Mencari sosok Sultan Thaha di Amsterdam
Catatan Perjalanan Guru Favorit Jambi Ekspres ke Eropa (2)
Setelah terbang dalam waktu yang sangat lama, pukul 10 Pagi, Minggu 10 November 2013, rombongan Guru Favorit Jambi Ekspres 2013 akhirnya mendarat juga di Amsterdam. Hari pertama, suasana negara penjajah ini pun mulai menunjukkan pesonanya. Hanya saja, berada di Belanda, dendam masa lalu bangsa, seakan-akan terwakili dari emosi yang kami rasakan.
DONA PISCESIKA - Amsterdam
Saya tidak tau persis, apakah semua pengunjung asal Indonesia akan emosi seperti yang kami rasakan ketika pertama kali melihat tanah Belanda. Sesaat sebelum mendarat di Bandara Internasional Schiphol Amsterdam, dari atas pesawat, tampak pemandangan menakjubkan. Dari ketinggian, tampak seperti sungai panjang dan luas membentang di tengah kota, juga sekilas seperti sawah, banyak terhampar di pinggiran kawasan tinggal. Juga ada kincir angin samar-samar terlihat berputar dalam jumlah yang tak sedikit.
\"Inilah dia negeri penjajah kita! Ck ck ck...ini ya?,\" emosi pertama muncul dari salah satu anggota group kami. Apakah ini pertanda nasionalis, atau sekedar pertanda, rasa penasaran bercampur emosi ketika akhirnya bisa juga mengunjungi negara yang menjajah Indonesia, hampir setengah Abad itu. Kami semua, mendongakkan kepala ke jendela pesawat, melihat dataran Amsterdam sembari bergumam tentang masa lalu. Kata-kata penjajah, pencuri tanah, VOC, rempah, lengkap sudah keluar dari mulut kami. \"Selamat datang di Amsterdam,\" peringatan pramugari pun membuyarkan emosi dan ternyata pesawat sudah landing dengan sempurna.
Memasuki ruang kedatangan, suasana Schiphol Airport ternyata lebih akrab dan bersahabat. Khusus penumpang asal Luar negeri, akan melewati pos cek dokumen seperti passport dan visa. Kesan pertama lumayan mengesankan, staf imigrasi di sini ramah dan bisa mengenali bahwa kami orang Indonesia. \"Apa Kabar?,\" disapa demikian lalu dilanjutkan dengan Bahasa Inggris. Dibanding staf imigrasi bandara negara lain seperti di Beijing, atau Singapura, saya merasakan jauh lebih ramah di sini. \"Iya lah, mereka ramah karena ga enak sama kita, minta maaf dan nyesal, karena dulu menjajah kita,\" lagi-lagi, canda bernada emosi, muncul.
Keluar bandara, kami langsung disambut cuaca dingin 5 derajat Celsius. Sebelum memasuki bus, kami juga disambut dengan hujan es. Pagi yang lumayan romantis. Marshall, driver sekaligus tourguide kami pun sudah menanti. Sedikit menantang para Guru Favorit dan rombongan, karena Marshall memandu dalam Bahasa Inggris, untung saja, bahasa asing termasuk point yang dinilai saat kompetisi GF. Meski ada juga yang terlihat bingung, saya rasa inilah tantangannya. Ini Bukan perjalanan wisata semata, namun perjalanan edukasi. Saya rasa Marshall sudah melakukan yang terbaik, terutama dalam hal uji kemampuan bahasa asing. Bersyukur, sebagian besar Guru Favorit Jambi Ekspres, memahami dengan baik bahasa Marshall yang pelan dan jelas.
Tak langsung ke hotel, kami memulai perjalanan siang Minggu itu ke beberapa tempat terkenal di Amsterdam. Pertama yaitu Volendam atau kampung nelayan. Menuju Volendam, kiri kanan kami menemukan hamparan lahan kosong yang hanya berisi rerumputan hijau, ketika dilihat dari atas pesawat seperti hamparan sawah. Menurut Marshall. Jika musim semi sekitar bulan Mei atau April, tanah itu akan ditanami bunga Tulip. Tak terbayang, betapa cantiknya hamparan itu.
Di Volendam, banyak ditemukan kincir angin tua sebagai icon Amsterdam yang terbuat dari kayu. Masih di wilayah ini pula, kami melihat langsung Kampung Nelayan di masa lalu Amsterdam. Meski tak ada lagi aktivitas nelayan karena sudah berfungsi menjadi daerah wisata, di sini lebih banyak ditemukan pertokoan yang menjual oleh-oleh, butik, studio foto baju tradisional Volendam dan lainnya. Soal produk yang di jual, di Belanda juga mirip dengan Indonesia, produk-produknya banyak berlabel “made in china”.
Usai dari Valendam, kami langsung menuju pusat kota Amsterdam. Tujuan kami yaitu ke Museum Nasional Amsterdam. Ke sini bukan untuk kunjungan biasa, saat pelepasan Guru Favorit Jambi Ekspres di rumah dinas Gubernur beberapa hari lalu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus sempat beramanah, agar kami bisa mencari foto Pahlawan Jambi, Sultan Thaha Saifuddin Jambi yang menurut Ketua Lembaga Adat Jambi, Hasip Kalimuddin, foto tersebut pernah ia temui di Museum Belanda sekitar tahun 1980. Hanya saja, saat saya coba tanyakan langsung, beliau tak mengingat persis, apakah itu ada di Amsterdam atau di Denhaag atau di wilayah lain Belanda. Hari ini. kami akan mulai menyisirnya dari Amsterdam.
Setiba di Museum Nasional Amsterdam, langsung ditemukan bangunan yang sangat luas, memasuki pintu utama, kita tak langsung melihat koleksi, namun melihat lobi yang luasnya sama dengan tiga kali lapangan futsal. Museum ini menyimpan ribuan koleksi. Semua sudah didata berdasarkan kelompok. Kelompok foto, kelompok lukisan, kelompok senjata dan kelompok-kelompok lainnya. Di sini pula, banyak tersimpan foto-foto tokoh Indonesia di masa lalu, dan banyak benda-benda berharga dan bersejarah Indonesia di masa lalu.
Museum ini, memberikan area informasi terkait benda apa yang akan kita cari dan kita butuhkan. Tujuannya, mempermudah kita menemukan lokasi pemajangan benda, mengingat area museum sangat luas dan koleksinya sangat banyak. Tak cukup satu atau dua hari jika ingin melihatnya satu per satu.
Dengan bank data yang ada, kami mulai meminta bantuan staf khusus data koleksi untuk mencari dimana posisi foto Sultan Thaha Jambi. Ia meminta kami menuliskan kata demi kata yang menjadi clue, agar koleksi itu bisa di searching di bank data yang ada. Sayang, pencarian pertama, langsung gagal. Staf berparas cantik itu, tampak sabar saat kami berkali-kali memberikan pilihan kata, kami juga memasukkan kata Djambi dan Jambi agar bisa ditemukan. Namun hasilnya, masih mengecawakan. Tak kehilangan akal, staf data Museum Amsterdam langsung mencari informasi di google tentang Sultan Thaha, lalu ia cocokkan dengan data yang ada, lagi-lagi, tetap tidak ada! Ia meyakinkan kami. Semua koleksi yang ada di museum nasional, museum terbesar di Negara Belanda itu, sudah terdata dengan lengkap di data informasi.
Tak menyerah, Senin, kami akan disambut Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Den Haag guna mendengarkan pemaparan tentang pendidikan di Belanda. Foto Sultan Thaha akan Menjadi Bagian misi kami berikutnya, meminta bantuan KBRI di Den Haag untuk mencari informasi tentang dimana foto Sultan Thaha kini berada dan berharap bisa menemukan museum yang menyimpan koleksinya.
Kini pukul 16:30, Museum pun bersiap akan ditutup, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju restoran, bersiap makan malam, menaiki booth menyusuri kanal-kanal buatan di tengah kota Amsterdam..sungguh pemandangan sore nan indah walau dinikmati dalam kondisi perut yang lapar. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: