Sepakati Mekanisme Pergerakan Jamaah ke Armina

Sepakati Mekanisme Pergerakan Jamaah ke Armina

MISI Haji Indonesia bersama dengan Muassasah telah menyepakati  sistem dan mekanisme pergerakan jamaah haji Indonesia dari pemondokan ke Armina (Arafah-Muzdalifah-Mina). 

Pergerakan itu mencakup pemberangkatan jamaah haji dari pemondokan di Makkah ke Arafah, dari Arafah ke Muzdalifah, dari Muzdalifah ke Mina, serta  dari Mina kembali lagi ke pemondokan di Makkah.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelayanan Haji Sri Ilham Lubis kepada Media Center Haji (MCH) Daker Makkah usai mengikuti pertemuan antara muassasah dengan 48 ketua maktab yang melayani jamaah haji Indonesia, Kamis (03/10).

“Pertemuan dilakukan dalam rangka persiapan untuk pelayanan pemberangkatan jamaah haji dari pemondokan di Makkah ke Arafah, dari Arafah ke Muzdalifah, dari Muzdalifah ke Mina dan dari Mina kembali lagi ke pemondokan di Makkah,” kata Sri Ilham.

            Menurut Sri Ilham, setidaknya ada dua point kesepakatan yang kemudian disosialisasikan kepada para ketua maktab. Kesepakatan pertama adalah memberlakukan jadwal pemberangkatan jamaah haji dari pemondokan ke Arafah dalam tiga gelombang, yaitu: gelombang I dari jam 08.00 – 12.00; gelombang II dari jam 12.00 – 16.00; dan gelombang III dari  jam 16.00 – 22.00.

“Selama ini jadwal pemberangkatan diserahkan pada kesepakatan  antara maktab dengan perangkat kloter. Sekarang tidak, jadwal didasarkan pada  apa yang sudah disepakati misi haji Indonesia dengan muassasah,” tegas Sri Ilham.

Termasuk dalam kesepatakan ini adalah pengaturan pemberangkatan yang mendahulukan jamaah haji di wilayah pemondokan yang padat lalu lintasnya, seperti Jarwal, Misfalah, dan Ma’abdah.  Menurut Sri Ilham, pada tanggal  8 Dzulhijjah pagi,  jalanan di Makkah relatif masih sepi. Kondisi ini dimanfaatkan untuk memberangkatkan jamaah haji sebanyak-banyaknya.

“Itu yang akan diberangkatkan terlebih dahulu sehingga seluruh jamaah haji diharapkan sudah bisa berada di Arafah sebelum pukul 10 malam,” tutur Sri Ilham.

Sri Ilham menambahkan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, pemberangkatan maktab dilakukan dengan sistem qur’ah. Siapa yang dapat duluan, mereka yang diberangkatkan lebih dahulu tanpa mempertimbangkan lokasi pemondokan jamaah haji itu sendiri.

“Tahun ini kita ingin yang diberangkatkan dulu  adalah jamaah pada wilayah yang memang padat lalu lintasnya seperti Ma’abdah, Rei Zahir, Jarwal, dan Misfalah,  sehingga saat lalu lintas sudah mulai padat, jamaah di wilayah itu sudah berada di Arafah,” ujar Sri Ilham.

            Kesepakatan yang kedua menyangkut pelibatan misi haji Indonesia dalam setiap kegiatan orientasi lapangan. Dijelaskan oleh Sri Ilham bahwa setelah maktab menerima informasi tentang tenda yang akan ditempati jamaah haji Indonesia, para ketua maktab biasanya mengajak ketua-ketua kloter meninjau lapangan (orientasi lapangan) untuk mengetahui di mana lokasi tenda penempatan jamaah haji.

“Dulu, itu dilakukan hanya antar mereka sendiri, ketua maktab dengan ketua kloter,” papar Sri Ilham.

“Sekarang,  kita minta daker senantiasa dilibatkan sehingga kami pun tahu sejak awal bagaimana peta penempatan jamaah haji kita  dan  nantinya bisa dibuat denah tersendiri, sehingga kita bisa tahu persis di mana di mana posisi setiap kloter yang ditempatkan sejak awal,” ,” tambah imbuhnya.

Sri Ilham menegaskan bahwa hal ini penting agar setiap ada permasalahan di Maktab, misi haji Indonesia bisa mendeteksi lebih awal karena sudah ada denah penempatan jamaah haji, baik di Arafah maupun di Mina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: