In Lance Armstrong We Don\"t Trust
Saya buka bungkusan tadi dan ternyata isinya air minum, makanan, dan medali. Saya surprise! Teman-teman senang dan memotret saya bersama sepatu jebol dan medali.
Ternyata foto itulah yang beredar di internet dan tersiar ke mana-mana. Tanpa saya tahu, Komunitas Pelari Indonesia online marah karena saya dianggap tidak punya karakter. Bahkan, beritanya dimuat di koran Tempo.
Walaupun telat karena tidak tahu, saya menulis surat elektronik kepada komunitas itu via Facebook untuk minta maaf. Saya khilaf! Saya tidak membaca aturan bahwa peserta tidak boleh balik masuk lintasan.
Semua terekam di internet karena ada chip di nomor peserta. Saya juga menulis surat kepada Kementerian Parekraf untuk mengembalikan medali yang tidak pernah saya minta. Kementerian Parekraf mengembalikannya kepada panitia New York Marathon. Tetapi, panitia justru menjelaskan bahwa itu bukan kesalahan saya karena medali tersebut diberikan sebagai suvenir bukan sebagai tanda finis.
Saya tidak di-ban seperti yang ditulis di peraturan, tapi malah diundang ke New York Marathon berikutnya. Sekarang kaki kiri saya sakit permanen akibat joging dengan sepatu jebol itu. Sampai sekarang pun masih sering terasa ngilu. Saya sempat sakit hati karena dihakimi banyak orang, sementara saya sendiri tidak tahu kesalahan saya.
Itulah hadiah untuk HUT ke-64 saya tahun lalu. Pelajaran berharga untuk selalu membaca peraturan suatu event, tidak asal difoto karena bisa menimbulkan kesalahpahaman, dan harus cepat update supaya tidak telat minta maaf.
Saya berharap, Komunitas Pelari Indonesia sekali lagi memaafkan saya atas kecerobohan saya. Semoga terus bisa membawa nama Indonesia dengan karakter dan sportivitas tinggi. Saya tentu akan berusaha agar tidak mengulang kebodohan-kebodohan semacam itu setelah memasuki usia ke-65.
Saya bukan Lance Armstrong. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: