Bom Asap Bikin Mata Orison Kabur dan Tak Sadar

Bom Asap Bikin Mata Orison Kabur dan Tak Sadar

                Ketika kerusuhan terjadi, penonton berebut keluar dari pintu utama GOR seluas 3 x 4 meter. Sebanyak 17 orang meninggal karena terinjak-injak penonton lain. Sementara itu, puluhan lainnya terluka.

                \"Saya jatuh dan diinjak-injak saat mau keluar lewat pintu besar (utama, Red). Ini semuanya jadi luka,\" ungkap Gemas Tabuni, bocah 12 tahun yang terluka di siku kanan dan kedua lutut. Gemas adalah salah satu di antara tiga korban luka yang kemarin masih dirawat di RSUD Nabire.

                Gemas sebenarnya tidak begitu berminat menonton. Dia beralasan tiketnya mahal. Saat sore harga tiket Rp 10.000. Panitia menaikkan jadi Rp 15.000 untuk pertandingan malam. \"Saya tidak punya uang untuk beli tiket. Waktu Pak Bupati (Bupati Nabire Isaias Douw, Red) bilang semua masuk gratis, saya ikut masuk,\" tuturnya.

 Selain satu pintu utama, GOR yang berdekatan dengan asrama Kepolisian Nabire tersebut memiliki empat pintu cadangan. Dua pintu berukuran 2 x 4 meter di sisi kiri dan kanan serta dua pintu lain berukuran 1 x 2 meter di samping panggung.

 Karena panitia menggunakan sistem ticketing, hanya pintu utama yang dioperasikan. Untuk menyelematkan diri, penonton terpaksa membobol pintu di bagian kanan GOR. \"Semua ingin menyelamatkan diri. Saya melihat banyak korban di pintu gerbang,\" kata Parulian Simanjuntak, dokter RSUD Nabire, yang menjadi dokter pertandingan dalam kejuaraan tersebut.

 Dia membantah kabar ada yang sengaja membuang bom\"asap untuk menambah kepanikan penonton. Menurut dia, yang disaksikan Orison adalah pecahnya bola lampu pijar karena kerusuhan penonton. \"Tidak benar ada yang buang bom asap dan lain-lain. Itu lampu yang meledak, bukan bom,\" tegasnya.

 Menurut visum luar kepada para korban meninggal, sekitar 75 persen  meninggal karena terkena sengatan listrik. \"Selain lebam, rata-rata mereka mengalami luka gosong,\" jelas ayah tiga anak itu.

 Terkait dengan korban meninggal, Parulian menyebut bisa jadi jumlahnya lebih dari 17 orang. Sebab, ada beberapa korban meninggal yang tidak dibawa ke rumah sakit. Mereka langsung dikubur pihak keluarga. \"Ada sekitar tiga mayat yang tidak berhasil kami data karena sudah lebih dulu diambil keluarga,\" jelasnya.\"

 Kesedihan mendalam juga menyelimuti keluarga Denni Sawake, 43. Saat Jawa Pos mengunjungi rumahnya di Kelurahan Morgo Kota Lama, Nabire, kemarin, Denni tampak terpukul. Tatapannya kosong. Dia kehilangan dua anggota keluarga dalam tragedi tersebut. Yakni, adiknya, Jefry Octovianus Manibuy, 39, dan adik iparnya, Amance Adolina Woyaa. \"Saya masih belum percaya,\" kata Denni yang sehari-hari menjadi tukang ojek itu.

 Jefry dan Amance adalah korban meninggal terakhir yang dikebumikan. Pasangan suami istri tersebut dimakamkan kemarin di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kristen Morgo. Denni harus menerima mayat adik iparnya dalam kondisi daun telinga tidak utuh lantaran anting emasnya dirampas paksa. \"Saya heran, korban sudah tidak berdaya kenapa masih dijarah lagi,\" keluhnya.

 Denni mengatakan, sebaiknya tidak perlu ada lagi pertandingan tinju\"di Nabire kalau ujung-ujungnya membuat duka. \"Aparat keamanan harus bertanggung jawab,\" katanya.

(*/c2/c10/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: