Menyoal Logika Kenaikan BBM
Persoalannya, bensin yang disubsidi pemerintah dan diedarkan Pertamina di Indonesia adalah jenis Research Octane Number (RON) 88 yang tidak lagi diproduksi dan diedarkan di mancanegara. Sementara, bensin di berbagai negara yang sering jadi rujukan penentuan harga adalah jenis bensin RON 92, yang di pasar domestik sama dengan BBM tak bersubsidi Pertamax, yang harganya fluktuatif antara Rp 9.500 -10.500/liter, mengikuti harga pasar dunia. Keduanya jenis bensin yang berbeda, baik kualitas maupun harganya. Bisakah selisih harga antara RON 88 dengan harga rata-rata RON 92-95 (baca: Pertamax, Pertamax Plus) disebut sebagai “BBM bersubsidi”?
Pertanyaan tersebut di atas harus mampu diurai secara gambling oleh Pemerintah, baik secara langsung disampaikan Presiden atau melalui Menteri Bambang Brodjonegoro. Hal yang demikian ini dikarenakan, agar jangan sampai alibi pemerintah menaikkan harga BBM adalah bagian dari kepentingan asing/memanjakan SPBU asing, sebab Perusahaan migas asing sudah menguasai sektor hulu, juga ingin menguasai sektor hilir.
Terakhir, penulis mengajak kepada kita semua untuk bersiap-siap mengantisipasi problem sosial (pengangguran, PHK, Inflasi, Kemiskinan dsb) akibat dari kenaikan harga BBM yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebab, Kartu Sakti Jokowi belum memiliki orientasi dan sumber penggunaan dana yang jelas. Oleh karena itu, kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jokow ke depan kita harus berani bertindak mengkritisi, jangan menganggap Presiden laksana Nabi yang tidak pernah salah. Wallahu a’lam
Penulis adalah Wakil Direktur FiSTaC
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: