>

Jangan Terlena dengan Pertumbuhan Ekonomi Jambi

Jangan Terlena dengan Pertumbuhan Ekonomi Jambi

Oleh  : Prof. Dr. H. Syamsurijal Tan, SE, MA

 

Dalam aspek yang lebih luas kontribusi sektor primer dalam PDRB semakin kecil dan bergeser kepada kontribusi sektor sekunder dan tersier dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi Jambi. Terpola dapat dimaknai bahwa dalam kurun waktu yang relatif panjang terjadi kecenderungan pola pergeseran yang sama meskipun masih terjadi fluktuasi yang relatif kecil.

                 Dominasi sektor pertanian pada tahun 2012 masih sekitar 30,2 persen dan pertambangan dan penggalian sebesar 17,3 persen (hampir 50 persen) bersumber dari dua sektor tersebut, bahkan kontribusi sektor primer pertambangan justru terjadi kenaikan sementara sektor pertanian tidak banyak berubah. Perkembangan sektor Industri tidak menunjukkan perkembangan yang segnifikan meskipun perkembangan sektor tersier sudah menampakkan hal yang berarti dan relatif terpola terutama kontribusi sektor perdagangan, hotel & restoran dan sektor bangunan.

                Dominasi sektor primer tersebut yang membuat kekuatiran akan stabilitas dari pertumbuhan ekonomi tersebut karena produk primer berkarakteristik elastisitas permintaan yang relatif inelastis, sehingga sangat rentan dengan kondisi ekonomi negara konsumen dan rentan dengan fluktuasi harga internasional, sementara produsen produk kelapa sawit dan karet tidak mampu mempengaruhi harga. Kekuatiran lainnya adalah relatif besarnya biaya dampak lingkungan yang ditanggung oleh Jambi, dikuatirkan jika dihitung biaya dampak lingkungan justru efektifitas dari pertumbuhan ekonomi Jambi yang tinggi tersebut menjadi turun drastis, sehingga sering dihubungkan pro kepada growth pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi mengabaikan atau mengorbankan pro kepada environment sehingga dapat dikatakan  pertumbuhan ekonomi Jambi yang kurang berkualitas.

Pola normal lainnya, pertumbuhan ekonomi Jambi yang tinggi kurang paralel dengan penurunan kemiskinan, tetapi suatu hal yang menarik dan merupakan indikasi positif, pada saat penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012,  justru jumlah penduduk Provinsi Jambi yang berada dibawah garis kemiskinan turun menjadi 8,42 persen (bandingkan tahun 2011 sebesar 8,65 persen), demikian juga dengan jumlah pengangguran juga menurun menjadi 3,22 persen (posisi Agustus 2011 sebesar 4,02 persen), berarti penurunan penduduk miskin dan pengangguran erat kaitannya dengan kebijaksanaan lain misalnya kucuran dana satu milyar satu kecamatan (Samisake) dan kebijakan lainnya seperti perbaikan infrastruktur jalan baik antar provinsi maupun jalan yang menghubung pasar dengan sentra produksi. Untuk mempertahankan dan meningkatkan perkembangan ekonomi pada tahun 2013, diharapkan kebijakan pemerintah lebih terintegrasi dan fokus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi komoditi unggulan dan mengembangkan produk industri dan produk sektor jasa. Pembangunan infrastruktur jalan masih tetap menjadi prioritas, yang kemudian lebih mengefektif dan mengefisienkan kebijakan subsidi Samisake dan juga membangun infrastruktur jalan.

 Namun tingkat ketimpangan pendapatan pada tahun 2012 tidak berubah dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu sekitar 0,39 (Indeks Williamson) meskipun masih dikategorikan ketimpangan sedang.  Hal ini menunjukkan belum terjadi pergeseran kelompok penerima dari kenaikan pertumbuhan ekonomi, yang seharusnya terjadi kenaikan pendapatan kelompok menengah kebawah lebih cepat dari kenaikan pendapatan kelompok masyarakat yang dikategorikan berpendapatan tinggi, dengan kata lain distribusi pendapatan belum banyak berubah. Hal ini memberi gambaran belum banyak berubah kepemilikan sumber pendapatan masyarakat dan juga perkembangan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja relatif lambat. Untuk tahun 2013, diprediksi ketimpangan pendapatan akan terjadi sedikit penurunan, yang disebabkan oleh belum membaiknya harga produk batu bara yang relatif dimiliki oleh pemilik modal, sementara harga karet dan sawit terjadi sedikit perbaikan serta meningkatnya produk sektor industri menengah, kecil dan produk jasa yang relatif banyak menyerap tenaga kerja.

Pentingnya Peningkatan Produktivitas

                Produktivitas dikaitkan dengan penggunaan faktor produksi, bukan saja dilihat dari jumlah output dibandingkan dengan kuantitas input tetapi yang lebih penting lagi adalah kualitas input, yang sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan penggunaan input teknologi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sayogianya bukan saja disebabkan oleh mobilitas faktor produksi tetapi juga disebabkan kemampuannya untuk meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas ekonomi akan menyebabkan meningkatnya daya saing (competiveness) suatu produk. Suatu sektor (misalnya industri) dikatakan berdaya saing tinggi bila memiliki tingkat produktivitas faktor keseluruhan (Total Factor Productivity) sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing baik dari dalam negeri maupun pesaing industri asing. Keterbatasan data menyebabkan akademisi sering menggunakan input tenaga kerja yang sering disebut produktivitas tenaga kerja.

                Hasil studi Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 menunjukkan produktivitas tenaga kerja Indonesia termasuk Jambi masih rendah. Produktivitas rata-rata Provinsi jambi mencapai 44,09 juta rupiah, lebih rendah dari nasional yang mencapai 54,9 juta rupiah. Hal ini menunjukkan kemampuan tenaga kerja Jambi menghasilkan pendapatan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional, yang disebabkan relatif rendahnya tingkat pendidikan pekerja pada beberapa produk unggulan seperti karet dan kelapa sawit, sehingga berakibat rendahnya kreativitas dan inovasi. Dari sisi sektoral,  produktivitas tenaga kerja sektor pertambangan lebih besar dari rata-rata produktivitas tenaga kerja nasional.

Untuk tahun 2013, diperlukan kebijakan yang lebih terfokus dan terintegrasi dalam upaya peningkatan kualitas tenaga kerja petani karet dan kelapa sawit dan produk unggulan lainnya. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani melalui pelatihan dan pendidikan informal lainnya merupakan satu solusi yang terbaik, disamping meneruskan kebijakan pemerintah untuk peremajaan karet dan replanting karet. Khusus untuk kelapa sawit meskipun banyak hambatan dari sisi eksternal seperti kompanye negatif produk CPO Indonesia oleh NGO, kebijakan negara importir yang menghambat perdagangan CPO, pengelolaan industri sawit yang berkelanjutan dan munculnya kompetitor baru yaitu Barazil dan Afrika. Namun komitmen para pelaku industri sawit untuk meningkatkan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan dan memperluas pasar menyebabkan semakin besar optimisme akan perbaikan harga sawit di pasar internasional. Keterbatasan lahn mengharuskan pemerintah untuk lebih mendorong peningkatan produktivitas lahan dengan mengintrodusir penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan meningkatkan kualitas input.

 (Dekan Fakultas Ekonomi Unja dan Guru Besar bidang Ekonomi Internasional)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: