>

Berpuasa ala Suku Asso di Perbukitan Angkasa Pura, Jayapura

Berpuasa ala Suku Asso di Perbukitan Angkasa Pura, Jayapura

     \"Karena faktor ekonomi itu pula, banyak anggota suku kami yang akhirnya tergoda iming-iming dan memilih keluar dari Islam,\" ucap pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengajar di Madrasah Nurul Huda YAPIS Kota Jayapura tersebut.

     Hadiman tidak bisa melarang mereka atau memberikan hukuman. \"Sebab, saya sendiri juga tidak mampu untuk menjanjikan kesejahteraan buat mereka,\" tuturnya.

     \"Bagi kami yang sampai saat ini masih bertahan, semua godaan itu adalah cobaan bagi iman kami,\" imbuhnya.  

                Menurut ayah tiga anak itu, masalah ekonomi memang menjadi ujian berat kehidupan sehari-hari mereka. Karena itu, sebagai minoritas, suku Asso harus bekerja lebih giat untuk mengejar ketertinggalan dari suku-suku lain di Jayapura.  Pertimbangannya, stigma terbelakang dan kolot yang sering mereka terima hanya bisa dilawan dengan kerja keras.

     \"Tidak ada kamus malas dalam suku kami, semua harus bekerja dan produktif,\" ujar Hadiman.

                Dengan begitu, setiap orang dewasa suku Asso diwajibkan untuk bekerja, sedangkan anak-anak harus giat belajar. Meski tidak ada aturan baku yang mengatur tentang itu, pria 39 tahun ini mengaku kagum karena anggota sukunya dengan konsisten menjalankan kesepakatan-kesepakatan tersebut.

       \"Awalnya memang tidak seperti ini, tapi secara perlahan banyak anggota suku kami mulai sadar bahwa Islam harus sejahtera dan itu hanya bisa diraih dengan bekerja,\" ucapnya.

     \"Kami pernah mengalami masa sulit karena faktor ekonomi yang buruk dan itu jangan sampai terulang lagi,\" tambahnya.

     Meski telah lama memeluk Islam, kata Hadiman, sukunya tidak lantas meninggalkan semua adat-istiadat yang dianut suku Asso. Beberapa kebiasaan yang dianggap tidak bertentangan dengan Islam tetap dijalankan. Salah satunya tradisi bakar batu yang selama ini telah mengakar kuat di masyarakat Asso. Bakar batu adalah sejenis pesta memasak umbi-umbian dan daging dengan menggunakan batu panas yang telah dibakar. Ritual itu dilaksanakan pada upacara adat dan pada hari-hari besar suku Asso.

     Menurut Hadiman, upacara bakar batu diadopsi sebagai tradisi wajib karena mampu menguatkan ukhuwah Islamiyah di antara mereka. Dalam upacara itu, semua keluarga wajib membawa bahan makanan untuk dimasak bersama-sama.  Setelah matang, disantap bersama-sama.

     Hanya, pesta bakar batu yang mereka jalani saat ini telah banyak mengalami perubahan dan penyesuaian. Terutama dari bahan makanan yang dimasak. Bila dulu saat belum mengenal Islam tradisi bakar batu menggunakan daging babi dan anjing, kini diganti daging hewan yang halal seperti kambing dan ayam.

     Pada Ramadan kali ini suku Asso menyelenggarakan tiga kali upacara bakar batu. Yakni pada awal Ramadan, pertengahan, dan malam takbiran nanti. \"Kami memilih untuk menggelar pesta bakar batu ini sesering mungkin karena bagus untuk mengikat tali persaudaraan di antara kami,\" lanjut suami Sitti Kholifah ini. 

     Selain upacara bakar batu, warga Asso juga  menjalankan kegiatan yang terkait dengan Ramadan secara bergotong-royong. Misalnya, untuk buka, mereka urunan makanan dan dibawa ke musala. Makanan yang terkumpul lalu dimakan bareng-bareng.

     \"Dengan saling berbagi seperti ini, kami berharap semua masalah bisa menjadi ringan,\" ungkapnya.

     Terlepas dari itu, komunitas Islam suku Asso di Jayapura sering menjadi jujukan berbagai instasi pemerintah dan swasta untuk berbuka puasa bersama. Seperti saat Jawa Pos mengunjungi suku Asso, dalam waktu bersamaan istri-istri pemain Persipura juga mengunjungi mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: