Inspirasi Asia Telah Tiada
SINGAPURA - Kematian Mantan Perdana Menteri sekaligus pendiri Singapura Lee Kuan Yew memang sudah diperkirakan sejak awal. Pasalnya, pendiri People Action Party (PAP) itu sudah dalam keadaan kritis sejak 5 Februari lalu. Namun, hal tersebut tak menghindarkan duka yang merundung terhadap setiap penduduk dan warga negara Singapura kemarin (23/3).
Jawa Pos sendiri tiba di Bandara Changi International Airport pada pukul 19.15 waktu setempat. Dari sana, Jawa Pos langsung menuju ke Singapore General Hospital (SGH) di jalan Outram. Butuh waktu sekitar 20 menit untuk menuju ke tempat dimana Lee dirawat di masa kritis. Dan tentunya, radio yang menyiarkan berita Lee yang tutup usia pada 91 juga pesan belasungkawa dari seluruh lapisan masyarakat.
Tiba di depan Blok 7 , terpampang tenda dengan panggung yang dipenuhi karangan bunga, balon, dan surat dari masyarakat. Tenda itu awalnya bagian dari kampanye get well soon dari masyarakat. Namun, fungsi panggung tersebut langsung berubah menjadi memoriam Lee Kuan Yew saat diumumkan 03.18 waktu setempat. Memang, tempat tersebut tak sampai penuh sesak. Hanya area depan panggung yang dipenuhi oleh orang yang berdoa atau sekedar ingin berfoto.
Diantara mereka, Erah Ramlan,55, datang bersama teman-temannya. Perempuan tersebut adalah orang yang pertama bersedia bicara soal sang legenda Singapura. Dalam ingatannya, Lee adalah sosok dengan dedikasi tinggi dalam membesarkan Singapura menjadi negara maju. Tak bisa ditampik, sosok Lee memang tak sempuna. \"Tapi, bagi kita dia tetap bapak negara,\" ujar direktur perusahan tur yan kini menjadi istri seorang WNI itu.
Upaya tersebut juga dilakukan oleh Arvin, 30, warga Singapura generasi kedua India. Pria yang saat ini bekerja di sektor finance, sengaja jalan selama 10 menit dari rumahnya untuk memberi penghormatan kepada sang almarhum. Dia mengaku sangat bangga sempat merasakan kepemimpinan Lee pada 1999.
\"Saya rasa dari warga Singapura hingga masyarakat negara lain akan menghargai usaha Lee. Memang, pemegang keputusan kadang-kadang harus menanggung banyaknya resiko dibenci. Dan saat ini yang terpenting adalah hasil yang sudah terlihat,\" ujarnya.
Harus diakui, pemandangan orang menangis jarang terlihat. Namun, bukan berarti tak ada. Salah satunya adalah Eva Ho. Di depan pajangan foto Lee, dia berdoa dan menangis sesenggukan. Lima belas menit kemudian, dia menuju ke pojok tenda untuk menulis surat. Jangan salah, Eva bukanlah warga Singapura, melainkan warga Malaysia. Namun, dia merasa punya kewajiban mengunjungi tempat tersebut setelah mendengar kabar mengejutkan.
Dia memang menjadi penduduk Singapura selama 30 tahun. Ketika ditanya alasan menangis, dia mengaku punya kenangan tersendiri saat menjadi pramugari Singapore Airlines. Saat berkarir disana selama 13 tahun, dua kali dia harus melayani Lee dan keluarga. Disana dia benar-benar kagum dengan sosok yang kaku namun ramah.
‘’Surat ini saya tulis soal saya yang harus menyiapkan kursi tidur di pesawat dan bagaimana dia bilang : hati-hati jangan tumpahkan airnya. Harapan saya ketika dibakar Lee bisa membacanya disana,\" ujarnya sambal tersenyum ramah.
Beda lagi di Tanjong Pagar Community Center, disana, digelar penghormatan terhadap Lee dengan upacara khas mandarin.Masyarakat Singapura datang dan mengisi buku tamu lalu membungkuk tiga kali kearah foto dan satu kearah panitia. Acara yang digagas ketua Singapore Jewerly Association sekaligus ketua Community Center itu dihadiri oleh sekitar 3 ribu. Namun, bukan hanya etnis Tionghoa yang datang ke acara ini.
Contoh saja pasangan suami istri Suren Gopal, 37, dan Sri Vidya, 30. Pasangan yang berprofesi sebagai guru SMA ini datang dengan hanya bermodal kaos dan daster. Sama seperti warga sekitar lainnya yang datang berjalan kaki. \"Kebetulan rumah kami ada di belakang tempat ini,\" ujar Suren.
Sebagai pengajar, mereka mengaku sangat menghormati bagaimana tangan besi Lee membesarkan negara muda. Mereka pun mengaku berambisi untuk meneruskan kenangan Lee kepada generasi penerus bangsa di tempat mereka mengajar. \"Mereka harus mengerti bahwa apa yang dilakukan Lee memang diperlukan pada masa itu. Saat negara masih belum \"dewas. Saat ini, barulah tuga kami untuk melanjutkan apa yang diperlukan,\" jelasnya.
Setelah dari Tanjong Pagar, Jawa Pos pun menyempatkan pergi ke Istana. Rupanya, tempat memorial di istana masih diisi oleh beberapa orang pada pukul 22.00. Barangkali, karena lokasinya bersebelahan dengan Plaza Singapura, pengunjung lokasi ini kebanyakan anak muda dengan dandanan modis. Salah satunya, Syahrawan, 17, yang bahkan dua kali mengunjungi lokasi tersebut.
\"Saya hanya melihat Lee saat perayaan nasional 9 Agustus. Namun, saya tahu benar bahwa tanpa dia, saya tidak akan bisa seperti ini. Dia adalah bagian penting dari sejarah saya,\" ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: