>

Pacu Industri Kecil, Bangun Pelabuhan Khusus Otomotif

Pacu Industri Kecil, Bangun Pelabuhan Khusus Otomotif

Ketika Thailand Menatap Pasar Bebas ASEAN 2015

 Tinggal setahun lagi ASEAN Economic Community (AEC) diberlakukan. Thailand bisa jadi merupakan negara yang paling siap dalam era pasar bebas (free trade zones) di kawasan Asia Tenggara tersebut. Berikut catatan wartawan Jawa Pos AGUS MUTTAQIN yang baru saja mengunjungi Negeri Gajah Putih tersebut.

 

 Pasar bebas ASEAN resmi diberlakukan mulai 31 Desember 2015. Tapi, Thailand sudah jauh-jauh hari menyambut era baru tersebut. Krisis politik 2013\"2014 yang diikuti kudeta militer seolah tidak menyurutkan persiapan mereka. Geliat ekonomi menyambut AEC tetap berjalan.

 Kesepakatan AEC diteken pada 3-4 Mei 2007 di Brunei Darussalam. Sejak saat itu pula Thailand mulai menyiapkan cetak biru menghadapi pasar tunggal ASEAN tersebut. Pada 2012, PM Thailand Yingluck Shinawatra menyerukan pentingnya konektivitas negaranya ke negara lain untuk memacu investasi. Infrastruktur jalur transportasi tradisional Singapura, Malaysia, Thailand, hingga ke Laos dan Kamboja pun diperkuat.

 \"Di sini (Thailand), jalan raya antarkota juga berkualitas setara jalan tol di Indonesia. Rata-rata empat lajur,\" kata K. Johari, warga Indonesia yang sudah sekitar 22 tahun tinggal di Bangkok.

 Industri manufaktur, khususnya otomotif, juga berbenah. Thailand selama ini memang tidak memiliki merek mobil nasional sebagaimana Malaysia. Meski demikian, pertumbuhan industri otomotif di sana tidak bisa dianggap sebelah mata. Thailand menduduki peringkat pertama total produksi mobil di Asia Tenggara.

 Sesuai dengan data Thai Automotive Institute (TAI), Thailand memproduksi 2.463.000 unit mobil selama 2013. Lebih dari separo (54,1 persen) jumlah mobil itu diekspor untuk pasar internasional. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya memproduksi 1.401.000 unit mobil pada 2013, sedangkan Malaysia dan Filipina masing-masing memproduksi 601.407 unit dan 79.169 unit.

 Tidak heran bila sektor otomotif menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi GDP Thailand. Persentasenya mencapai 9,09 persen. \"Kontribusi itu bisa naik bila kami memaksimalkan kapasitas produksi hingga 2,8 juta mobil per tahun. Bahkan, bila pemerintah mengizinkan, kami siap menambah produksi 600 ribu lagi. Dengan demikian, total produksi kami seharusnya bisa mencapai 3,4 juta per tahun,\" kata Presdir of TAI Vichai Jirathiyut saat ditemui di kantornya, Kluaynamthai, Bangkok, Kamis (30/10).

 Sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di Thailand juga menikmati berkembangnya industri otomotif. Di sana, sedikitnya 2.000 perusahaan berskala kecil-menengah menjadi supplier komponen otomotif. Sebagian perusahaan bahkan berekspansi ke luar Thailand, termasuk Thai Summit Group, yang mendirikan pabrik di Indonesia.

 Thailand sudah jauh-jauh hari menyadari keterlibatan UKM dalam industri otomotif. Mereka dimasukkan dalam cetak biru industri otomotif Thailand sejak 2000.

 \"Saat itu kami merangsang industri kecil menjadi supplier dengan memangkas pajak hingga nol persen,\" kata Vichai. Kini, setelah banyak UKM yang berkembang, pemerintah Thailand menyetop kebijakan keringanan pajak tersebut.

 Meski demikian, pemerintah tidak membiarkan begitu saja industri UKM-nya. Pemerintah masih mengontrol kualitas produk onderdil mereka dengan memperketat standardisasi. Caranya, pemerintah menyediakan testing lab yang bisa menjadi laboratorium bersama bagi industri komponen berskala kecil-menengah. Melalui testing lab, sebelum dilempar ke pasar, produk onderdil diuji, baik dari sisi kualitas maupun ketahanan produk.

 Tentu saja, fasilitas tersebut meringankan biaya dalam pengujian produk. Sebab, biasanya UKM menggunakan laboratorium di luar negeri untuk menguji produk mereka yang biayanya lebih mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: