Zona Tanpa Batas

Zona Tanpa Batas

Ary--

Blurb:

#Bagian Kedua Simpang Lima Kota Cinta

Arya Sanggara tidak pernah menebak jika jalinan kisah romansa pertama akan berakhir dengan ending di tinggal nikah oleh sang pujaan hati yang kini berganti gelar menjadi istri orang lain. Belum selesai lukanya tentang seseorang yang sudah lama pergi, kena bertambah perih lukanya saat ia harus menghadiri undangan pernikahan mantan kekasihnya itu. Demi Neptunus di Bikini Bottom Arya ingin mengakhiri masa jomblo manahunnya!

Mandala Naim yang lebih kerap disapa dengan panggilan ‘Zona’ tersebut tidak pernah berpikir, jika tahun terkahirnya di Sekolah Menengah Atas akan membuatnya terjebak bersama Om – Om ngenes yang gagal move on dari mantan kekasihnya, dan anehnya lagi Zona tidak tau sejak kapan Om – Om ngenes itu menjadi bagian kecil dari kehidupannya.

“Om, gini – gini bagusan saya kemana – mana dibanding mantan Om itu!”

“Am-Om-Am-Om, memangnya kamu keponakan saya?!”

“Terus saya harus manggil apa dong? Sayang?”

“Jauh – jauh dari saya, dasar abg!”

“Sayang…kiw!”

→→→♥♥♥←←←

Welcome back to ‘Zona Tanpa Batas’ kalian nggak akan jauh – jauh dari anak pertama, Chandra bersaudara. Siapa lagi, jelas Arya Sanggara, Mas jomblo kita tercinta. Simpang Lima Kota Cinta itu terlalu unik hanya untuk menjadi satu kisah, mungkin cerita Simpang Lima Kota Cintanya plotnya terlalu aneh, tapi jelas itu bakal direvisi di platform lain yang bisa kalian tebak dari profil saya diatas hehe, kalo di Simpang Lima Kota Cinta kalian liat Aji dengan segala kesempurnaan Cinta, biar Mas Arya kenalin sama namanya Cinta dan lukanya, cerita ini nggak berat, sefluffy hidup Arya mencari belahan jiwanya, jadi enjoy the story! Adioos!

“Ngapain sih nebak – nebak cinta? Kalo udah dikode sama semesta, mau dia di afrika selatan sekalipun, kalo tempat pulangnya kamu, dia nggak akan kemana – mana, baliknya tetap ke kamu, bahkan sekalipun momen itu nggak pernah ada di akal kamu. Namanya Cinta, nggak dugun – dugun, nggak seru itu romansa!”

-Catatan Jomblo Manahun, Arya Sanggara.

>>>***<<<

“Prelude: Free-Zone”

Arya tidak tahu bagaimana akhirnya ia harus terjebak diantara gang sempit dengan seorang perempuan yang masih berseragam SMA? What the fuck! Apa yang terjadi dengan takdir dan dunianya, hingga ia kini merasa bahwa ia tak lebih dari seorang pedofil yang akan mengerjai anak perempuan orang lain, belum cukup umur lagi! Arya bergerak tidak karuan, berusaha keluar dari gang sempit yang menghimpit tubuhnya ini, untuk satu orang manusia saja, gang ini terasa tidak masuk akal untuk dimasuki, apalagi dengan dua orang?! Jadi bayangkan mepetnya tubuh Arya dan perempuan asing yang tidak dikenalnya ini!

“Om bisa diam dulu nggak sih? Nanti kita ketahuan!” Bisik perempuan tersebut kesal, menatap Arya tajam. Demi boneka bebeknya yang sudah ia simpan dari zaman entah kapan, Demi apapun Arya tidak setua itu untuk dipanggil OM?! Hell! Umurnya memang sudah lewat tiga puluh, lantas bukan berarti bocah tengik satu ini bisa memanggilnya OM!

“Kamu bukan keponakan saya! Jadi jangan seenaknya manggil saya om!” Kesal Arya, masih berbisik – bisik. Sebab satu oktaf suara saja mereka naikkan, Arya bahkan tidak dapat menjamin bahwa ia akan dapat pulang ke Jakarta dengan wajah tampannya yang masih utuh.

“Dasar nggak sadar diri, udah tua juga.”

Arya tidak tuli untuk mendengar bisikan bocah SMA itu, telinganya masih berfungsi dengan sangat baik, belum lagi jarak mereka yang sangat dekat, sedikit saja Arya memajukan wajahnya, maka akan dipastikan Arya dapat mencicipi belah bibir yang sejak tadi membuat darahnya terus saja mendidih. Arya bergerak semakin brutal, berusaha meloloskan diri untuk keluar dari gang sempit nan bau itu. Peduli amat dengan wajah babak belurnya, setidaknya tidak tampan pun dirinya, Arya masih bisa menggaet wanita dengan segala materi yang ia punya.

“Om ngaceng ya? Dari tadi nggak bisa diam.” Perempuan tersebut berkata dengan nada datar, seolah kata – kata tidak senonohnya tadi bukanlah masalah apapun untuknya, bagi Arya yang hidup dengan didikan sopan santun yang amat kental, sungguh rasanya sangat tidak dapat diterima, diperlakukan seperti itu oleh perempuan yang bahkan masih dengan status pelajarnya. Arya ingin sekali menjejalkan sambal ulek milik Mama pada perempuan tersebut, namun mengingat ia tengah di Bandung dan Mama di Jakarta rasanya juga mustahil, dan untuk sesaat Arya hanya mampu menghela nafasnya berulang kali dengan wajah memerah menahan emosi.

Arya tidak lagi membalas perkataan perempuan tersebut, dibanding meladeni perempuan yang Arya yakini tidak membawa otaknya dengan penuh, bahkan tidak dengan setengahnya. Arya memusatkan perhatiannya pada jam tangan Rolex yang melingkar mewah di pergelangan tangannya, kemudian mengamati sekitarnya. Ini sudah lebih dari lima belas menit, sejak mereka berdua bersembunyi dari kejaran sekumpulan preman pasar. Bahkan Arya tidak terlibat apapun selain dirinya yang tidak sengaja terseret arus aksi kejar – kejaran itu yang membuatnya terjebak naas, terlebih dengan perempuan setengah gila, menurutnya. Dan untuk saat ini, Arya rasa sudah aman untuk keluar dari kejaran preman – preman brutal itu.

“Minggir!” Ujar Arya ketus, mendorong perempuan tersebut keluar dari gang, yang menyebabkan perempuan tersebut terjungkal dengan sangat tidak etis di tanah yang setengah basah bekas hujan semalam. Arya tidak repot – repot untuk mengulurkan tangannya, atau sekedar berbalik untuk bertanya apa bocah itu baik – baik saja akibat ulahnya, sesaat Arya mati rasa tanpa belas kasihan di hatinya. Lagipula untuk apa mengasihani bocah yang tidak tau aturan dan sopan santun, terlebih caranya bersikap cukup membuat Arya muak untuk lebih lama terjebak bersamanya.

“Om,”

Arya tidak menggubris panggilan itu sama sekali, ia biarkan suara nyaring bocah perempuan itu terbawa seiring angin yang berhembus.

“Om yakin American Express-nya nggak mau balik?”

Tidak sampai sedetik, Arya berbalik dengan mata melotot lebar, ia raba sakunya dengan cepat, memeriksa ekstensi keberadaan dompet berharganya, Demi Neptunus di kartun Spongebob favoritnya, Arya bisa kehilangan jam tangan Rolexnya yang hampir merogoh setengah gaji bulanannya, namun tidak dengan dompetnya. Kehidupan Arya bergantung sepenuhnya pada dompet tua nan bututnya itu.

“Pencuri!” Teriak Arya, sayangnya teriakan Arya tidak digubris sama sekali oleh perempuan dengan balutan seragam SMA itu, mata perempuan tersebut malah menyipit, mengeluarkan satu demi satu barang – barang yang ada di dompet Arya, hingga ia menemukan dua lembar foto polaroid yang berukuran lebih kecil dari ukuran seharusnya. Perempuan tersebut terkekeh, melempar kembali dompet Arya yang isinya sudah berhamburan ketanah. Dan dengan cepat berlari meninggalkan Arya, memanjat dinding yang tidak terlalu tinggi, meninggalkan Arya dengan wajah nelangsanya.

Adios!” Ucap perempuan tersebut, sebelum benar – benar menghilang, perempuan tersebut tersenyum picik, menunjukkan barang yang terjepit diantara jari telunjuk dan tengahnya kepada Arya dengan sengaja. Dan Arya tidak bisa untuk tidak mengumpati bocah kurang aja itu, yang sudah membuat harinya begitu sial.

“SIALAN!” Teriak Arya, menendang barang apapun yang ada di sekitar kakinya, yang naasnya adalah batu berukuran sedang yang cukup menyakitkan untuk ditendang oleh jari jemarinya, Arya meringis, menjinjit dengan satu kaki, sedang kaki lainnya ia pegangi, “Batu Juancok!” Umpat Arya menahan kesal setengah mati.

Dan diatap rumah tak jauh dari posisi Arya, perempuan yang dikatai Arya dengan bocah sialan itu terkekeh pelan, sebelum menjatuhkan dirinya dari atap kemudian menghilang tanpa seorang pun tahu keberadaannya. Dan dengan begitu, baik Arya dan bocah perempuan itu, bertemu dan mengakhiri hari sial mereka dengan cara yang begitu unik. (bersambung)

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait