Melayang, Tak Sampai Semenit Sudah Tiba di Lantai 350
Meskipun terjadi antrean panjang dan lift selalu penuh, tembo deck dan tembo galleria tidak sumpek. Suasananya tetap nyaman bagi pengunjung. Sebab, ada pengaturan lift yang tersistem dengan baik. Begitu ada lift yang naik, pasti ada yang turun. Dengan demikian, tidak sampai terjadi penumpukan pengunjung.
Selama berada di tembo deck, pengunjung bisa menikmati pemandangan sepuas-puasnya. Jarang ada petugas yang sampai harus mengoprak-oprak pengunjung agar cepat meninggalkan titik tertentu. Dengan begitu, mata pengunjung bisa menjelajahi seluruh penjuru megapolitan Tokyo dengan leluasa. Bahkan, Gunung Fuji yang berada 106 kilometer dari Tokyo Skytree dapat dilihat dengan mata telanjang.
Selain pemandangan di bawah, selama di tembo deck, pengunjung dimanjakan dengan aneka hiburan. Misalnya, permainan refleksi dinding kaca yang membuat orang yang berdiri di tengahnya seolah membelah diri menjadi banyak mengelilingi pilar tower. Karena itu, tak heran bila banyak pengunjung yang menyempatkan berdiri di tengah arena untuk berfoto dengan berbagai gaya.
Sementara itu, di tembo galleria, terdapat lintasan jalan dari lantai 445 menuju lantai 450 sepanjang 110 meter. Dinding kaca plus efek suara yang berubah sesuai dengan musim dan cuaca membuat orang tidak ingin melangkah terburu-buru. Di situ juga ada satu bidang lantai berukuran 0,5 x 1 meter terbuat dari kaca yang diperkuat secara termal. Pengunjung bisa berdiri di atasnya dan menikmati pemandangan \"dramatis\" yang tampak di bawah kaki.
Bila ingin makan atau minum sambil menikmati sensasi di ketinggian, ada kafe di lantai 340 dan 350 serta restoran di lantai 345. Untuk menuju tempat-tempat tersebut, disediakan jalan tersendiri.
Tokyo Skytree sebenarnya berfungsi sebagai pemancar siaran televisi dan radio. Kehadirannya menggantikan Tokyo Tower yang tingginya 333 meter. Itu jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Monas di Jakarta yang \"hanya\" 132 meter.
Untuk kelas tower pemancar, Tokyo Skytree menjadi yang tertinggi di dunia. Namun, untuk kelas gedung bertingkat, rekor tertinggi masih dipegang Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, yang tingginya mencapai 828 meter.
Tokyo Skytree di Distrik Sumida, kawasan kota tua di timur Tokyo itu, benar-benar mencerminkan jati diri Jepang. Mulai tingginya yang 634 meter, pilihan warna, sampai struktur bangunannya seratus persen digali dari akar tradisi bangsa Negeri Matahari Terbit tersebut.
\"Mengapa 634 meter, bukan 635 meter atau lebih\" 6-3-4 itu dalam bahasa Jepang disebut mu-sa-shi yang merujuk sosok Miyamoto Musashi, samurai karismatik yang sangat terkenal di Jepang pada abad pertengahan (1584\"1645),\" jelas Kristian.
\"Musashi adalah tokoh yang sangat disegani di negeri ini,\" lanjut pria asli Ngawi, Jawa Timur, itu.
Soal pilihan warna, tetenger Jepang tersebut terlihat putih kebiruan dari kejauhan. Warna yang disebut aishiro itu merupakan warna tradisional Jepang. Namun, pada malam hari, tampilan Tokyo Skytree berubah-ubah sesuai dengan jadwal dalam dua gradasi pencahayaan. Yaitu, biru yang merepresentasikan semangat (edo) dan ungu yang merepresentasikan keanggunan kekaisaran (miyabi). \"Orang Jepang memandang warna ungu itu elegan,\" tambah Kristian.
Tower yang pembangunannya dikerjakan selama lima tahun tersebut memiliki struktur bangunan yang istimewa. Ia mempunyai satu tiang inti (shinbashira) berukuran besar yang menjulang ke atas. Seluruh struktur bangunan selanjutnya \"berpegangan\" pada tiang inti tersebut. Model itu berfungsi untuk mengurangi efek goyangan saat angin kencang berembus atau guncangan gempa bumi. Desain bangunan itu meniru struktur pagoda lima tingkat di Kota Nara yang berjarak sekitar sejam perjalanan dari Kyoto.
\"Pagoda itu berkali-kali kena gempa, tapi tetap selamat. Setelah diteliti, akhirnya diketahui bahwa struktur bangunannya menggunakan satu pilar di tengah yang membuatnya kuat bertahan,\" jelas Kristian yang sudah tinggal di Jepang sekitar sepuluh tahun itu.
Ujian bagi Tokyo Skytree pun terjadi saat Jepang dilanda gempa 8,9 skala Richter pada 2011 yang efeknya dirasakan Tokyo hingga 5,5 skala Richter. Seperti halnya dengan pagoda lima tingkat di Kota Nara, Tokyo Skytree tetap kukuh berdiri, tidak mengalami kerusakan berarti.
(*/c10/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: