Ahli Sebut Pilkada Cacat Hukum
Pelantikan PPK Menyalahi Aturam
JAMBI – Pelaksanaan Pilkada Kerinci dinilai cacat hukum karena dalam penyelenggaraannya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Sukamto Satoto selaku ahli yang dihadirkan dalam persidangan di PTUN Jambi terkait gugatan Emil Peria terhadap KPU kemarin. Menurutnya, penyelenggaranya yakni PPK dinilai illegal dan tidak sah.
Sukamto menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 25 dan 26 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pejabat KPU baru diberikan kewenangan melakukan tindakan hukum sejak dilantik dan mengucapkan sumpah serta janji.
“Artinya, kewenangan seorang Ketua KPU baru sah dan berlaku secara hukum setelah ia secara resmi dilantik dan diambil sumpah,” paparnya.
Namun yang terjadi di Kerinci, Mulfi langsung membentuk PPK, sementara dirinya belum dilantik dan diambil sumpah sebagai Ketua KPU Kerinci yang baru.
Mulfi dilantik menggantikan Sulaiman pada 09 Oktober. Sedangkan pembentukan PPK dilakukannya pada tanggal 8 atau satu hari menjelang dia dilantik dan diambil sumpah. Untuk itu menurut Sukamto, keputusan pembentukan PPK itu secara substansial bertentangan dengan pasal 25 dan 26 UU nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Pemilu. secara procedural juga bertentangan dengan pasal 20,21 dan 22 peraturan KPU nomor 63 tahun 2009.
“Dari sisi substansi keputusan pembentukan PPK batal demi hukum (batal ex nunc) atau dianggap tidak pernah ada. Sedangkan dari sisi prosedural keputusan pembentukan PPK dapat dibatalkan (batal ex tunc) atau dianggap ada sampai dibatalkan,” jelasnya.
Ditambahkan Sukamto, dalam kasus tersebut maka PPK yang dibentuk KPU adalah illegal. Karena mereka dibentuk oleh orang yang tidak berwenang. Konsekuensi hukumnya, proses Pilkada tidak sah dan batal demi hukum. Ia juga berkesimpulan bahwa penyelenggaraan Pilkada harus ditunda sampai dibentukanya penyelenggara yang baru oleh pejabat yang berwenang.
“Yang berwenang membatalkan adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan. Dan hakim PTUN juga berwenang membatalkannya,” tambahnya.
(cas)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: