Realisasi Belanja Modal Paling Rendah

Realisasi Belanja Modal Paling Rendah

JAKARTA- Penyerapan anggaran seperti menjadi penyakit yang tak kunjung bisa disembuhkan. Parahnya, pos dengan serapan paling seret adalah belanja modal, yang harusnya memberi daya dorong paling besar bagi perekonomian.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan, dari enam pos belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012, realisasi serapan belanja modal merupakan yang terendah. “Per 20 Desember, baru Rp 123,5 triliun atau 70,2 persen dari pagu anggaran,” ujarnya kemarin (23/12).

Serapan rendah juga terjadi di pos belanja barang yang juga memiliki daya dorong pada perekonomian. Data Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi belanja barang baru sebesar Rp 120,7 triliun atau 74,5 persen.

Selanjutnya, serapan pos pembayaran utang tercatat sebesar Rp 99,8 triliun atau 84,8 persen dari pagu. Ini terkait dengan pembayaran bunga utang, baik domestik maupun luar negeri, melalui surat utang negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN).

Menurut Anny, selain tiga pos tersebut, serapan belanja sudah di atas 90 persen. Misalnya, realisasi belanja pegawai yang sudah mencapai Rp 194,0 triliun atau 91,4 persen. Lalu, pos transfer ke daerah yang sudah mencapai Rp 453,9 triliun atau 94,8 persen.

Anny menyebut, pos dengan serapan tertinggi adalah belanja subsidi yang mencapai Rp 308,0 triliun atau 125,7 persen. “Ini terdiri dari belanja subsidi energi dan nonenergi,” katanya.

Menurut Anny, secara total, realisasi belanja APBN-P 2012 sudah mencapai Rp 1.375,8 triliun atau 88,9 persen dari pagu anggaran yang sebesar Rp Rp 1.548,3 triliun. “Realisasi ini lebih tinggi dari realisasi pada periode sama tahun lalu yang sebesar 86,9 persen,” ucapnya.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo mengatakan, rendahnya penyerapan anggaran memang menjadi disinsentif bagi pertumbuhan ekonomi. “Apalagi, serapan rendah terjadi pada pos belanja modal,” ujarnya.

Menurut Mardiasmo yang juga menjadi anggota Tim Percepatan Penyerapan Anggaran (TPPA), kendala yang dihadapi dari tahun ke tahun selalu sama, yakni molornya realisasi belanja karena mundurnya jadual proyek. “Apalagi, banyaknya kasus korupsi yang terungkap membuat banyak pejabat ketakutan (menjalankan proyek dengan cepat),” jelasnya.

Karena itu, lanjut Mardiasmo, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan dan BPKP terus memberikan asistensi kepada Kementerian/Lembaga untuk bisa meningkatkan serapan anggaran dengan tanpa menyalahi prosedur.

(jpnn)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: