RUU Keuangan Negara, Kesejahteraan Rakyat Dimana?

RUU Keuangan Negara,  Kesejahteraan Rakyat Dimana?

Oleh : Elita Rahmi

     BERTEMPAT di ruang utama  Kantor Gubernur Jambi rombongan DPR RI datang ke Jambi, Bali dan Sulawesi (sekitar 8 orang) pertemuan berkisar  2 jam, meminta masukan atas RUU Keuangan Negara. Inilah contoh Keuangan Negara yang tidak berbasis kinerja. Datang rame-rame, hasilnya sedikit. Alias kurang tepat sasaran.

      Hampir seluruh Perguruan tinggi  Fakultas Hukum dan Ekonomi dari tahun ketahun memiliki mata kuliah Hukum Keuangan Negara.  Yang mengupas habis UU  Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan dengan berbagai kebobrokannya, UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa  Keuangan dan UU Nomor 41 Tahun 2008 Tentang  APBN.

        Melalui lembaga penelitian Perguruan Tinggi  via SKIM penelitian di Perguruan Tinggi yang ada, bahkan sudah on line seluruh Indonesia melalui Ditlitabmas Dikti , penelitian Hibah bersaing, penelitian kerjasama antar Perguruan Tinggi, penelitian kompetensi, penelitian Strategi Nasional dan MP3EI. Dll. Dapat dilakukan riset yang jauh lebih tepat berkaitan dengan UU Keuangan Negara. Adakan lomba membuat RUU Keuangan Negara . Saya yakin hasilnya akan jauh lebih baik dan effektif, dengan tidak menguras dana  milyaran.  

        Team DPR RI mengaku ini adalah perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2003. Padahal fundasi/dasar RUU  terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 yakni pengertian Keuangan Negara, adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dikelola dan/atau dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tesebut.

        Definisi  Keuangan Negara tersebut di atas sama persis dengan defnisi keuangan negara yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003. Yakni perngertian keuangan negara dalam artian yang sangat luas . Andaikan ada pihak swasta yang difasilitasi oleh pemerintah, dan dalam perjalanan dinyatakan pailit dan berdasarkan RUU tersebut, maka ada kewajiban negara bertanggung jawab. Perhatikan bunji Pasal 2 huruf h tentang ruang lingkup keuangan negara bahwa hak dan kewajiban negara untuk mengelola kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum. Kekayaan pihak lain meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian/lembaga stsu perusahaan negara/ daerah (lihat Penjelasan Pasal 1 huruf h dan i)

 

         RUU Keuangan negara yang terdiri dari 51 pasal tersebut tidak hanya mengatur keuangan negara, tetapi banyak mengatur penyusunan APBN, APBD, hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, termasuk  perusahaan daerah, perusahaan swasta bahkan Badan pengelola Dana Masyarakat, yang kesemuan itu  bukan ranahnya Keuangan negara artinya RUU tersebut masih senapas dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang  Keuangan Negara yang mencampuradukan keuangan negara dengan keuangan privat. Bukankah keuangan perusahaan negara dan keuangan perusahaan daerah bahkan keuangan  swasta, telah datur dalam UU tersendiri. UU keuangan negara ini sebaiknya diuji Shahib oleh pengajar Hukum Keuangan Negara seluruh Indonesia, agar berkorelasi positif dengan kesejahteraan rakyat.

 

Kesejahteraan Rakyat dan RUU Keuangan Negara

     Saya bermimpi, bahwa dalam norma Keuangan Negara diatur berapa prosentase angka ideal, yakni perbandingan antara dana rutin dan dana pembangunan itu sesungguhnya?  Beranikah membuat prediksi pada  setiap tahun anggaran, minimal rutin 49 persen dan pembangunan 51 persen, dan angka tersebut terus menerus ditingkatkan, sehingga pembangunan (kesejahteraan rakyat)  suatu saat mencapai angka 70 persen, dan rutin 30 persen.

      Caranya efisienkan pemerintahan (cari PNS yang berkualitas tinggi)  dan tumbuhkan angka dunia wirausaha sebesar mungkin. Bila perlu proses izin usaha gratis untuk seluruh daerah. Berbagai pungutan pajak dan retribusi, dalam kurun waktu selama  lima - sepuluh tahun, sementara waktu dibebaskan bagi para pengusaha. Agar usaha tersebut berkembang pesat dan terlindungi secara hukum.   Setelah itu baru usaha tersebut  wajib membayar pajak dan retribusi sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Rakyat Melek APBN dan APBD

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: