Tiga Parpol Berburu Cawapres Dimulai dari Mitra Koalisi
JAKARTA - Partai-partai mulai intens bergerak melakukan penjajakan koalisi menghadapi pemilihan presiden (pilpres) 8 Juni nanti. Meski masih cair, sejumlah kecenderungan peta koalisi sudah semakin terpola.
Dari peta koalisi itu akan bisa diperkirakan berapa pasangan capres \" cawapres yang akan bertarung dalam pilpres 9 Juli mendatang. Sejauh ini, partai penghuni posisi tiga besar masih keukeuh untuk mengusung capresnya sendiri. Untuk cawapresnya, tentu bisa berasal dari parpol yang menjadi mitra koalisi.
Kemarin (10/4), tepat sehari pasca Pileg 9 April, beberapa elit PDIP langsung berkunjung ke kantor DPP Partai Nasdem Jl Gondangdia, Jakarta. Di sana, rombongan petinggi partai yang sesuai hasil quick count menduduki posisi teratas tersebut diterima langsung Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Di pihak PDIP, Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo yang memimpin. Kedua pihak sempat melakukan pertemuan selama sekitar satu jam. \"Kecenderungannya kita lihat bisa dengan siapa, melihat format yang ada sekarang. PDIP membuka peluang dengan kami,\" kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Nasdem Ferry Mursydan Baldan usai pertemuan.
Mengacu pada hasil hitung cepat salah satu lembaga, PDIP mendapat suara sekitar 19,72 persen. Artinya, PDIP belum bisa mengusung pasangan capres-cawapres sendiri dan harus berkoalisi. Hal itu terkait ketentuan presidential threshold (ambang batas mengusung capres-cawapres) di UU Pilpres, yaitu sebesar 25 persen suara nasional atau 20 persen kursi di parlemen.
Meski mengakui kalau telah dibukakan peluang berkoalisi dengan PDIP, Ferry menambahkan, kalau pada pertemuan kemarin masih belum ada pembicaraan lebih dalam lagi. \"Cuma komunikasi biasa dan belum ada obrolan ke arah sana,\" imbuhnya.
Di sisi lain, PDIP juga masih belum menentukan dengan siapa koalisi akan dibangun. Hal itu juga terkait dengan siapa cawapres yang akan dipasangkan dengan Joko Widodo. Sejumlah nama memang sudah masuk dalam inventarisasi, namun belum mengerucut pada nama tertentu.
Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon mengatakan, keputusan untuk menentukan cawapres tidak hanya ada pada Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum. Namun juga Jokowi sebagai capres yang diusung PDIP. \"Keputusan juga ada pada Pak Jokowi. Itu juga membuktikan dia bukan untuk didikte,\" katanya.
Dia mengungkapkan, PDIP terus melakukan komunikasi dengan parpol-parpol lain, Terutama yang memiliki kesamaan ideologi. Mengenai figur, Effendi belum mau terbuka menyebutkan siapa yang potensial sebagai cawapres.
Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi juga menegaskan bahwa partainya tetap mengusung Prabowo Subianto sebagai capres. Dia tidak menampik jika sebenarnya Gerindra akan ideal berkoalisi dengan PDIP. Persoalannya, masing-masing sudah memiliki jago sendiri yang akan diusung sebagai capres. \"Kalau PDIP mau sebagai cawapres, ya bisa saja. Tapi kan sepertinya sulit,\" ujarnya.
Suhardi mengatakan, pihaknya tidak hanya mencari cawapres yang bisa mendukung Gerindra untuk memenuhi syarat presidential threshold. Namun juga sejalan dengan visi yang diusung partai berlambang kepala burung Garuda itu, yang enam program aksi Gerindra. \"Kita tunggu saja dalam satu dua minggu ini,\" katanya.
Peta tiga pasangan capres \" cawapres dalam pilpres mendatang bisa berubah seandainya Golkar urung mengusung capres sendiri. Apalagi, baik PDIP maupun Gerindra, sempat melontarkan peluang bekerjasama dengan partai berlambang pohon beringin itu. PDIP lewat Wasekjen Hasto Kristiyanto mengatakan, ada pendapat yang mengatakan bahwa Golkar juga didirikan oleh Bung Karno dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya. Sehingga ada legitimasi sejarah jika pada akhirnya kedua partai berkoalisi.
Demikian juga dengan Gerindra. Suhardi mengatakan hubungan Gerindra dengan Golkar cukup baik. Apalagi Prabowo Subianto dulu juga pernah menjadi bagian dari Partai Golkar. \"Saya juga pernah ber-KTA Golkar. Tinggal tunggu saja apakah Golkar setuju dengan platform kita. Apakah Golkar mau menjadi cawapres,\" kata Suhardi.
Namun Ketua Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari menegaskan, hingga saat ini belum ada rencana untuk mengevaluasi pencapresan Aburizal Bakrie (Ical) meski perolehan suara dalam pileg tidak mencapai presidential threshold. Ical juga tidak akan ditawarkan untuk menjadi cawapres kepada partai lain. \"Keputusan Rapimnas itu ARB ditetapkan sebagai capres, bukan cawapres,\" tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: