Kabari Kemenangan ke Semua Orang kecuali Mantan Suami

 Kabari Kemenangan ke Semua Orang kecuali Mantan Suami

 Tetapi, campur tangan mertua membuat hubungan Nur dan sang suami tidak harmonis. Nur yang sempat tinggal di rumah ibu mertua (setelah ayah mertua meninggal) merasa diperlakukan tidak selayaknya. \"Saya dan anak-anak tidur di depan TV. Padahal, suami saya di kamar,\" ujar Nur.

 Perceraian Nur juga dipenuhi tipu muslihat. Ketika itu, dia melarikan diri ke rumah orang tuanya. \"Ibu mertua saya pinjam KTP, KK, dan surat-surat penting lain, dengan alasan untuk keperluan pengatasnamaan tanah,\" tuturnya. Ternyata, itu diminta untuk mengurus perceraian Nur.

 Hati Nur semakin hancur. Ketika menjalani persidangan, sang mertua justru melamar perempuan lain untuk anaknya yang saat itu masih berstatus suami Nur.

 Hingga 12 kali, Nur menjalani persidangan Nur. Sebab, semula dia kukuh menolak bercerai. Setelah putusan cerai dijatuhkan, Nur pun masih diakali. Uang mutah dan lain-lain, yang seharusnya menjadi haknya, diminta mantan suami. \"Alasannya, dipinjam,\" katanya. Nur yang mengharapkan mantan suami bisa sadar dan kembali kepadanya itu menyerahkan uang sekitar Rp 5 juta.

 Kini perempuan berambut mengombak itu tidak lagi merasa terpuruk. Membuat gorden dan telur asin menjadi salah satu sumber penghasilannya. Dia juga aktif di lingkungan rumah dan KPMJ. \"Saya akan buktikan bahwa saya bisa mandiri dan membuat anak-anak berhasil,\" ujarnya.

 Lain lagi kisah Wiji Sulastri. Perempuan yang sehari-hari menjadi petani tersebut hingga kini masih mempertahankan pernikahannya. Wiji mengatakan tidak pernah mendapat kekerasan fisik sejak menikah pada 1984. Ketidakadilan yang dia alami adalah soal ekonomi. Tidak semua penghasilan sang suami diserahkan untuk kepentingan rumah tangga. Juga ada alasan lain, namun dia tidak mau mengungkapkan. Masalah tersebut baru berhenti setelah kelahiran anak kedua pada 1996. Kini Wiji telah paham soal hukum dan etik rumah tangga. Dia juga telah punya penghasilan sendiri dengan menerima pesanan makanan ringan.

 Kemandirian secara ekonomi anggota KPMJ mereka tularkan kepada para perempuan yang bernasib sama. Mereka memberikan pelatihan keterampilan dan wirausaha. \"Yang menjadi koordinator, Bu Wiji,\" kata pendamping komunitas ini, M. Sholahuddin, yang akrab disapa Pak Udin. Ada pelatihan memasak, membuat telur asin, menjahit, dan juga pengetahuan soal hukum.

 Pelatihan yang beragam diharapkan memberikan pilihan yang lebih luas dan fleksibel bagi anggota. Mutmainah, misalnya, memilih usaha berjualan jamu. Sebulan sekali dia kulakan bahan jamu di Surabaya. Yakni, rempah-rempah kering. \"Saya tumbuk dan ramu sendiri, lalu dikemas,\" tuturnya.

 Aktivitas itu dia kerjakan sore setelah \"ngantor\" di sekretariat KPMJ. Perannya di KPMJ sebagai penyuluh dan pendamping. \"Kalau ada korban KDRT, saya datangi dan beri pendampingan psikologis. Jika perlu dibantu untuk mengurus proses hukum, juga saya antarkan,\" terang perempuan yang pada 2009 datang kepada Udin dalam kondisi kepala bocor setelah dianiaya suaminya itu. Kala itu, dia lari dengan membawa dua anaknya saja.

 Tempat tinggal anggota KPMJ tidak berdekatan. Mereka bergabung menjadi komunitas lantaran sama-sama sering konseling kepada Udin. \"Mereka adalah klien saya yang sudah sangat lama,\" kata Udin.

 Melihat mereka mulai bisa menata kehidupan, Udin punya rencana baru. Yakni, mempertemukan klien-kliennya itu dan meminta mereka menjadi perpanjangan tangan. \"Yang konseling kepada saya semakin banyak. Kalau saya dampingi sendiri semua, saya kewalahan,\" kata bapak satu anak itu.

 Alhasil, pada 1 Januari 2012, klien-klien lama Udin itu dipertemukan dan bersepakat membentuk komunitas. Dengan beragam pelatihan, kini Nur, Wiji, Mutmainah, Yulia, maupun Zeni bisa menjadi pendamping korban KDRT. Mereka juga sudah paham tentang prosedur mengurus perceraian maupun memperjuangkan hak seorang istri maupun anak-anak. Wiji bahkan berhasil memotivasi suaminya untuk bergabung dalam Men Care Jombang (komunitas peduli aktivitas rumah tangga). \"Biar dia mengerti dan mau berbagi peran mengerjakan pekerjaan rumah tangga,\" tuturnya.

 Semakin hari simpatisan KPMJ bertambah banyak. Tidak hanya korban KDRT yang datang untuk mengadukan kondisinya. Tetapi, tidak sedikit pula perempuan muda maupun istri dari keluarga harmonis yang bergabung. \"Mereka ingin ikut berbagi sehingga mempunyai bekal pencegahan KDRT,\" kata Udin.

 Mayoritas adalah korban KDRT yang datang untuk mengadukan kondisinya. Jumlahnya, 203 orang. Termuda berusia 25 tahun. Dia bergabung setelah ditinggal suami tanpa jejak di usia satu bulan pernikahan.

 Sebanyak 47 persen, kata Udin, mengalami kekerasan fisik. Hampir semua terjadi lantaran sang suami berlatar belakang pendidikan kurang. \"Suami-suami yang begini tidak bisa beradu argumen. Jadi, kalau ada perselisihan, mereka main tangan,\" tutur Udin. Sedangkan sisanya, 53 persen, mengalami kekerasan dari segi ekonomi dan psikologis. \"Kebanyakan justru dari keluarga yang mapan secara ekonomi. Lalu, suaminya berselingkuh dan menelantarkan istri serta anak,\" tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: