Mengunjungi Karya Seni Indonesia di Museum Etnologi Vatikan

Mengunjungi Karya Seni Indonesia di Museum Etnologi Vatikan

Dapat Tempat Strategis, Tampilkan Relief Candi Borobudur

 INDONESIA diberi kehormatan menghelat pameran benda-benda etnik di Museum Etnologi Vatikan. Wartawan Jawa Pos DOAN WIDHIANDONO diundang untuk mengikuti acara pembukaan itu. Juga, beberapa kali datang ke museum untuk mengamati pameran setelah dibuka.

 

 SISA-sisa kemeriahan pembukaan Pameran Pariwisata Indonesia di Museum Etnologi Vatikan masih terasa. Sepasang songsong (payung bersusun tiga) merah masih terdapat di pintu masuk arena pameran pada Selasa (18/2). Begitu pula dengan penjor, gerbang melengkung berbahan janur yang dibawa langsung dari Bali, yang masih tegak berdiri di tangga pintu keluar lokasi pameran.

 Sepekan sebelumnya, Kamis (13/2), tangga berhias penjor itu menjadi saksi pembukaan pameran benda-benda etnik Indonesia yang bernilai sangat tinggi. Di tangga tersebut President of the Governorate of Vatican City State Kardinal Giuseppe Bertello memukul gong, menandai pameran yang akan berlangsung setahun penuh.

 Kardinal Bertello adalah orang nomor tiga di Vatikan. Orang pertama tentu saja Paus Fransiskus, kepala negara Vatikan, uskup Roma, sekaligus pemimpin tertinggi umat Katolik dunia. Kemudian, Sekretaris Negara (Secretary of State) Uskup Agung Pietro Parolin.

 Nah, Kardinal Bertello memimpin governorate yang bertugas menjalankan roda administrasi dan pemerintahan sehari-hari di Negara Kota Vatikan (Vatican City State). Kardinal Bertello membuka pameran pariwisata itu bersama Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sapta Nirwandar dan Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Budiarman Bahar. Hadir juga Duta Besar Indonesia untuk Italia August Parengkuan.

 Ratusan pengunjung datang pada malam pembukaan itu. Lokasi pameran pun padat. Sebagian besar pengunjung adalah biarawan-biarawati yang didaftar sebagai warga Indonesia di bawah wewenang KBRI Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan. Suasana pun begitu hangat oleh nuansa kangen-kangenan. Baik kangen kepada sesama warga Indonesia maupun kangen pada atmosfer Indonesia yang terasa pada jajaran benda-benda pameran malam itu.

 Sapta Nirwandar tampak berseri-seri. \"Ini pameran hebat. Digelar di salah satu museum terhebat di dunia,\" ungkapnya.

 Sapta tidak salah. Museum Vatikan (Musei Vaticani) dianggap sebagai satu di antara segelintir museum terbaik di dunia. Jumlah pengunjungnya bisa mencapai 20 ribu orang tiap hari.

 Museum Vatikan sejatinya adalah kumpulan belasan museum atau galeri penyimpanan benda-benda seni dan bersejarah dari berbagai dunia. Mulai patung marmer pada era Romawi kuno hingga patung perunggu yang dibikin dua dekade lalu. Mulai fresco (lukisan dinding) karya Michelangelo dan Raphael sampai lukisan kontemporer abad ini.

 Beberapa museum itu adalah museum etnologi, museum filateli dan numismatik, galeri peta, galeri kandelar, museum kristiani, hingga Kapel Sistina yang biasanya dipakai sebagai tempat konklaf (sidang pemilihan paus baru).

 Pameran Indonesia ditempatkan di museum etnologi. Lokasi museum itu sangat strategis. Sebab, setelah melewati gerbang tiket seharga euro 16 (sekitar Rp 256.000 dengan kurs euro 1 = Rp 16.000) dan pintu pemeriksaan detektor logam, pengunjung harus melangkahkan kaki kali pertama di museum etnologi.

 Museum etnologi mengkhususkan diri pada penyimpanan benda-benda seni dunia yang dihadiahkan untuk para paus. Baik pemberian ketika paus menerima tamu atau saat kunjungan ke berbagai negara. Koleksi paling awal museum itu adalah artefak masyarakat Tairona (sekarang Kolombia), Amerika Selatan, yang dipersembahkan untuk Paus Innosensius XII pada 1692. Tradisi cenderamata itu terus berlanjut sampai saat ini. Benda-benda seni Vatikan pun sangat komplet. Usianya beragam, asalnya juga bermacam-macam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: