Sinar Hotel Bintang 5 Paling Terang
JAKARTA - Tingkat ekonomi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara memicu terjadinya pergeseran preferensi hotel sebagai tempat menginap.
Direktur Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Titi Kanti Lestari mengatakan, tren tingkat hunian kamar atau okupansi hotel kelas atas menunjukkan peningkatan. “Okupansi hotel bintang 5 kini paling tinggi. Artinya, makin diminati,” ujarnya kemarin (3/4).
Data BPS menunjukkan, pada Febuari 2013, okupansi hotel bintang 5 mencapai 56,42 persen atau yang tertinggi dibandingkan okupansi hotel bintang 1 - 4. Secara tren, okupansi hotel bintang 5 juga terus naik. Misalnya, dari 51,25 persen pada periode Februari 2012, lalu 53,70 persen pada Januari 2013, dan 56,42 persen pada Februari 2013.
Yang menarik, tren kenaikan okupansi pada hotel bintang 5 itu berbanding terbalik dengan okupansi di hotel bintang 1 hingga bintang 3. Penurunan okupansi terbesar terjadi pada hotel bintang 2, yakni dari 52,01 persen pada Februari 2012 menjadi 43,35 persen pada Februari 2013.
Menurut Titi, tren naiknya okupansi hotel bintang 5 dan turunnya okupansi hotel berbintang di bawahnya menunjukkan adanya pergeseran preferensi wisatawan atau pebisnis untuk menginap di hotel. “Ini bisa terjadi karena naiknya daya beli atau tingkat ekonomi,” katanya.
Sementara itu, jika dikalkulasi secara keseluruhan, rata-rata okupansi hotel berbintang di Indonesia sepanjang Februari 2013 tercatat sebesar 49,18 persen, turun dibanding periode Februari 2012 yang mencapai 50,82 persen. Namun, masih lebih tinggi dibanding periode Januari 2013 yang sebesar 46,51 persen.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, kenaikan okupansi hotel pada Februari 2013 lalu juga sejalan dengan kenaikan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Indonesia. Tercatat, sepanjang Februari lalu kunjungan wisman mencapai 678.415 orang, naik 10,43 persen dibanding Januari yang sebanyak 614.328 orang. “Salah satu faktornya adalah Hari Raya Imlek pada Februari lalu,” ujarnya.
Data BPS menyebut, dari 678,4 ribu wisman yang berkunjung ke Indonesia, yang terbanyak berasal dari Malaysia (14,89 persen), lalu Singapura (14,69 persen), Tiongkok (13,65 persen), Australia (9,96 persen), dan Jepang (5,50 persen).
Menurut Suryamin, sektor pariwisata memang harus terus digenjot karena multiplier effect-nya luar biasa, mulai dari bisnis perhotelan, restoran, transportasi, hingga handicraft. “Kalau pariwisata maju, uangnya akan mengalir hingga ke bawah (pelaku ekonomi mikor dan kecil, Red),” katanya.
(owi/kim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: