Pilkada Tak Langsung Rampok Hak Rakyat
KMP Potensi Sapu Bersih Kursi Gubernur
Soliditas partai-partai yang tergabung di koalisi merah putih (KMP) akan memiliki efek luar biasa jika tetap terjaga sampai di tingkat bawah. Hal itu berkaitan dengan arus utama dalam pembahasan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di parlemen saat ini. Yaitu, bahwa
mekanisme pemilihan kepala daerah tidak lagi dilaksanakan secara langsung, melainkan dipilih oleh DPRD.
Jika ketentuan menghapus pilkada langsung itu berhasil di-gol-kan, maka pemilihan kepala daerah di 34 provinsi seluruh Indonesia ke depan, berpotensi bakal disapu bersih KMP. Pasalnya, di hampir semua DPRD provinsi seluruh Indonesia, kepemilikan kursi KMP yang ikut disokong Partai Demokrat merupakan mayoritas.
Hanya di Provinsi Aceh dan Bali, kekuatan KMP plus itu berimbang dengan kekuatan politik lainnya. Di DPR Aceh, kepemilikan kursi KMP plus (37 kursi) hampir sama dengan kepemilikan kursi total tiga partai lokal Aceh (35 kursi). Dari 81 jumlah kursi yang ada, partai-partai pendukung Jokowi-JK (PDIP, Partai Nasdem, PKB, dan Partai Hanura) di sana hanya memiliki total 9 kursi.
Sedangkan di Bali, partai-partai tergabung di kolisi pendukung Jokowi-JK yang mampu mengimbangi kekuatan KMP plus. Empat partai pendukung Jokowi-JK total memiliki 27 kursi. Jumlah itu sama dengan kepemilikan kursi KMP plus.
\"Ibu Mega juga pernah kalah dua kali (dalam pilpres) dan berada di luar pemerintahan, tapi kami tidak merusak sistem, tidak mengamburadulkan sistem,\" sindir Juru Bicara PDIP Arya Bima di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jl. Teuku Umar, Jakarta, kemarin (7/9).
PDIP bersama PKB dan Partai Hanura yang merupakan partai pendukung Jokowi-JK pada pilpres lalu, lebih menghendaki mekanisme pilkada tetap dilaksanakan secara langsung. Baik, di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Hingga saat ini, pihak pemerintah termasuk yang mendukung usulan tersebut.
Di luar itu, fraksi-fraksi dari KMP menghendaki mekanisme pilkada dipilih melalui DPRD. Partai Demokrat termasuk yang ada di gerbong yang sama.
\"Mengembalikan pemilihan ke DPRD hanya pemutarbalikan sejarah hanya demi kekuasaan, itu tentu mengganggu konsolidasi demokrasi yang sudah berjalan selama ini,\" sindir Arya Bima lagi.
Dukungan fraksi-fraksi mendorong pilkada tak langsung itu terkesan mendadak. Awalnya, mayoritas lebih mendukung pilkada tetap dilaksanakan secara langsung. Partai Golkar termasuk yang sempat belum mengambil keputusan, namun akhirnya memilih opsi pemilihan kepala daerah oleh DPRD dalam perjalananan pembahasan RUU Pilkada terakhir. Keputusan itu dinilai sebagai jalan tengah, karena Partai Golkar melihat banyak fakta yang menunjukkan pilkada dengan pemilihan langsung memiliki banyak kekurangan.
\"Kesimpulan sementara: lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya bagi rakyat dan kehidupan yang tentram dalam berbangsa dan bernegara,\" ujar Bambang Soesatyo, Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar di Jakarta, kemarin (6/9).
Bambang menyatakan, keputusan memilih opsi pilkada lewat DPRD bukan semata-mata agar memiliki kesamaan pandangan dengan Koalisi Merah Putih. Partai Golkar sudah melakukan kajian lama terkait mekanisme pilkada langsung. Dari ribuan pilkada yang sudah digelar, justru ada sejumlah catatan negatif yang membuat kualitas pemilihan langsung itu tereduksi.
\"Sudah ribuan pilkada memakan korban anak bangsa. Pertikaian antar pendukung, ras dan suku selalu mewarnai setiap pilkada,\" ujar Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: