Indonesia Labrak Saudi
Tidak Koordinasi Terbitkan Calling Visa
JAKARTA - Pemerintah Indonesia merasa geregetan dengan keberadaan calon jamaah haji (CJH) nonkuota yang sering terlantar di Makkah. Umumnya jamaah \"sandal jepit\" itu berhasil terbang ke Saudi menggunakan calling visa yang diterbitkan oleh Saudi. Penerbitan visa panggilan itu tanpa koordinasi dengan pemerintah Indonesia.
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama (Itjen Kemenag) Mochammad Jasin menuturkan, calling visa ada yang resmi tetapi ada yang peredarannya gelap. \"Jamaah nonkuota dengan calling visa resmi tidak terlalu membuat persoalan. Tetapi yang tidak resmi itu sering merepotkan panitia haji,\" katanya langsung dari Makkah kemarin.
Jasin berada di Makkah dalam rangka pemantauan penyelenggaraan haji. Pengawasan itu diantaranya pelayanan jamaah saat kedatangan di Jeddah, layanan akomodasi di Makkah, Madinah, dan Jeddah, serta layanan katering di Armina, dan layanan lainnya.
Jasin menjelaskan, penerbitan calling visa gelap melibatkan oknum kedutaan Arab Saudi yang tidak bertanggung jawab. Mereka biasanya sudah memiliki koneksi dengan jaringan travel haji nakal di seluruh Indonesia. Jadi ketika calling visa itu sudah ada, dengan gampang segera didistribusikan ke CJH yang tidak sabar mengantre.
\"Modus ini saya tegaskan dilakukan oleh oknum. Bukan kedutaan Saudi secara institusi,\" tuturnya. Penerbitan calling visa ini memang sangat menggiurkan bagi para oknum nakal. Sebab setiap jamaah nonkuota yang berhaji dengan modal calling visa, harus membayar hingga Rp 80 juta. Uang itu jelas dibagi antara oknum kedutaan, makelar penjual calling visa, serta biro travel amatiran di Saudi untuk penjemputan jamaah setibanya di Jeddah.
Untuk melihat besarnya potensi perputaran uang pada bisnis penerbitan calling visa ini, bisa mengaca pada musim haji 2013 lalu. Tahun lalu, Kemenag mendata jumlah jamaah haji nonkuota sebanyak 1.000 orang. Jika waktu itu tarif berhaji nonkuota sebesar Rp 80 juta per orang, berarti potensi perputaran uang di bisnis ini mencapai Rp 80 miliar.
Atas penerbitan calling visa gelap ini, pemerintah Indonesia gerah. Informasinya, Menag Lukman Hakim Saifuddin sudah menyampaikan himbauan langsung ke Kementerian Urusan Haji Arab Saudi. Isi himbauan itu adalah, meminta pemerintah Saudi berkoordinasi dengan Indonesia dalam penerbitan calling visa. Jadi bisa diketahui seberapa besar jamaah haji nonkuota yang akan masuk ke Saudi.
Mantan pimpinan KPK itu lantas menjelaskan, sesuai dengan UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji, pemberangkatan haji berada di bawah otoritas Kemenag. Jadi skema yang berjalan, Kemenag mengusulkan nama-nama jamaah ke kedutaan Saudi di Jakarta untuk acuan penerbitan visa haji.
Menurut Jasin, penerbitan calling visa yang bisa dipakai jamaah haji nonkuota itu memang kewenangan pemerintah Saudi. Tetapi merujuk pada UU tadi, pemerintah Saudi harus melaporkan ke Kemenag setiap kali menerbitakan calling visa. \"Intinya setiap masyarakat Indonesia yang berhaji, harus sepengetahuan Kemenag,\" tandasnya.
Dia lantas menuturkan, pemberangkan jamaah nonkuota tidak lepas dari keberadaan travel haji. Jasin menegakan, siapapun travel hajinya ketika merugikan masyarakat akan dicabut izin operasionalnya. Tetapi masalahnya, travel haji nakal ini biasanya travel tidak resmi dan di luar data base Kemenag. \"Kalau ada unsur pidana, seperti penipuan atau sejenisnya, polisi ikut bergerak,\" tutur Jasin.
Jasin membenarkan, titik awal rekrutmen CJH nonkuota ini biasanya diawali dari travel haji illegal. Tetapi selanjutnya, mereka menitipkan CJH itu ke travel haji resmi. Target Kemenag saat ini adalah, menelusuri travel haji resmi yang terlibat dalam titip-titipan CJH nonkuota ini. \"Meskipun statusnya hanya menerima titipan, tetapi akan dicabut izinnya,\" tegas Jasin.
Dia terus menghimbau supaya masyarakat tidak gampang percaya dengan orang yang menawarkan calling visa. Menurutnya, istilah calling visa saat ini sudah sangat popular di kalangan KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji) atau travel haji. Masyarakat yang tidak mau antre panjang, menjadi sasaran empuk bisnis calling visa ini.
Jasin menuturkan, meskipun tidak antre seperti jamaah resmi, CJH nonkuota bakal menghadapi resiko berat. Mulai dari terlantar di Saudi, memiliki pemondokan tapi jelek, hingga tidak mendapatkan tenda ketika berada di Armina. Karena status mereka adalah WNI, akhirnya pemerintah turun tangan mengatasi CJH nonkuota yang bermasalah itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: