In Lance Armstrong We Don\"t Trust

 In Lance Armstrong We Don\

Oleh Hermawan Kartajaya

 Berita ditariknya gelar juara pembalap sepeda Lance Armstrong, yang tujuh kali memenangi Tour de France, akibat skandal pemakaian doping membuat saya miris. Ingat akan apa yang saya alami menjelang akhir 2011, saat itu saya dengan senangnya mengikuti rombongan Kementerian Parekraf ke New York Marathon. Saya bergabung sebagai special ambassador for Indonesia tourism untuk mendukung sponsorship sebuah event akbar Wonderful Indonesia.

 Saya senang joging, pernah ikut Bali 10K tiga kali dan Borobudur 10K sekali. Dua kali bikin HK\"10K di Jakarta untuk memperingati hari ulang tahun saya. Tetapi, saya harus stop joging lantaran dilarang dokter. Dikhawatirkan, back pain saya kambuh setelah lari.

 Sejak berangkat dari Jakarta, saya sudah katakan bahwa saya tidak akan kuat ikut lari maraton sejauh 42,195 kilometer itu. Bisa mampus saya. Saya akan joging saja sekitar lima sampai sepuluh kilometer, lalu balik naik kendaraan umum.

 Sesampai di New York, saya bersama para petinggi Kementerian Parekraf dan lebih dari 20 pelari Indonesia, termasuk Sandiaga Uno, diterima KJRI New York. Saya jelaskan bahwa keikutsertaan tim Indonesia bertujuan untuk charity dan menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang hebat.

 Saya dikenalkan kepada Annie, panitia penyelenggara yang memberi saya nomor line subway, kapan saja saya keluar dari lintasan nanti, supaya cepat menuju garis finis di Central Park. Karena di situlah, di balkon VIP, Konjen RI bersama pejabat Kementerian Parekraf menunggu para pelari Indonesia masuk garis finis.

 Saya diberi tanda pengenal VIP supaya bisa masuk ke balkon. Sebelum start, saya pun sibuk membuat wawancara dan gambar serta video dari komentar beberapa pelari Indonesia untuk Radio Internet Marketeers. Termasuk dengan Dubes Dino Patti Djalal. Hati saya sangat gembira bisa joging lagi. Lagu I\"ve Got a Feeling mengiringi puluhan ribu orang yang mulai berlari itu.

 Suasana begitu menyenangkan karena bukan hanya pemandangan indah yang dilalui. Melainkan juga sambutan berbagai komunitas di kanan dan kiri jalan. Ada yang bermain band, ada yang memberi minum gratis, bahkan ada yang mengajak give me five di pinggir jalan.

 Ternyata, saya hanya bisa joging sejauh lima mil karena alas sepatu sisi kiri saya yang sudah butut njeplak. Saya mencopotnya sekalian, tapi saya paksakan untuk terus lari sampai ketemu stasiun subway.

 Di situ saya cari nomor line yang diberi Annie. Ternyata keretanya lagi tak jalan. Sialnya, saya lupa bawa uang koin sehingga tidak bisa beli tiket.

 Untung, ada orang baik hati yang membayari saya 1 dolar 25 sen lewat line beda dengan tujuan Central Park. Sampai di tujuan, saya ternyata tidak bisa memasuki tempat finis. Ribuan orang ada di pinggir jalan menjelang garis finis. Semua jalan ke sana pun ditutup.

 Sementara itu, saya ditelepon terus karena ditunggu bergabung di balkon. Tanda pengenal VIP yang saya tunjukkan kepada polisi tidak laku. Polisi justru memperbolehkan saya kembali masuk lintasan karena saya juga pakai tanda peserta.

 Saya masuk lintasan lagi, jalan santai sampai finis sambil foto-foto. Setelah masuk garis finis, saya bertemu Annie. Waktu dia tanya, saya jawab bahwa saya naik subway yang lain dan sepatu saya jebol.

 Dia tanya, apakah saya sudah dapat medali? Saya jawab, saya tidak melapor ke meja panitia karena memang pulangnya naik subway. Annie pergi dan balik dengan memberikan bungkusan kepada saya. Dia juga mengantar saya ke balkon untuk bergabung dengan rombongan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: