BMT, UMKM dan Ekonomi Kreatif

BMT, UMKM dan Ekonomi Kreatif

(Solusi Konstruktif dalam Penguatan Ekonomi Kerakyatan Perspektif Syariah)

Oleh : Suwardi

Angka kemiskinan di Indonesia yang masih sangat tinggi yaitu mencapai 14,15 % 2010 atau 31,02 juta orang. Sehingga agenda pengentasan kemiskinan bukan persoalan bagaimafa mengalokasikan anggaran namun memfasilitasi mereka untuk mampu terus menjalankan sektor-sektor usaha mikro.

Berdasarkan pengalaman empiris membuktikan bahwa sektor mikro merupakan sektor usaha yang dominan di Indonesia dan berdasarkan data kementrian Koperasi dan UKM jumlahnya mencapai 99% dari pelaku usaha di Indonesia. Problematika besar yang dihadapi oleh sektor mikro adalah pada akses permodalan. Bagi perbankan usaha mikro tidak layak dibiayai karena tidak memiliki legalitas yang jelas dan agunan yang memadai. Persoalan inilah yang mendorong lahirnya gerakan BMT (Baitul Maal wat Tamwil) yang merupakan lembaga keuangan mikro berbasis syariah yang mengambil peran untuk melayani sektor mikro. Namun apa sebenarnya Baitul Maal wat Tamwil dalam konteks keuangan moderen yang memiliki peran sebagai lembaga keuangan mikro untuk mengentaskan kemiskinan.

 

Mengenal BMT

Sistem ekonomi tidak dapat dipisahkan dari lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yang sangat dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu eksistensi lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor riil dengan pemilik dana (agent of economic development).

Akan tetapi berbagai permasalahan telah ditimbulkan oleh lembaga keuangan selama ini. Diantaranya adalah permasalahan krisis keuangan yang berdampak pada krisis ekonomi. Selama ini terjadi (krisis keuangan) adalah akibat dari krisis kualitas lembaga-lembaga keuangan yang dipengaruhi oleh penerapan suku bunga sebagai sistem ribawi yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Bahkan disinyalir berpotensi menjadi economic trouble maker yang melahirkan tiga macam krisis, yaitu krisis keuangan dan moneter (financial crisis), yang semuanya itu berpengaruh negatif pada kehidupan sektor riil.

Sebagai salah satu kritik Islam terhadap praktik lembaga keuangan konvensional adalah dilanggarnya prinsip al kharaj bi al dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya) dan prinsip al ghunmu bi al ghurmi (untung muncul bersama risiko). Dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan giro, bank konvensional memberikan pinjaman dengan mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined rate). Sedangkan nasabah yang mendapatkan pinjaman tidak mendapatkan keuntungan yang  fixed and predetermined juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal.

Oleh  karenanya mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu diharamkan. Disini bank konvensional menuntut mendapatkan untung yang fixed and predetermined tetapi menolak untuk menanggung risikonya (al ghunmu bi laa ghurmi/againing return without being responsible for any risk). Bank konvensional mengharapkan hasil usaha, tetapi tidak bersedia menanggung biayanya (al kharaj bi laa dhaman / gaining income without being responsible for any expenses). Padahal prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip dasar dalam teori keuangan, yakni prinsip bahwa return selalu beriringan dengan resiko (return goes along with risk).

Sistem bunga dianggap tidak adil karena menetapkan keuntungan (penghasilan) tertentu terhadap uang yang dipinjamkan, padahal usaha yang dijalankan mengandung kemungkinan untung ataupun rugi. Sedangkan bagi hasil dinilai lebih berkeadilan, sebab memperhitungkan kedua kemungkinan tersebut. Menurut para ekonom muslim, setiap usaha pastilah mengandung risiko, dan sistem pembungaan dikecam karena menafikkan risiko. Oleh karena itu, hasil usaha yang wajar bersifat tidak tetap (variable rate of return) sebab usah tidak mesti untung, adakalanya merugi. Sementara hasil usaha yang bersifat tetap (fixed rate of return), seperti dalam sistem pembungaan uang dinilai tidak wajar.

Atas dasar itulah ulama kontemporer menawarkan alternatif lembaga keuangan yang bebas riba (baca : bunga) dalam bentuk lembaga keuangan makro (baca : Bank Syariah) maupun mikro (Baca : Baitul Maal wat Tamwil). Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Pertama, Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Sebagai lembaga intermediary financial, BMT memiliki kegiatan utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan dalam tabungan, yang menggunakan prinsip wadi’ah yad dhamanah (titipan). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim pembiayaan, seperti skim jual beli (Murabahah, salam, dan Istisna’), sewa (Ijarah), dan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), serta produk pelengkap, yakni fee based service, rahn (gadai), qard (utang-piutang), wakalah (perwakilan).

Selain itu BMT memiliki peranan yang diharapkan akan memberikan konstribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi kerakyatan. Pertama, BMT akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya membantu mengatasi kesenjangan ekonomi dan membantu pemulihan krisis ekonomi Indonesia. Kedua, BMT akan mampu menjadi landasan pembangunan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat yang tangguh dan mengakar dalam masyarakat. Ketiga, BMT secara signifikan mendukung gerakan ekonomi kerakyatan yang dicanangkan oleh pemerintah. Sehingga BMT akan mampu berkembang menjadi usaha ekonomi rakyat melalui pengembangan kewiraswastaan. Keempat, BMT dapat terlibat penuh dalam program nasioal dalam meningkatkan kemampuan dan peran usaha kecil, karena BMT secara signifikan memberi modal usaha kepada pengusaha kecil di samping memberikan pembinaan manajerial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: