Menyoal Logika Kenaikan BBM

Menyoal Logika Kenaikan BBM

Oleh: Suwardi

Pemerintah memutuskan untuk melakukan pengalihan subsidi BBM dari sektor konsumtif ke sektor-sektor produktif. Selama ini negara membutuhkan anggaran untuk membangun infrastruktur untuk membangun pendidikan dan kesehatan. Namun anggaran ini tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM. Sebagai konsekuensi dari pengalihan subsidi tersebut saya selaku Presiden RI menetapkan harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB, terhitung sejak tanggal 18 November 2014. Harga premium ditetapkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500. Untuk rakyat kurang mampu disiapkan perhitungan sosial berupa paket, kartu keluarga sejahtera, kartu Indonsia Sehat, kartu Indonesia pintar, yang dapat untuk menjaga daya beli rakyat dan memulai usaha-usaha di sektor ekonomi produktif. (17/11/2014).

Paragraf tersebut di atas merupakan penggalan kalimat berupa pidato yang diucapkan oleh Presiden Jokowi saat mengumumkan kenaikan BBM. Kebijakan yang cenderung belum bisa diterima oleh banyak kalangan di Indonesia. Kebijakan  tidak populis yang diambil oleh Jokowi dinilai tidak etis, dan tidak logis dikarenakan menaikkan harga BBM bersubsidi disaat harga minyak dunia turun. Kondisi yang berbanding terbalik dengan harga pasar dunia, meski dengan dalih demi kepentingan rakyat dan untuk pembangunan rakyat Indonesia. Tetap saja kebijakan tersebut membuat masyarakat Indonesia kian sulit menghadapi hari-hari berikutnya, disaat yang bersamaan perangkan Jaringan Pengaman Sosial (baca: Kartu Sakti Jokowi) belum memiliki kerangkan yang jelas.

 

Perbandingan Harga BBM di Asia Tenggara

Dalam catatan Penulis, dengan kenaikan harga premium menjadi Rp 8.500 per liter, harga BBM bersubsidi kita lebih mahal dibandingkan dengan Malaysia. Dan Negara tetangga lainnya. Dalam catatan penulis di Negeri Jiran Malaysia, harga bensin RON 95 dan solar diesel saat ini masing-masing sebesar 2,30 ringgit (sekitar Rp 8.400) dan 2,20 ringgit (Rp 8.100) per liter. Alhasil bensin premium yang memiliki RON 88 di Indonesia lebih mahal dari bensin di Malaysia yang memiliki RON 95. Sedangkan solar di Indonesia relatif lebih murah dari Malaysia.

Sedangkan harga BBM non subsidi, yakni Pertamax Plus yang sama-sama memiliki RON 95 masih lebih mahal dari Malaysia. Di Indonesia, harga Pertamax plus per Senin kemarin (17/11/2014) Rp 11.600 per liter. Juga harga Pertamax yang beroktan 92, lebih mahal dari bensin Malaysia karena masih dijual seharga Rp 10.200 per liter. Padahal oktan bensin ini lebih rendah dari bensin di Malaysia.

Sedangkan bensin di Thailand dan Singapura, masing-masing mengandung oktan 91, 92 dan 95. Berdasarkan catatan Harian Bisnis Kontan, di Singapura, harga BBM RON 95 saat ini sebesar Rp 19.643 per liter, lebih tinggi dari Pertamax Plus di Indonesia. Sementara harga minyak paling murah di Asia Tenggara ialah Brunei Darussalam, dengan RON 98 seharga BND 0,53 atau Rp 4.100 per liter.

Walaupun kemudian Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, menolak mengatakan harga BBM di Indonesia terlalu mahal. Hitungan Bambang, harga pasar atau harga keekonomian BBM bersubsidi saat ini sebesar Rp 10.000 per liter, karena menghitung rata-rata harga minyak selama setahun. Menurutnya, harga BBM bersubsidi bagi Bambang adalah harga yang sesuai pasar.

Logika berfikir Bambang Brojonegoro tersebut sebenarnya sangat sulit diterima oleh logika akademis. Dari sisi harga pasaran dunia bahkan – ditilik dari harga pasaran Negara-negara di Asia Tenggara masih jauh lebih rendah disbandingkan dengan Indonesia. Pertanyaannya kemudian adalah pasar yang dimaksud oleh Bambang Brojonegoro tersebut, pasar yang mana ? harga minyak dunia mana yang menjadi acuan penetapan harga dalam kenaikan BBM oleh Presiden Jokowi? pertanyaan yang mungkin wajib dijawab oleh pemerintah kepada rakyat Indonesia, kiranya agar tidak terjadi kebohongan public demi kepentingan kelompok-kelompok tertentu (mafia migas) yang kemudian menambah beban penderitaan rakyat Indonesia yang mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan. Selain, alasan harga pasaran dunia yang merangkak naik yang menjadi alasan pemerintahan Jokori menaikkan harga BBM bersubsidi di tanah air, juga alasan salah sasaran terhadap implementasi pemberian Subsidi terhadap BBM di Indonesia?

 

Klise Subsidi, Kebohongan Publik ?

Setiap kebijakan Pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi selalu diiringi propaganda klise mengenai subsidi salah sasaran. Persoalannya, apa dan bagaimana penetapan subsidi itu sendiri dari sisi biaya produksi tak pernah jelas perhitungannya. Misalnya, pemerintah telah menetapkan kuota subsidi BBM dalam APBN 2014 sebesar Rp 246,49 triliun untuk 46 juta kilo liter, terdiri dari bensin (Premium), solar (minyak diesel), serta minyak tanah (kerosene), dengan komposisi kuota (2013): 64 persen Premium, 34 persen solar, dan 2 persen minyak tanah.

Jika kita gunakan angka yang berpatokan pada harga bensin dan mengabaikan proporsi di antara ketiga jenis BBM bersubsidi tersebut, maka rata-rata subsidi besarnya Rp5.358 per liter. Dengan patokan harga bensin Premium saat ini Rp 6.500/liter, maka jelas yang dimaksud dengan subsidi oleh pemerintah adalah selisih antara harga bensin Premium dengan perbandingan harga eceran bensin (gasoline) di negeri lain, atau dari sisi produksi berpatokan pada harga minyak mentah (crude oil) di pasar internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: