Waspadai Dampak ke Ekspor
JAKARTA - Hingga kemarin, dampak guncangan shutdown Amerika Serikat (AS) belum terasa di Indonesia. Pasar justru menunjukkan kinerja positif. Namun, satu hal yang mesti diwaspadai adalah dampaknya pada kinerja ekspor Indonesia.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah terus memantau reaksi pasar atas shutdown AS. Tapi, berdasar pantauan di pasar saham, pasar uang, maupun obligasi, semua menunjukkan kinerja positif. “Ini artinya pasar kita cukup resilience (tahan, Red) dengan isu shutdown AS,” ujarnya usai rapat dengan Badan Anggaran DPR kemarin (2/10).
Di pasar saham, indeks harga saham gabungan ditutup menguat 41 poin ke level 4.387. Lalu, Rupiah juga cenderung menguat. Data Bank Indonesia (BI) berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) menunjukkan Rupiah ditutup menguat 25 poin ke posisi 11.568 per USD. Sedangkan di pasar spot, data Reuters menunjukkan Rupiah menguat signifikan 210 poin ke posisi 11.295 per USD.
“Sementara yield (imbal hasil) obligasi kita sudah kembali normal. Bahkan, untuk transaksi di pasar sekunder, hari ini malah netbuy (jumlah transaksi pembelian obligasi pemerintah oleh investor, lebih banyak dibanding transaksi penjualan,” jelasnya.
Menurut Chatib, dampak shutdown AS ini memang akan tergantung pada periodenya. Jika shutdown terjadi dalam jangka pendek atau dalam hitungan hari, maka dampaknya ke perekonomian dunia termasuk Indonesia, tidak akan begitu terasa.
“Tapi, kalau shutdown-nya lama, bisa berimbas pada recovery ekonomi AS, sehingga bisa berpengaruh pada ekspor kita. Meskipun, saya kok yakin negara sebesar AS akan bisa menemukan solusi, sehingga shutdown bisa segera diatasi,” ucapnya.
Sementara itu, menanggapi shutdown AS, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memandang aksi tersebut tidak berdampak signifikan bagi industri keuangan di Indonesia. \"Jadi kami lihat sejauh ini tidak ada dampak yang signifikan ke jalur keuangan. Meski kami akan terus memantau dari waktu ke waktu termasuk seberapa lama shutdown akan berdampak ke perekonomian AS,\" ungkapnya saat ditemui di Gedung DPR kemarin (2/10).
Namun, ia justru melihat ada dampak pada sektor riil Indonesia. Dengan berhentinya sebagian roda pemerintahan AS, tentu saja akan berpengaruh pada kinerja ekspor terutama saluran perdagangan Indonesia ke AS, dan begitu pula sebaliknya. Seperti diketahui, AS merupakan salah satu pembeli besar komoditas dari Indonesia. Sementara komoditas sendiri merupakan kontributor besar bagi nilai ekspor Indonesia.
\"Kalau lihat perkembangan terkini dengan adanya shutdown ini justru AS turun. Nanti kami juga waspadai dampak pada kinerja negara berkembang lainnya termasuk Indonesia. Tapi sejauh ini masih tidak ada dampak,\" jelasnya. Kinerja perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat tercatat surplus. Pada 2012 lalu, Indonesia surplus USD 3,27 miliar. Namun melambat dibandingkan 2011 yang mencapai USD 5,64 miliar.
Ketua Asosiasi Perbankan Nasional Sigit Pramono mengatakan, shutdown AS memang lantaran eskalasi politik. Sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja industri finansial di tanah air. Justru, ada peluang yang perlu dilihat oleh Indonesia terhadap shutdown AS ini. \"Bisa jadi kondisi ini membuat perekonomian AS tetap dalam level buruk, sehingga The Fed merasa stimulus moneter quantitative easing-nya tetap dijalankan,\" paparnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menambahkan, hingga kemarin, dampak shutdown pada perdagangan internasional Indonesia dengan AS memang belum terasa. “Bisnis masih berjalan normal, pelabuhan dan bea cukai juga masih jalan,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut dia, pemerintah akan terus mencermati perkembangan shutdown di AS, apalagi hingga kemarin belum ada titik terang kapan shutdown tersebut bisa diselesaikan. “Kita tentu berharap itu tidak terlalu lama. Kalau tidak, ekspor kita bisa terganggu,” katanya.
Pemerintah pantas was-was. Sebab, selama ini AS memang menjadi salah satu pasar utama ekspor Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sepanjang Januari - Agustus 2013, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS mencapai USD 9,99 miliar, atau terbesar ke-3 setelah ekspor ke Tiongkok dan Jepang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: