Besarkan Pabrik Dulu, Baru Dirikan Museum

Besarkan Pabrik Dulu, Baru Dirikan Museum

 Bagi Santoso, museum menjadi cara tersendiri untuk menuangkan kecintaannya kepada batik. Sebab, dengan museum itu, dia bisa tetap memandangi koleksi batik kesayangannya sekaligus dapat melestarikan khazanah kekayaan budaya Nusantara tersebut.

 Selain membuat museum, Santosa telah menerbitkan buku perkembangan batik buah pikirannya. Yakni Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan (terbit 15 tahun silam) dan The Glory of Batik yang terbit pada 2011. Dengan buku itu dia ingin mencatat sejarah batik dari masa ke masa.

 Suami Danarsih tersebut mengatakan, setiap waktu batik harus berkembang. Dan perkembangannya sangat bergantung pada upaya yang dilakukan para pemangku kepentingan di dunia batik.

 \"Saya mempertahankan batik dengan terus mengembangkan desain terbaru. Desain batik itu seperti air mengalir, tak ada habisnya,\" ucap dia perlahan.

 Sepanjang perjalanan menggeluti batik, Santosa mengingat bahwa masa paling gamang terjadi sekitar 1972. Saat itu dia kesulitan untuk mendapatkan bahan baku di pasar. Semakin sedikit orang yang menjual kain mori (kain putih untuk membuat batik). Padahal, pabrik harus terus beroperasi.

 \"Terpaksa saat itu kami menggunakan bahan baku seadanya. Di kemudian hari kami memutuskan untuk mendirikan pabrik tekstil sendiri biar tidak bergantung pada bahan baku dari luar,\" bebernya.

 Kini usaha tersebut mulai ditularkan ke anak-anaknya. Bahkan, Santosa membebaskan anaknya untuk berkreasi dalam mengembangkan bisnisnya. Tidak harus seperti yang dilakukan orang tuanya. \"Saya tidak pernah memaksa mereka melakukan apa pun, terserah anak-anak. Sebab, kalau dipaksa, justru tidak akan berkembang,\" tutur bapak empat anak (satu meninggal) itu.

 Sudah lima tahun terakhir Santosa benar-benar lepas tangan. Dia menyerahkan semua usahanya kepada putra-putrinya. Dia yakin anak-anaknya mampu mengembangkan dan melestarikan batik lebih baik dibanding era dirinya.

 Diana Santosa, putri kedua Santosa Doellah, mengakui bahwa dedikasi bapaknya terhadap batik sangat tinggi. Karena itu, tidak ada satu pun kebijakan sang bapak yang tidak di-support keluarga. Termasuk saat Santosa memutuskan membeli Dalem Wuryaningratan untuk keperluan Museum Batik. Keluarga memahami, diperlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya untuk mendirikan museum tersebut. \"Tapi, kami tahu hal itu sangat berarti untuk bapak,\" ujar perempuan 44 tahun tersebut.

Begitu mendapat kepercayaan dari sang ayah, Diana bersama saudara-saudaranya mulai berbenah. Salah satunya dengan membentuk tim desain yang khusus mendesain motif sampai cutting busananya. Rupanya, strategi pengadaan tim desain saat itu sangat tepat. Sebab, tidak lama kemudian, terjadi booming batik di Indonesia. Diana pun sudah siap meramaikan pasar batik dengan potongan yang bervariasi.

 \"Semakin ke sini, batik terus diminati. Karena itu, dalam empat tahun terakhir kami menambah sepuluh desainer muda untuk memperkuat tim desain,\" papar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta tersebut.

 Agar desainnya terus up-to-date, Diana merekrut para desainer muda dari sekolah-sekolah desain yang modern. Misalnya dari sekolah desain Esmod dan LaSalle College. Dalam satu bulan, mereka dituntut harus bisa menghasilkan enam desain baru. Mulai motif batik sampai pola cutting bajunya.

 Diana juga pernah memberi tugas para desainernya untuk mengombinasikan motif batik barunya dengan motif yang pernah ngetren. Maka, tim desain lalu menggabungkan motif hound\"s-tooth dengan batik. Hasilnya, pasar sangat menyukainya. \"Desain itu langsung ludes di semua butik kami,\" ujarnya.

 Diana juga mulai memahami selera dan karakter pasar. Dia mencontohkan, selera pasar di Surabaya berbeda dengan di Jawa Tengah atau Jawa Barat. Konsumen Surabaya lebih menyenangi batik-batik dengan corak dan warna yang mencolok. Sedangkan konsumen Jawa Tengah atau Jawa Barat lebih menyukai batik dengan warna alam.

 \"Bapak pernah membuat satu kemeja dengan tiga warna ngejreng: hijau, merah, dan kuning. Yang seperti ini tidak laku di kota lain, tapi langsung habis di Surabaya,\" terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: