PBB Siap Akui Negara Palestina Berdaulat

PBB Siap Akui Negara Palestina Berdaulat

Hari Ini, Majelis Umum Adakan Pemungutan Suara

NEW YORK - Upaya Palestina untuk mendapatkan status sebagai negara berdaulat diperkirakan akan berjalan mulus dalam pemungutan suara yang diadakan oleh Majelis Umum (MU) PBB di Kota New York, AS, kemarin (29/11) waktu setempat atau hari ini WIB (30/11). Meski demikian, ada ancaman bahwa AS dan Israel selaku sekutu utamanya siap menjegal langkah Palestina tersebut.

MU PBB diperkirakan secara tak langsung memberikan pengakuan sebagai negara yang berdaulat pada Palestina. Sebuah resolusi yang didukung mayoritas negara anggota PBB bakal mengubah status pengamat Otoritas Palestina (selaku pemerintahan dan wakil sah dari rakyat Palestina) dari setingkat entitas menjadi negara non-anggota.

Ini mirip status Vatikan. Resolusi itu diperkirakan disetujui dengan mudah di forum MU PBB yang beranggotakan 193 negara.

Untuk menjegal resolusi itu, AS dan Israel mengancam menahan dan menghentikan kucuran dana yang dibutuhkan Otoritas Palestina di Tepi Barat. Dalam upaya terakhirnya, Rabu lalu (28/11) Deputi Menteri Luar Negeri AS William Burns secara pribadi bertemu Presiden Palestina Mahmud Abbas di New York. Burns menjanjikan bahwa Presiden Barack Obama akan kembali menjadi mediator negosiasi dengan Israel tahun depan jika Abbas mau membatalkan pengajuan status negara di PBB.

Saeb Erekat, ajudan Abbas menyatakan bahwa presiden Otoritas Palestina itu telah menolak permintaan Burns. Abbas telah berkampanye mencari dukungan bagi resolusi baru PBB ke banyak negara.

Belasan negara Eropa telah menyatakan dukungan bagi keanggotan Palestina kendati baru saja terjadi konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Mereka menolak upaya negosiasi damai setelah serangan Israel menghancurkan wilayah Gaza.

Palestina berusaha untuk mendapatkan pengakuan PBB sebagai negara atas wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur yang dicaplok Israel pada 1967. Dengan status tersebut, Palestina bisa melanjutkan negosiasi dengan Israel. Selain itu, status sebagai negara pun akan membuka peluang bagi Palestina untuk memperkarakan Israel dalam kejahatan perang ke Mahkamah Kriminal Internasional.

Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menegaskan bahwa upaya Palestina tersebut salah arah. Menurut dia, Palestina seharusnya tetap fokus pada kerangka proses perdamaian Timur Tengah.

\"Jalan menuju solusi yang memenuhi aspirasi rakyat Palestina adalah melalui negosiasi Jerusalem dan Ramallah. Bukan di New York,\" katanya. \"Satu-satunya jalan menuju solusi yang permanen adalah memulai negosiasi langsung (Palestina-Israel),\" tambahnya.

Jubir Deplu AS Victoria Nuland menegaskan kembali bahwa Washington bakal mengurangi dan malah menyetop bantuan ekonomi kepada Palestina jika langkah Abbas itu terus berlanjut. Israel juga mengancam untuk menghentikan pembayaran pajak bulanan yang dikumpulkan bagi Otoritas Palestina.

Hanan Ashrawi, salah seorang petinggi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Ramallah, memprediksi bahwa Otoritas Palestina akan menghadapi permasalahan dengan uang. \"Kalau ingin menggoyang stabilitas regional, Israel pasti bisa melakukannya,\" jelasnya.

\"Kami sudah bicara dengan sejumlah negara Arab dan minta dukungan jika Israel merespons dengan menghentikan pembayaran pajak. Uni Eropa memberi sinyal bahwa mereka tidak akan menghentikan dukungan kepada Palestina,\" terangnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa pengakuan kemerdekaan dan status negara berdaulat di MU PBB tak akan berarti apa-apa bagi rakyat Palestina. Dia menegaskan bahwa Palestina tak akan menjadi negara sampai mereka mau mengakui bahwa Israel adalah tanah air bagi kaum Yahudi. Selain itu, lanjut dia, Palestina harus menyatakan penghentian konflik, dan menyepakati kerja sama keamanan untuk melindungi Israel.

(AP/RTR/cak/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: