KESENGAJAAN ATAU KELALAIAN Dr. DEWA AYU ???

KESENGAJAAN ATAU KELALAIAN Dr. DEWA AYU ???

Dengan melihat teori-teori pemidanaan, maka kita dapat melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Dr. Dewa Ayu yang termasuk kedalam bentuk kelalaian/kealpaan/kekuranghati-hatian (culpa). Untuk menjawabnya, maka kita dapat melihat pondasi penting. Apakah sang Dokter telah melakukan kewajibannya ? Apakah Sang dokter tidak melakukan yang seharus dilakukannya ? Apakah sang dokter melakukan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan ? Pertanyaan kunci inilah yang dapat membuka tabir misteri untuk membaca putusan MA dan polemik yang diteriakkan oleh kalangan dokter.

 

Pertama. Konsentrasi kita tidak hanya berkaitan dengan persoalan medis “emboli” semata atau memang ada proses penangan prosedural yang tidak maksimal

Menarik pertimbangan MA sebelum memutuskan perkaranya. Berdasarkan kronologis, masuknya korban ke RS Dr Kandau Manado pukul 09.00 wita dan “lambatnya” penanganan korban pada pukul 18.00 wita merupakan salah satu pintu untuk membuka misteri kematian korban. Padahal Dr.  Dewa Ayu Sasiary Prawani sudah melaporkan ketuban pasien/ korban sudah dipecahkan di Puskesmas dan jika ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah keluar semua.

Dr ayu sebagai ketua residen yang bertanggung jawab saat itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis beserta rekam medis termasuk tidak mengetahui tentang pemasangan infus yang telah dilakukan terhadap korban. Nah. Fakta inilah yang menurut MA mengakibatkan terjadinya “kelalaian” dari Dr. Dewa Ayu.

Kedua. Setelah pukul 18.30 WITA tidak terdapat kemajuan persalinan pada korban, Dr Ayu melakukan konsul dengan konsulen jaga dan setelah mendapat anjuran, Dr Dewa Ayu  mengambil tindakan untuk dilakukan Operasi Cesar (CITO SECSIO SESARIA), kemudian dr Ayu menginstruksikan kepada saksi dr. Helmi untuk membuat surat konsul ke bagian anestesi dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan setelah mendapat jawaban konsul dari saksi dr. Hermanus Jakobus Lalenoh, Sp.An. yang menyatakan bahwa pada prinsipnya setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi. Oleh karena ini adalah operasi darurat maka mohon dijelaskan kepada keluarga resiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi.

Dr Hendy Siagian menerima tugas dari  dr Ayu untuk memberitahukan kepada keluarga pasien/ korban tetapi ternyata hal tersebut tidak dilakukan dr Henry.  Dr. Hendy Siagian menyerahkan \"informed consent\"/ lembar persetujuan tindakan kedokteran tersebut kepada korban yang sedang dalam posisi tidur miring ke kiri dan dalam keadaan kesakitan dengan dilihat oleh dr. Ayu bahkan juga diketahui oleh Dr Helmi). Kemudian Jaksa Penuntut Umum berhasil memaparkan fakta ternyata tanda tangan yang tertera di dalam lembar persetujuan tersebut adalah tanda tangan karangan sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011. Dengan demikian maka dokumen bukti adalah tanda tangan karangan/ \"Spurious Signature\".Ini adalah fakta kedua yang dilakukan sehingga, adanya tanda tangan karangan, membuktikan “dokter tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya”

Ketiga. Selanjutnya korban dibawa ke kamar operasi pada waktu kurang lebih pukul 20.15 WITA dalam keadaan sudah terpasang infus dan pada pukul 20.55 WITA dr Ayu sebagai operator mulai melaksanakan operasi terhadap korban dengan dibantu oleh dr Hendry Simanjuntak sebagai asisten operator I (satu) dan dr. Hendy Siagian sebagai asisten operator II (dua).

Bahwa selama pelaksanaan operasi kondisi nadi korban 160 (seratus enam puluh) x per menit dan saat sayatan pertama mengeluarkan darah hitam sampai dengan selesai pelaksanaan operasi, kemudian pada pukul 22.00 WITA setelah operasi selesai dilaksanakan kondisi nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan pemeriksaan EKG/ periksa jantung oleh bagian penyakit dalam.

Berdasarkan fakta kemudian 30 menit sebelum pelaksanaan operasi sudah terdapat 35 cc udara di dalam tubuh korban. Kemudian berdasarkan hasil Visum et Repertum disebutkan bahwa udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri.

Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung

Dengan demikian, persolan “emboli” merupakan “kelalaian” dari para dokter yang kemudian menyebabkan kematian kepada si korban.

 

Keempat. Dengan fakta-fakta yang dipertimbangkan oleh MA, MA kemudian menyatakan terdakwa lalai untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.

Kelima. dengan fakta-fakta itulah, didalam pertimbangan MA, MA merumuskan Terdakwa telah melakukan penyimpangan kewajiban. Terdakwa telah menimbulkan kerugian dengan tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh terdakwa terhadap korban. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: