>

PR untuk Tanah Bukit Tiga Puluh

PR untuk Tanah Bukit Tiga Puluh

Oleh Dr Revis Asra, SSi MSi.

Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang terletak di dua provinsi yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi Riau,  merupakan hamparan perbukitan yang mewakili keunikan  geologi di bagian timur Pulau Sumatera. Kawasan TNBT dengan luas 144.223 ha, termasuk ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rain forest) dan merupakan peralihan antara hutan pegunungan dan hutan rawa, sehingga memiliki keanekaragaman tumbuhan (flora) yang tinggi. Disamping sebagai habitat dari berbagai jenis flora dan fauna langka dan dilindungi, kawasan TNBT juga merupakan tempat hidup dan bermukimnya beberapa suku pedalaman seperti: suku Anak Dalam (Kubu/Orang Rimba), Suku Talang Mamak dan Suku Melayu Tua.

 

Salah satu jenis tumbuhan hasil hutan non kayu dan  merupakan sumber mata pencarian oleh ke tiga suku pedalaman tersebut adalah rotan jernang (Daemonorops spp.). Didalam kawasan TNBT ditemukan 3 jenis jernang, salah satunya adalah  jernang D. draco yang merupakan jenis jernang unggul karena menghasilkan getah terbanyak, dibandingkan jenis lainnya. Saat musim berbuah jernang tiba, masyarakat pedalaman mencari buah jernang ke hutan-hutan di dalam kawasan TNBT, kemudian mengekstraknya untuk mendapatkan getah/resin merah jernang dan selanjutnya dijual kepada pengumpul. Harga 1 kg getah/resin jernang untuk tingkat pengumpul berkisar Rp. 700.000.- sampai Rp. 800.000.-,. Nilai yang cukup lumayan bagi masyarakat pedalaman untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Oleh karena itu tumbuhan ini berpotensi untuk dikembangkan  di dalam kawasan TNBT  agar memberikan keuntungan secara ekonomi bagi suku-suku pedalaman dan secara ekologi bagi kawasan TNBT.

 

Namun, sayangnya keanekaragaman genetik  tumbuhan jernang  Daemonorops draco di dalam kawasan TNBT lebih rendah dibandingkan dengan keanekaragaman genetik jernang di luar kawasan TNBT. Kajian terhadap keanekaragaman genetik ini diperoleh setelah melakukan penelitian Bioteknologi terhadap DNA dari D. draco.

 

Analisis terhadap keanekaragaman genetik tumbuhan berguna untuk mengetahui kemampuan adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya. Tumbuhan yang memiliki keanekaragaman genetik yang tinggi, maka kemampuan adaptasinya terhadap perubahan lingkungan juga akan tinggi. Kondisi ”Climate change” (perubahan iklim) yang melanda bumi kita saat ini, membutuhkan tumbuhan-tumbuhan yang memiliki keanekargaman genetik yang tinggi, karena tumbuhan inilah yang nantinya mampu survive (bertahan hidup) terhadap perubahan iklim yang terjadi, sementara tumbuhan yang memiliki keanekaragaman genetik yang rendah, akan terancam terhadap kepunahan.

Sebagai salah satu kawasan konservasi, seharusnya keanekaragaman genetik jernang D. draco di dalam kawasan TNBT lebih tinggi dibanding dengan jernang yang tumbuh di luar kawasan TNBT. Tetapi faktanya malahan sebaliknya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa penyebabnya?

 

Pertanyaan-pertanyaan ini baru bisa dijawab, setelah penulis menyusuri kawasan hutan  TNBT baik yang berada di Provinsi Jambi maupun Provinsi Riau. Pengalaman yang cukup mengesankan ketika harus menyusuri derasnya air  batang Gasal (Rengat, Riau), menyeberangi sungai Manggatal (Tebo, Jambi), berinteraksi dan bermalam dengan suku-suku pedalaman Talang Mamak  dan Melayu Tua yang mendiami kawasan TNBT.   

 

Berdasarkan survey penulis diperoleh fakta, bahwa adanya kebiasaan suku pedalaman yang selalu menebang jernang jantan, bahkan rumpun jernang jantan ini dibakar dengan tujuan supaya tidak tumbuh lagi. Kebiasaan  ini mereka lakukan karena menganggap jernang jantan tidak berguna (tidak menghasilkan buah). Secara ekonomi memang tumbuhan jernang jantan tidak berguna, namun dari sisi Biologi tumbuhan jernang jantan ini sangat penting nilainya dalam meningkatkan keanekaragaman genetik tumbuhan jernang. Dengan adanya  jernang jantan ini, jernang betina dapat melakukan perkawinan (reproduksi seksual). Proses perkawinan ini akan menghasilkan keturunan yang menerima kombinasi unik gen dan kromosom dari kedua induknya (induk jantan dan betina) melalui rekombinasi gen yang muncul selama proses reproduksi seksual berlangsung.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: