pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota tentu secara konstruksi bukan untuk dilintasi angkutan komoditas.
Karena itu, penting sekali tindakan tegas dari pemerintah melakukan pengawasan guna memastikan jalan publik tidak digunakan oleh angkutan batu bara atau komoditas lainnya, seperi sawit yang selama ini banyak melintas sehingga menganggu aktivitas masyarakat dan merusak jalan, ujar dia.
Menurut mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan ini, pemprov perlu segera melakukan komunikasi dengan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota dengan melibatkan ahli untuk melakukan kajian ulang terkait regulasi angkutan batu bara.
"Bukan hanya menerapkan aturan yang telah ada yaitu Pergub 2018, tetapi bagaimana melakukan pengkajian terkait dengan transportasi batu baru secara konprehensif, dari dampak lingkungan maupun dampak lalu lintas," kata dia lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: