BMT, UMKM dan Ekonomi Kreatif
Dalam kontekstualitas perannya sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT selaras dengan jiwa perekonomian Indonesia yang cenderung dijalankan dengan sistem gotong royong, paguyuban dan atau sistem kekeluargaan dengan Koperasi sebagai simbol sistem perekonomian Indonesia. Oleh karenanya, sektor ekonomi yang layak disandingkan dengan BMT adalah UMKM. Prioritas yang diberikan kepada nasabah UMKM baru agar mereka memiliki rekam kredit (credit record) yang baik sehingga rencana bisnisnya bisa lebih layak (feasible) dan sekaligus bisa masuk sebagai kategori usaha yang layak memperoleh pinjaman dari bank (bankable).
Kenapa Harus UMKM ?
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan Krisis 1997/1998 maupun 2008/2009 yang lalu menunjukkan bahwa UMKM telah terbukti sebagai usaha kerakyatan yang mandiri dan mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi krisis tersebut. Merupakan tiang penyerap utama tenaga kerja di Indonesia. Karena itu, Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu upaya strategis dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia.
Selain itu, kontribusi UMKM Terhadap Perekonomian menunjukkan bahwa jumlah pelaku UKM sebanyak 51,3 juta unit usaha atau 99,91 persen dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jumlah tenaga kerjanya mencapai 90,9 juta pekerja atau sebanding dengan 97,1 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Nilai investasi UKM mencapai Rp 640,4 triliun atau 52,9 persen dari total investasi. Menghasilkan devisa sebesar Rp 183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia. Pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada UMKM sering lebih tinggi dari yang disalurkan ke non-UMKM. Sampai dengan November 2010 pertumbuhan kredit UMKM mencapai 25,1%, lebih tinggi dari non-UMKM yang hanya 18,9%. Artinya, kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi 2010 tidak dapat diabaikan.
Dari data tersebut di atas, sangatlah jelas jika UMKM memiliki peranan penting dalam posisinya sebagai penopang pembangunan Ekonomi Indonesia. Dilain pihak iklim investasi perbankan yang juga masih jauh dari menyentuh level usaha-usaha mikro yang dijalankan oleh masyarakat muslim kelas menengah kebawah, padahal jumlah masyarakat miskin ini sangat banyak, sebagaimana dipaparkan di atas. Hal tersebut selayaknya menjadi isu utama dalam penguatan ekonomi kerakyatan dengan pendekatan Baitul maal wat Tamwil, yang menjalankan sistemnya bebas bunga, lebih berkeadilan dan berbagi risiko.
Disamping itu juga konsep pendirian BMT yang diselaraskan dengan perlakuan sistem koperasi di Indonesia, dimana dibutuhkan keanggotaan aktif di dalam manajemennya menghadirkan dampak positif jika diberdayakan dengan pendekatan manajemen syariah pula. Dimana setiap Sumber Daya Insani dituntut untuk dapat berkreativitas menciptakan sumber-sumber ekonomi produktif yang menghasilkan.
Pemberdayaan UMKM yang selama ini masih bersifat konvensional dengan sedikit varian pemberian kredit kepada pelaku usaha UMKM di Indonesia, dengan menjadikan BMT sebagai lembaga alternatif dan bahkan pilihan solusi dalam penguatan ekonomi kerakyatan berbasis syariah sejatinya lebih menguntungkan karena banyaknya pilihan akad dan produk pembiayaan untuk dapat mendampingi pelaku usaha kecil dan menengah dalam berinovasi dan berkreativitas dalam menghasilkan produk-produk daerah bernilai ekonomi tinggi.
Struktur Fasilitas BMT dan Ekonomi Kreatif
Mengingat fasilitas pembiayaan dengan berbagai macam akad yang ditawarkan oleh BMT sebagai lembaga keuangan mikro penyalur pembiayaan berbasis syariah, sejatinya mampu melahirkan kekuatan ekonomi baru dengan menghadirkan kreativitas berekonomi dan berbisnis. Sebagai contoh, pelaku usaha selaku mudharib yang tidak memiliki modal usaha namun memiliki keahlian tinggi dalam menciptakan laba usaha dan bisnis dapat dibiayai seratus persen oleh shahibul maal (baca : BMT), atau dengan pendekatan musyarakah, dan sejenisnya. Artinya, kreativitas bisnis dalam lingkup usaha micro economic dapat seiring sejalan diberdayakan dengan adanya semangat membangun ekonomi berbasis syariah yang berkeadilan dan menguntungkan melalui lembaga BMT.
BMT pun dalam berbagai literatur karya ilmiah moderen yang dihasilkan melalui riset secara berkala oleh para sarjana muslim kita dewasa ini telah menunjukkan jika BMT telah mampu menggerakkan roda ekonomi kerakyatan, dan menciptakan kreativitas produk ekonomi baru di dunia industri rumah tangga dan sebagainya.
Bahkan tim ekonomi Chicago terkagum dengan keampuhan atas peran BMT dalam menopang ekonomi masyarakat lemah dalam membangun ekonomi negara, dan menciptakan kesejahteraan rakyat dan akan menerapkannya di negara mereka. Bagaimana dengan Indonesia ? adakah pemerintah kita memiliki komitmen yang sama dengan komitmen ekonom Chicago ? hanya waktu dan keberanian pemimpin negeri ini untuk meninggalkan sistem ekonomi ribawi yang usang dan menggantikannya dengan sistem ekonomi Islam yang berkeadilan. Semoga....
*Penulis adalah Pendiri sekaligus Wakil Direktur dan Peneliti Ekonomi-Politik Forum for Studies of Islamic Thought and Civilization. Pendiri dan Ketua Ikatan Alumni Ekonomi Syariah IAIN STS Jambi. Anggota Masyarakat Ekonomi Syariah Pekan Baru – Riau. Pendiri dan Wakil Direktur Yayasan Madani Insan Sejahtera. Pendiri dan Mantan Sekretaris Forum Studi Syariah IAIN STS Jambi. Pendiri dan Wakil Direktur Pondok Belajar al – Kalam Jambi. Anggota PELANTA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: