Kawin HAM VS Cerai Hak Azasi Tuhan
Peristiwa KBA kemungkinan besar disebabkan oleh intensitas pertemuan diantara calon pasangan dalam profesi/pekerjaan sehari-hari. Tidak juga tertutup kemungkinan sebuah strategi dakwah/missionari untuk menggaet calon pasangan berpindah agama yang didahului oleh ikatan pernikahan. Ini tentu hanya berlaku bagi agama ekspansif dimana menambah menganut dari agama lain adalah tugas suci. Artinya bukan karena sebuah kebetulan an sich. Hal ini menjadi mirip dengan yang menjadi anggota legislatif dan olahragawan dan profesi yang memerlukan intensitas pertemuan melebihi jam kerja biasa. Pekerjaan yang menyita waktu nyaris tanpa batas ketika dikejar jam tayang, masa sidang, pertandingan atau sejenisnya.
Penomena Menarik
Sesungguhnya seseorang yang mau menikah dengan seseorang yang berbeda agama dapat dipandang tidak lagi mementingkan agama, tetapi “cinta”. Mungkin yang diperlukan adalah pengakuan di hadapan umum bahwa mereka serumah di atas ikatan legalitas hukum, bukan cinta/nafsu semata.
Namun yang terlihat menarik bahkan terasa aneh, mereka tetap meminta fatwa agama. Akan semakin menarik kemudian ketika yang diminta fatwa memberikan jawaban atas penomena yang terjadi sebagai alasan untuk menentukan pendapatnya, bukan rujukan agama. Bukan sebaliknya, yaitu penomena sosial yang memperkuat logika agama.
Hak Tuhan, Hak Anak dan Perceraian
Jika ditelusuri kasus perceraian sejumlah “idola?” masyarakat selama ini, maka yang terlihat adalah pentingnya Hak Azazi Tuhan diperhatikan ketika usia mendekati tua, atau mati. Namun sebagian diantara mereka mulai merasakan pentingnya untuk menyelamatkan anak dari neraka. Ibu dan ayah akan menyalamat anaknya dari neraka jika dia tidak diberikan pelajaran agama yang dianut ayah atau ibunya.
Adakalanya ibu memaksakan anaknya untuk mengikutinya ke Gereja, sementara ayahnya memaksanya ke Masjid, atau sebaliknya. Masing-masing tanpa sadar memasung hak anak mereka karena memikirkan tanggung jawab adanya Hak Tuhan. Adalah Hak Tuhan untuk memasukkan salah satu atau semua mereka/kita ke neraka atau surga.
Ketika masing-masing merasa akan atau telah gagal memainkan peran untuk tujuan menyelamatkan pasangannya berpindah ke agamanya, maka seringkali munculnya Hak Veto bahwa Hak Tuhan lebih utama dari hak pasangan atau anak, “keluarga, anak, istiri adalah nomor satu ... tetapi aku lebih menomorsatukan Yang Nomor Satu (Tuhan), (demikian Jamal Mirdad 2013). Di sinilah hak anak untuk hidup nyaman di bawah asuhan orang tuanya terabaikan oleh mereka yang tadi memperjuangkan Hak Azazi Manusia. Namun terlihat di atas semua hak itu ada Hak Azazi Tuhan.
Jalan Keluar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: