Aset Eks BP Migas Diaudit
JAKARTA - Paska dibubarkan Mahkamah Agung, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan audit menyeluruh terhadap aset BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas). Selanjutnya, aset tersebut dikuasai sepenuhnya oleh negara.
\"Saya harus menerima keputusan ini meskipun seperti pil pahit. Sekarang saya ini sedang mempersiapkan file untuk audit untuk transisi dari BP Migas ke lembaga sementara dibawah Kementerian ESDM,\" ujar mantan Kepala BP Migas, R Priyono saat dihubungi kemarin (15/11). Meski begitu ia masih menyayangkan keputusan MK yang terkesan buru-buru itu.
Pihaknya masih merasa didzalimi oleh putusan MK tersebut. \"Bagi kami eks-BP Migas, masalah mendasarnya adalah kedzaliman MK, karena untuk suatu keputusan yang penting seperti itu MK tidak meminta dan menghadirkan BP Migas untuk memberikan penjelasan,\" cetusnya.
Priyono menegaskan, MK secara tiba-tiba tanpa dikonfrontir, langsung memberikan sanksi tegas, dan BP Migas harus langsung menerima untuk dibubarkan. \"Ya kami langsung divonis, tanpa pernah saya (Kepala Bp Migas saat itu) diminta hadir, untuk dikonfrontir atau memberi pejelasan kepada MK. Zaman transparan seperti ini kok masih ada seperti itu,\" keluhnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida menyoroti kebijakan Presiden SBY pasca pembubaran BP Migas. Sebelumnya SBY menyatakan semua kontrak kerjasama (KKS) yang sudah ditanda tangani tetap berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Laode, kebijakan ini perlu dicermati secara hati-hati, karna berpotensi melanggar substansi judicial review UU Migas dan sekaligus melanggar pasal 33 UUD 1945.
\"Seharusnya seluruh KKS ditinjau kembali untuk menyesuaikannya dengan original intent atau hakekat maksud dari judicial review itu,\" kata Laode yang aktif mengikuti proses persidangan di MK, itu.
Dia mengingatkan judicial review itu diajukan karena para pihak penggugat prihatin dengan adanya eksploitasi sumber daya alam (SDA) nasional, khususnya migas yang dilakukan berdasarkan KKS. Praktek ekploitasi tersebut hanya menguntungkan sekelompok pengusaha, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya KKS yang eksploitatif itu menjadi inti gugatan ke MK.
\"Artinya, Presiden SBY seharusnya terlebih dahulu berkonsultasi dengan pihak pemohon judicial review sehingga tidak kembali mengulang pelanggaran konstitusi,\" tegas Laode.
Senator dari Sulawesi Tenggara itu menambahkan sektor migas diduga merupakan sumber \"perahan\" terbesar bagi pihak penguasa dan parpol yang tengah berkuasa. Sehingga pelimpahan kewenangan dari BP Migas ke Kementerian ESDM yang menterinya juga dari parpol penguasa berpotensi hanya menggeser bandul masalah.
\"Tanpa membuat aturan yang sesuai dengan semangat judicial review, maka boleh jadi hanya akan mengalihkan lembaga pengelolanya sementara substansinya sama saja,\" kritiknya. Bahkan, kebijakan semacam ini dapat semakin mempermudah akses pihak yang mau memanfaatkan sesuai kepentingan pribadi atau kelompok yang tengah berkuasa.
\"Apalagi dalam menghadapi tahun politik 2014. Wah, bagai kejatuhan durian matang,\" sindir Laode.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin selaku pengaju judicial review juga merasa tidak puas dengan langkah Presiden SBY menerbitkan Perpres Nomor 95 Tahun 2012. Peraturan tentang pengalihan pelaksana tugas dan fungsi kegiatan usaha hulu minyak dan gas itu dianggap bertentangan dengan keputusan MK.
Bukan tanpa alasan Din menyebut hal itu. Menurutnya pembentukan unit kerja pelaksana kegiatan usaha hulu migas di Kementerian ESDM tetap tidak mewakili pemerintah dalam mengurus migas. Adanya unit itu membuat kontrak kerja sama antara asing tidak dengan pemerintah.
\"Tidak G to B (Goverment to Bussiness) atau B to G (Bussiness to Goverment). Masih B to B (Bussiness to Bussiness) lantas dibawa ke Kementerian ESDM,\" ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: