Pengolahan Minyak Tradisional di Mana-Mana

  Pengolahan Minyak Tradisional di Mana-Mana

PEMBIARAN diduga menjadi penyebab makin maraknya kasus pencurian minyak yang terjadi di sepanjang Tempino\"Plaju. Bahkan, aktivitas ilegal pengolahan minyak di Desa Bayat Illir, Kecamatan Bayung Lencir, Sungai Lilin, Musi Banyuasin, tidak pernah disentuh petugas maupun perangkat desa setempat. Padahal, minyak yang diolah diduga hasil curian dari berbagai titik wilayah.

  Diduga, para pencuri mengambil minyak di sepanjang Tempino\"Plaju dan membawanya ke Desa Bayat Illir untuk diolah. Di beberapa tempat di desa itu, bisa ditemukan pengolahan minyak yang dilakukan secara tradisional. Sebagian besar wilayah desa tersebut memang berupa hutan. Lokasi itu dinilai cocok untuk dijadikan tempat pengolahan minyak mentah. Di sana, penyulingan dilakukan secara tradisional hingga minyak menjadi bensin maupun solar. Bahan bakar premium pun bisa diolah di sana. Itu bergantung pada permintaan dari penyalur atau pembeli.

  Di jalan desa sepanjang 4 kilometer tersebut, di kanan dan kiri banyak berdiri gubuk yang menjadi lokasi pengolahan minyak. Di situ, tampak tangki-tangki besar serta drum-drum untuk menampung hasil olahan minyak. Di tempat itu saja, diperkirakan ada 1.200 tungku tangki yang dipakai untuk mengolah minyak mentah tersebut.

  Di pinggir jalan, gubuk-gubuk itu menanti berbagai jenis kendaraan yang siap menampung hasil olahan minyak. Tidak hanya truk tangki, tetapi juga mobil-mobil biasa, seperti APV dan Carry. Berdasar pantauan Jawa Pos, di dalam mobil-mobil itu ada tangki-tangki yang dipakai untuk menampung minyak.

  Bisa jadi mereka adalah pembeli atau penyalur minyak olahan tersebut. Minyak itu kemudian dijual dengan harga yang amat murah, jauh di bawah harga pasar.

  Harga solar, misalnya, hanya sekitar Rp 2.500\"Rp 3.000. Itu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan banderol resmi Pertamina. Pengolahan minyak secara mandiri memang menjadi persoalan baru sejak keluarnya Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2008 yang memperbolehkan warga untuk mengelola sumur-sumur tua. Namun, dalam permen itu disebutkan bahwa minyak yang telah dikelola warga harus diserahkan kepada Pertamina. \"Tapi, ini tidak diserahkan ke Pertamina. Melainkan, dijual sendiri oleh mereka. Ada penadah yang siap menampung hasil olahan mereka,\" ujar salah satu sumber di lapangan.

  Camat Banyu Lencir Demon Hardian Eka Suza mengatakan, kegiatan penyulingan di Desa Bayat sejatinya sudah berlangsung lama. Berdasar keterangan warga, minyak yang mereka olah berasal dari sumur-sumur tua yang ada di beberapa daerah. Hasil penyulingan itu beragam, mulai bensin hingga solar. \"Tapi, penyulingan itu sebenarnya nggak dibenarkan. Hasil atau kualitas penyulingan tidak sama dengan bahan bakar yang dijual di SPBU,\" jelasnya.

  \"Masalahnya, kita nggak tahu minyak itu benar-benar dari sumur tua atau dari mana. Yang jelas, Pertamina tidak mau menampung minyak hasil sulingan  warga,\" jelasnya. Alhasil, warga menjual kepada para pembeli yang datang ke desa mereka.

  Namun, Demon tidak bisa memastikan bahwa minyak itu adalah hasil dari sumur tua peninggalan Belanda atau hasil curian. \"Saya nggak bisa menuduh. Tapi, ada yang dari sumur-sumur tua,\" jelasnya. Yang pasti, pihaknya sudah melarang aktivitas itu, tetapi tidak digubris warga. Buktinya, hingga sekarang aktivitas tersebut tetap berlanjut.

  Menurut Demon, hal itu disebabkan permintaan dari luar terhadap minyak hasil olahan mereka cukup tinggi. Banyak pembeli yang berdatangan ke desa tersebut. Meski demikian, tidak semua orang bisa melintas di desa itu. Kecuali, para pelanggan mereka. Daerah tersebut juga terkenal rawan kejahatan.

(kit/c6/nw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: