Pemerintah Sepakat Bayar Diyat Satinah

Pemerintah Sepakat Bayar Diyat Satinah

JAKARTA - Setelah mengalami perdebatan yang a lot, pemerintah Indonesia akhirnya sepakat membayar uang darah atau diyat sebanyak tujuh juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar untuk membebaskan TKI Satinah dari hukuman pancung. Menkopolhukam Djoko Suyanto menuturkan pemerintah sepakat memenuhi permintaan diyat yang disyaratkan pihak keluarga majikan Satinah.

\"Kita baru saja menyelesaikan rapat terbatas terkait Satinah. Tim sudah berada, melalui tim sudah memenuhi tuntutan dari keluarga. Sampai tadi malam (Rabu malam) kita sepakat memenuhi tuntutan keluarga (majikan Satinah),\"papar Djoko dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, kemarin (3/4).

Djoko memaparkan, tim yang dipimpin Maftuh Basyuni itu menemui Gubernur Provinsi Qassim, Arab Saudi Prince bin Bandar bin Abdul Aziz Al Saud dan keluarga majikan Satinah. Tujuannya untuk memberikan diyat yang telah disepakati. \"Tim sudah janjian dengan pengacara pihak keluarga korban. Mereka ke provinsi Qassim, menemui Gubernur dan keluarga korban memenuhi komitmen, apa yang mereka tawarkan beberapa waktu lalu,\"paparnya.

Mengenai uang diyat, lanjut Djoko, awalnya keluarga korban meminta 15 juta riyal. Namun, setelah melalui proses negoisasi, mereka akhirnya sepakat uang darah yang perlu dibayarkan tujuh juta riyal. Meski begitu, permintaan keluarga korban berubah-ubah terkait metode pembayaran diyat. Awalnya, mereka menawarkan agar lima juta riyal dibayar kontan, sementara sisanya diangsur.

\"Tapi karena dinamika begitu tinggi, mereka minta tujuh juta riyal dibayar tunai. Dan perlu diketahui sekarang juga dideposit di pengadilan lima juta riyal. Dua juta riyal dari pengusaha, akan segera kita kirim,\"lanjutnya.

Djoko pun berharap pihak keluarga majikan Satinah menerima uang diyat tersebut, tanpa ada permintaan yang lain. \"Jika mereka telah sepakat, maka Satinah bisa terselamatkan dari hukuman pancung. \"Mudah-mudahan tidak ada permintaan apapun. Kalau sudah setuju, bisa cepat menyelamatkan Satinah dari hukuman mati,\"imbuhnya.

Djoko menuturkan, kasus Satinah tersebut menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Dia mengatakan, ke depan harus ada penetapan standar dana yang disiapkan dari APBN untuk melindungi TKI. Di samping itu, pemerintah juga berniat membentuk suatu lembaga atau badan yang khusus mengurus penggalangan dana bagi sumbangan dari masyarakat. \"Sehingga nantinya itu terkontrol, sebab tidak mungkin APBN hanya fokuskan pada pembayaran diyat,\"tegasnya.

Namun, Djoko menegaskan, pemerintah akan mengupayakan secara maksimal dari APBN, jika TKI yang bersangkutan tidak bersalah. Dia juga merasa perlu memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa dalam hal ini, Satinah memang dinyatakan bersalah karena membunuh dan mencuri. Satinah sendiri mengakui tindak pidana yang dilakukannya tersebut.

\"Masyarakat harus diberikan pencerahan bawah Satinah divonis bersalah dan yang bersangkutan sudah mengakui membunuh dan mencuri. Oleh karena itu, mari kita berpikir jernih, \"pemerintah sudah ikut dari awal mengawal kasus ini. Tapi, kalau yang bersangkutan tidak bersalah, kita akan berbuat maksimal untuk menyelamatkan mereka,\"tegasnya.

Terpisah, migrant care menyatakan turut berbahagia atas pernyataan Menkopolhukam Djoko Suyanto mengenai telah dilakukannya pembayaran diyat Satinah kemarin. Analis migrant care Wahyu Susilo yang saat dihubungi tengah berada di Semarang mengatakan, kabar gembira tersebut telah disampaikan pihaknya secara langsung pada anak dan keluarga Satinah di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.

\"Telah kami sampaikan kabar tersebut. Tapi tidak tahu juga pemerintah sudah sampaikan juga atau belum. Karena memang sejak awal komunikasi antara pemerintah dan keluarga Satinah sangat lambat,\" tutur Wahyu.

Kendati mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh pihak pemerintah, Wahyu tetap meminta agar dilakukan pengecekan secara langsung ke pihak-pihak terkait di Arab Saudi guna memastikan kesepakatan benar-benar terjadi. Sebab menurutnya, perubahan kesepakatan yang terjadi beberapa kali bisa saja terulang kembali.

Sementara itu, mengenai adanya skenario pembentukan badan penggalangan dan pembayaran diyat yang dilontarkan oleh Djoko, Wahyu mengaku pihaknya kurang setuju. Sebab menurutnya, pembentukan badan tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit. \"Dan mungkin saja lebih besar dari diyat itu sendiri,\" tandasnya.

Ia menuturkan, akan lebih bijak bila pemerintah memperbaiki aspek-aspek yang telah ada ketimbang membuat suatu badan baru. Pemerintah bisa melakukan perlindungan preventif pada TKI di luar negeri agar tidak terjerat kasus yang sama. Misalnya, dengan memperbaiki kualitas calon TKI yang akan dikirim ke luar negeri. \"Lebih baik pemerintah mengkonsolidasi pilar-pilarnya yang di luar negeri. Perkuat mereka agar lebih mudah dalam melakukan perundingan. Dan yang paling penting, pemerintah harus aware pada TKI di sana,\" tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: