>

KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI

KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI

Tontonan dan Culture

Proses dari sekedar menonton TV untuk dapat berubah menjadi suatu perilaku membutuhkan waktu yang cukup panjang/simultan. Menjadi permasalahan jika yang disajikan adalah padat dengan unsur kekerasan sepanjang hari, sehingga menjadi terbiasa. Bukankah biasa karna terbiasa?. Apalagi jika kondisi lingkungan mendukung. Saya ambil contoh jika kita sehari saja menonton film laga dan sinetron, yang durasinya + 3 jam. Seminggu menjadi 21 jam, sebulan 90 jam. Jika ini menjadi ‘makanan’ rutin, maka pola sikap penonton apakah “tidak apa-apa”?. Anak belajar untuk tidak menyukai dan memukul sebagai bentuk ia tidak menyukai, dan hal itu di jadikan hal yang biasa. Suka melanggar aturan, menjadi orang yang suka marah dan keinginan hidup bermewah-mewah.

Solusi yang dapat ditawarkan disini adalah sangat menarik jika kebiasaan menonton TV disertai pengawasan dari orang tua. Pengawasan bisa dimulai dari mengenal teman-teman anak, bersama-sama menonton di depan TV sekaligus memberikan penjelasan pada tontonan yang ditonton, membatasi tontonan TV dengan membuat kesepakatan bersama anak dalam batasan menonton TV. Sangat percuma jika kita batasi di rumah saja, dimana ada orang tua yang mengawasi. Bukankah tontonan dapat diakses dari mana dan kapan saja, lewat hp atau gadget yang bertebaran dan murah untuk dimiliki. Sekali lagi kepercayaan yang dibangun atas kesepakatan bersama orang tua dan anak dalam menonton tontonan dibutuhkan. Ingat,bukankah kalau orang tua sudah membuat kesepakatan dengan anak, maka orang tuapun harus memberikan contoh yang sesuai?.

Selain dari dalam diri penonton, akan lebih bijak dan arif bila lembaga penyiaran, menyiarkan program acara yang tidak saja mementingkan komersil belaka. Dengan kejadian kekerasan yang marak terjadi dikalangan pelajar, besar harapan saya lembaga penyiaran nasional dan Jambi (khususnya) dapat lebih kreatif untuk memproduksi siaran dengan memperhatikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang merupakan turunan dari Undang-undang penyiaran. Lembaga penyiaran dapat membuat program yang memberikan wadah buat pelajar dan ruang informasi dan pendidikan yang bermutu buat generasi muda. Selain itu tak kalah penting adalah peran serta masyarakat dalam mengawasi siaran televisi, jika dalam siarannya terdapat tontonan yang merugikan dan meresahkan masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan melalui Komisi Penyiaran Indonesia. ****

 

Penulis

Novi Ariyani, S.Pd

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jambi

Koordinator Bidang Kelembagaan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: