>

Golput dan Kekuatan Uang, Lelang Suara Pemilu

Golput dan Kekuatan Uang, Lelang Suara Pemilu

Fakta hari ini, tokoh yang menokohkan dan di tokohkan untuk maju di Pemilu Legeslatif tahun 2014, banyak yang berasal dari kalangan keluarga pejabat, isteri pejabat, keluarga mantan pejabat, baik sipil mapun meliter, baik Pimpinan Politik, mantan, maupun Kepala Daerah. Fakta ini menunjukan sebuah pengembangan kekuasaan dan kedigdayaan ekonomi, sistem yang mengatur memberikan peluang bagi tokoh-tokoh tersebut untuk ikut bermain dengan modal Uang yang kuat.

Secara kasat mata, bahwa money politik dan cost politik untuk demokrasi di Indonesia memang cukup besar, yang tentunya para tokoh yang diproses melalui proses alamiah di tengah masyarakat tidak memiliki peluang untuk menuangkan dan memperjuangkan idealisme untuk kesejahteraan rakyat, karena keterbatasan dan kebelum mapan secara ekonomi, sehingga tokoh yang mengandalkan kekuatan Uang yang memiliki kecenderungan berinvestasi politik untuk mendapat benefit baik uang maupun politik, yang tentunya untuk merebut benefit ganda, berusaha melihat peluang dan kelemahan UU.

Dengan sistem UU dan peraturan yang seyogyannya keberpihakan kepada masyarakat jadi dasar perjuangan, justru melenceng dari tujuan tersebut, lebih mengarah kepada Politik Bisnis ataupun Bisnik Politik, lalu aspirasi masyarakat dimana, dan kemana, yach aspirasi untuk mensejahterakan masyarakat sebuah tujuan semu yang akan diperjuangkan dan tertinggal pada tokoh idealisme sangat sulit untuk disuarakan.

Dominasi Demokrasi ini, merupakan dominasi memperkuat kemapanan dalam ekonomi dan memperkuat tirani kekuasaan dalam partai politik dan kekuasaan Politik, sehingga bukan prestasi yang ingin diraih melalui perjuangan aspirasi masyarakat, melainkan kekuasaan dan kemapanan ekonomi sebuah tirani baru di Indonesia.

Beberapa fakta faktual, bahwa caleg pada umumnya berasal dari Ibu Pejabat, anak Pejabat, Pengusaha, Keluarga pejabat, keluarga Ketua Partai, semuanya itu untuk mendaftar dan mendapat nomor caleg berindikasi membutuhkan biaya, apakah money politik atau cost politik.

Lalu fakta juga menyimpulkan, bahwa kemungkinan tokoh idealisme yang tinggal menjadi tokoh yang belum bisa berbuat dan berjuang di kencah perpolitikan di Indonesia, sehingga idealisme tergadaikan dengan kekuasan dan uang.

Ditulis berdasarkan pengamatan penulis secara langsung di tingkat akar rumput, dibeberapa wilayah, dan memang belum bisa dikatakan untuk mewakili masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dimana kecenderungan proses lelang suara akan terjadi, akibat dari sebuah keputusanasaan tehadap apa yang dilalui dalam pembangunan selama ini, terutama maraknya korupsi, Nephotisme dan koncoisme, proyek-proyek yang dibangun sudah roboh sebelum masanya, jalan yang amburadul, harga barang dan sembilan bahan pokok, beserta Subsidi BBM yang masih bermasalah  dll, tentunya membawa dampak ekonomi negatif bagi masyarakat.

( Penulis adalah Conservation di TN Berbak, Dosen STIE Sak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: