>

Menjadi Pemimpin yang Mencintai dan Dicintai

Menjadi Pemimpin yang Mencintai dan Dicintai

Angga Setiawan Rahardi--

Di tahun 2021 gue pernah ngikutin sebuah seminar kepemimpinan dengan tema “bagaimana menjadi pemimpin yang dicintai”. Lagi dan lagi tema yang sudah banyak bertebaran di berbagai media sosial, artikel, bahkan buku. Sebenernya gue nggak begitu setuju dengan tema itu, jadi di akhir seminar gue coba berdiskusi dengan salah satu peserta yang merupakan salah satu inisiator seminar tersebut. Gue mempertanyakan kenapa seorang pemimpin harus dicintai bawahannya, bukankah lebih baik seorang pemimpin lebih dulu mencintai bawahannya? Sang inisiator seminar tersebut menjelaskan dengan argumennya, tapi hati gue masih tetap nggak bisa nerima. Meskipun begitu gue tetap menghargai pendapatnya, karena setiap orang memiliki pemikirannya masing-masing.

 

Konsep mencintai dan dicintai

Kebanyakan orang mendefinisikan cinta itu adalah rasa suka kepada sesuatu dan ini sifatnya kebetulan seperti anugerah dan bersifat tiba-tiba. Lalu seperti apa yang dinamakan mencintai? Menurut Erich Fromm cinta itu juga seperti seni, maka kita harus paham apa itu cinta dan harus dipelajari serta dipraktekkan, cinta itu nggak datang secara tiba-tiba yang sering disebut dengan istilah Fall in love, tapi cinta itu adalah rasa yang harus diusahakan dan dibangun atau Stand in love. Jadi urusannya bukan tentang apa yang kamu cintai tapi bagaimana kamu mencintai. Untuk menjadi pribadi yang mencintai, maka fokuslah bagaimana kamu mencintai yang baik bukan kepada apa yang kita cintai.

Seorang pemimpin yang bisa memainkan perannya sebagai seorang pemimpin, pasti mengerti bagaimana cara mencintai bawahannya di lingkungan kerjanya, terlebih pekerjaannya. Fokusnya adalah ingin memberikan yang terbaik kepada apa yang dicintainya. Secara otomatis dalam hatinya akan muncul rencana, berusaha menjalankan rencananya untuk memberikan yang terbaik, berusaha untuk memperbaiki apa yang dicintainya, serta berani bertanggungjawab dengan akibat yang muncul dari setiap tindakannya. Dan yang paling penting bagi seorang pemimpin yang mencintai, dia akan merasa ikhlas tanpa pamrih memberikan yang terbaik kepada apa yang dicintainya. Hal ini selaras dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yaitu:

a. Programmer (pembuat program), seorang pemimpin harus mampu membuat program;

b. Executor (menjalankan program), seorang pemipin harus mampu menjalankan program yang telah dibuatnya;

c. Developer (mengembangkan SDM), seroang pemimpin harus mampu mengatur dan mengembangkan potensi yang ada pada bawahannya;

d. Responsible (bertanggungjawab), seorang pemimpin harus berani bertanggungjawab terhadap hasil yang telah dicapai oleh bawahannya.

Sementara seorang pemimpin yang “hanya ingin” dicintai, fokusnya hanyalah kepada dirinya sendiri, bersifat egois, tidak merasa bebas dalam berbuat karena dalam bertindak dia akan memikirkan bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya, dia akan takut kehilangan simpati dari bawahannya, dan yang paling buruk dari itu semua adalah seorang pemimpin yang ingin dicintai, dia akan kehilangan rasa ikhlas dan selalu pamrih dalam berbuat sesuatu karena setiap tindakan dan kebijakannya timbul karena rasa ingin dicintai.

 

”love is expression of the one who love not of those one who is loved”

Cintai itu ekspresi dari orang yang mencintai bukan dari orang yang dicintai.

Seorang pemimpin yang mencintai maka dia akan sibuk mengekspresikan cintanya kepada bawahannya tanpa berpikir apakah dia akan mendapatkan cinta dan simpati dari bawahannya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: