Rashdul Kiblat Global: Momentum Verifikasi Arah Kiblat
Tasnim Rahman Fitra--
Oleh: Tasnim Rahman Fitra
Penulis adalah dosen Ilmu Falak (Astronomi Islam) UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Persoalan kiblat merupakan salah satu permasalahan yang telah diakomodir sejak zaman Rasulullah S.A.W, namun sampai sekarang masih menjadi sebuah kajian penting dalam khazanah keilmuan Islam. Hal ini menjadi urgen karena kiblat merupakan bagian dari tuntunan syari`at Islam yang diimplementasikan dalam menjalankan beberapa ritual ibadah.
Kiblat sendiri secara harfiah diartikan sebagai segala sesuatu yang ditempatkan pada bagian depan atau sesuatu dimana kita menghadap kepadanya. Jadi secara harfiah kiblat mempunyai pengertian arah kemana orang menghadap. Sedangkan menurut Istilah, kiblat diartikan dengan pengertian yang bervariasi, Abdul Aziz Dahlan dalam Ensiklopedia Hukum Islam misalnya menjelaskan bahwa kiblat adalah bangunan Ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah. Sementara itu, Harun Nasution dalam Ensiklopedi Islam Indonesia mengartikan kiblat sebagai arah untuk menghadap pada waktu shalat. Namun jika kita cermati, defenisi kiblat yang variatif ini kesemuanya merujuk kepada arah Ka`bah yang terdapat di dalam Masjidil Haram.
Pada masa Rasulullah SAW masih hidup bersama-sama sahabat, beliau sendiri yang menunjukkan arah kiblat apabila berada di luar kota Mekkah. Penentuan arah kiblat menjadi semakin rumit ketika sahabat mulai mengembara jauh dari kota Mekah dan tidak ada lagi Rasulullah SAW yang akan menunjuki arah kiblat kepada mereka. Saat itu mereka mulai mempelajari metode penentuan arah kiblat seperti dengan cara merujuk kepada kedudukan bintang-bintang dan Matahari yang dapat memberi petunjuk arah Kiblat. Di tanah Arab, bintang utama yang dijadikan rujukan dalam penentuan arah adalah bintang Qutbi (bintang Utara), yakni satu-satunya bintang yang menunjuk tepat ke arah utara Bumi. Berdasarkan kepada bintang ini dan beberapa bintang lain, arah kiblat dapat ditentukan dengan mudah. Usaha untuk menentukan arah kiblat generasi awal itu kemudian dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya. Di antara usaha tersebut seperti yang dilakukan oleh Khalifah al-Makmun (813 M). Beliau memerintahkan supaya koordinat geografi Kota Mekkah ditentukan dengan tepat supaya arah kiblatnya dari Baghdad dapat dihitung dengan baik.
Seiring dengan perkembangan zaman, teori-teori penentuan arah kiblat yang telah dirumuskan oleh ilmuan terdahulu kemudian diteliti kembali oleh ilmuan-ilmuan yang muncul belakangan. Hasilnya, perhitungan arah kiblat terus mengalami penyempurnaan-penyempurnaan. Sampai saat ini bisa dikatakan bahwa perhitungan arah kiblat yang ada dan digunakan telah memiliki akurasi yang tinggi.
Namun, perhitungan arah kiblat tidak hanya sekedar berbentuk perhitungan matematis yang berusaha mencari ketepatan arah dimana Ka`bah berada, namun karena permasalahan kiblat merupakan permasalahan ibadah, maka perhitungannya pun haruslah disesuaikan dengan tuntunan syar’i berkaitan dengan kiblat tersebut. akurasi setinggi apapun jika tidak sesuai dengan tuntunan syar’i akan berdampak pada keabsahan dari ibadah yang bersangkutan.
Berkaitan dengan hal di atas, maka seorang yang akan melaksanakan shalat tentu mempunyai keharusan untuk memaksimalkan usahanya untuk menghadap arah kiblat setepat mungkin. Sehingga hal yang terpenting adalah memperhitungkan arah menghadap kiblat secara akurat. Karena dalam konsep ibadah, keyakinan akan lebih mantap bila dibangun atas dasar keilmuan yang dapat mengantarkan ke arah yang lebih tepat dalam hal menghadap kiblat.
Penentuan arah kiblat dapat dilakukan dengan berbagai metode dengan kerumitan yang berbeda pula, salah satu metode paling mudah dengan akurasi yang baik adalah dengan menggunakan metode Rashdul Qiblat Global yang berpedoman kepada bayangan Matahari.
Matahari sendiri memiliki peranan penting dalam penentuan arah, contohnya pergerakan semu harian Matahari (pergerakan Matahari dari Timur ke Barat) yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan arah sejati. Dengan memanfaatkan pergerakannya yang teratur, arah kiblat pun bisa ditentukan. Ada masanya ketika bayangan benda yang terkena sinar Matahari akan langsung menunjuk ke arah kiblat. Oleh karena itu, metode ini sering disebut sebagai metode pengukuran arah kiblat dengan menggunakan bayang-bayang kiblat. Dalam kajian ilmu Falak, metode ini disebut juga degan metode pengukuran arah kiblat dengan memanfaatkan peristiwa Rashdul Qiblat Global.
Rashdul Qiblat didefinisikan sebagai waktu di mana bayangan benda yang terkena sinar Matahari menunjuk ke arah kiblat, yaitu setiap tanggal 28 Mei (atau tanggal 27 untuk tahun kabisat/panjang) pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli (atau tanggal 15 untuk tahun kabisat/panjang) pukul 16.27 WIB, kemudian dinamakan Yaum ar- Rashd al-Qiblah, karena pada tanggal-tanggal dan jam tersebut Matahari tepat berada di atas Ka’bah. Rashdul Qiblat pada tanggal-tanggal tersebut disebut Rashdul Qiblat Global, karena peristiwa ini dialami oleh sebagian daerah di Bumi yang mengalami siang saat tengah hari di kota Mekah.
Peristiwa Rashdul Qiblat Global terjadi karena perjalanan Matahari yang berbeda setiap tahunnya. Posisi Matahari yang berubah-ubah terhadap ekuator atau yang disebut juga dengan deklinasi Matahari. Deklinasi matahari memang berubah sewaktu-waktu selama satu tahun, tetapi pada tanggal-tanggal yang sama, bilangan deklinasi itu kira-kira sama pula. Inilah yang menyebabkan Matahari selama satu tahun akan dua kali berada tepat di atas Ka`bah.
Tahun 2022 tergolong kepada tahun Kabisat (Panjang), ini ditandai dengan jumlah hari di bulan Februari yang hanya berjumlah 29 hari. Oleh sebab itu, peristiwa Rashdul Qiblat Global pertama di 2022 akan terjadi pada hari ini, yaitu hari Jum`at 27 Mei 2022 pukul 16.18 WIB, pada waktu ini bayangan benda tegak lurus akan mengarah ke Ka`bah. Peristiwa ini merupakan momentum bagi kita semua untuk memverifikasi kembali arah kiblat di tempat kita masing-masing. Momentum ini tentu juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Jambi jika kondisi cuaca cerah dan memungkinkan untuk mendapatkan bayangan Matahari.
Metode penentuan arah kiblat dengan memanfaatkan peristiwa Rashdul Qiblat Global sangat mudah sekali, yaitu cukup dengan mencari tempat yang terkena sinar matahari, kemudian mendirikan sebuah benda tegak lurus pada bidang yang datar, maka bayang-bayang yang dihasilkan secara otomatis akan mengarah langsung ke Ka`bah. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah waktu penentuan harus tepat pada jam 16.18 WIB (sesuaikan dengan waktu radio, televisi atau internet), benda yang didirikan harus benar-benar tegak lurus dan bidang tempat mendirikan benda tersebut haruslah benar-benar datar. Namun karena metode ini bergantung pada cahaya Matahari, ia tentu tidak bisa dilaksanakan ketika cahaya Matahari terhalang, misalkan tertutup awan, hujan dan lain sebagainya.
Metode penentuan arah kiblat melalui rashdul kiblat global ini menjadi penting diketahui mengingat penentuan arah kiblat yang berkembang di tengah masyarakat masih sangat rentan dengan kesalahan, misalnya dengan menggunakan kompas arah kiblat tanpa memperhitungkan medan magnetik daerah dan kondisi tempat di mana dilakukan pengukuran. Metode lain dewasa ini juga berkembang di tengah masyarakat, yaitu menggunakan aplikasi android yang sangat bergantung kepada signal dengan ketelitian yang bisa dikatakan rendah.
Mengingat metode Rashdul Qiblat Global adalah metode yang praktis, bisa dipraktekkan oleh siapa pun, dan tergolong memiliki akurasi yang baik, maka ia tentu merupakan solusi dalam memverifikasi kembali arah kiblat di tempat kita masing-masing. Hal ini menjadi penting karena menghadap kiblat merupakan bagian dari Ibadah umat muslim dan penentuannya pun juga menjadi keharusan dalam rangka mengusahakan kesempurnaan ibadah itu sendiri. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: