Museum Didirikan Hanya untuk Sambut Sail Morotai

Museum Didirikan Hanya untuk Sambut Sail Morotai

 Menurut Muhlis, sebenarnya di Selat Morotai masih banyak sisa kendaraan tempur milik sekutu yang karam. Mulai pesawat, mobil jip, hingga truk pasukan. Belum banyak yang mengambil bangkai besi itu karena memang tidak mudah mengangkatnya ke daratan. \"Ini sebagian bangkai kendaraan tempur yang ada di dalam laut sini,\" terang Muhlis sambil menunjukkan foto-foto bangkai kendaraan sekutu tersebut.

 Sepulang dari Pulau Zum-Zum ke Morotai, Muhlis memamerkan Museum Perang Dunia II yang dibangun untuk menyambut Sail Morotai 2012. Di dalam museum yang tak begitu luas itu, seluruh koleksinya milik Muhlis. Mulai peralatan makan, senjata SMB 12,7, selongsong peluru, meriam, mesin sandi, hingga puluhan keping dog tag.       

 Museum itu didirikan hanya untuk menyambut event akbar tersebut. Setelah itu, perawatan dan pengelolaannya diserahkan kepada Muhlis. Pemerintah seakan tak mengurusi lagi, termasuk membiayai operasinya. Akibatnya, Muhlis pun tidak bisa maksimal mengurusnya. Dia baru mau membuka dan membersihkan museum tersebut jika ada waktu luang.

 Tak jauh dari sumber Air Kaca, pemerintah pusat kini tengah membangun Monumen PD II dan Trikora di pesisir Morotai. Tapi, belum jelas apa saja benda-benda bersejarah yang dipamerkan dan siapa kelak yang mengelolanya. 

 Menurut cerita orang-orang tua kepada Muhlis, peran Morotai dalam PD II begitu sentral. Bahkan, pesawat B-29 Superfoster yang membawa bom atom sebelum diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki (Jepang) sempat transit di Landasan Pitu. \"Kata kakek saya, saat pesawat itu transit di sini, warga diminta menjauh dari Landasan Pitu hingga beberapa kilometer karena khawatir terjadi apa-apa dengan bom itu,\" paparnya.

 Selain menyuguhkan benda sisa PD II yang kini jumlahnya makin sedikit, Morotai masih menyimpan misteri tentang keberadaan tentara Jepang yang melarikan diri dan diduga masih hidup di hutan Morotai. Seperti diketahui, pada 1974 atau 30 tahun setelah PD II, di hutan Morotai ditemukan seorang prajurit Jepang bernama Teruo Nakamura. Tentara dari Kekaisaran Jepang itu bersembunyi di hutan Galoka karena menolak menyerah kepada sekutu. Nakamura ditemukan tim pencari dari TNI-AU atas permintaan bantuan dari Jepang.

 \"Orang sini masih yakin ada prajurit lain yang bersembunyi di hutan Morotai. Kami mengenalnya dengan nama Murita,\" terang Muhlis yang dua tahun lalu ikut tim pencari tentara Jepang yang masuk ke hutan.

 \"Saya masuk ke hutan dengan tujuan ke titik di mana orang sering melihat sosok Murita. Ketika itu ada tembakan yang diarahkan kepada kami,\" cerita Muhlis. Tim yakin desing peluru tersebut keluar dari senapan milik tentara Jepang.

 Bukti lain adalah ditemukannya puluhan senjata di dalam hutan. Bapak enam anak itu kemudian mengantarkan saya ke sejumlah warga yang mengaku pernah bertemu dengan sosok Murita. Warga tersebut kebetulan merupakan korban konflik agama di Maluku yang melarikan diri ke hutan pada 2000-an.

 Sosok Murita diperkirakan kini berusia 90 tahun. Menurut Muhlis, hal tersebut masuk akal karena sejumlah prajurit angkatan darat dari Kekaisaran Jepang yang dibawa ke Morotai waktu itu berstatus wajib militer. Mereka dibawa dari Taiwan yang ketika itu masih menjadi koloni Jepang. Usia mereka yang wajib militer kebanyakan masih belasan tahun.

 Misteri persembunyian Murita tersebut hingga saat ini masih membuat penasaran sebagian warga. Yang jelas, Morotai menyimpan cerita-cerita sejarah PD II. Dan mestinya kisah itu tak hanya cukup dikenang lewat museum tanpa penjaga.

(bersambung/c9/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: